Mohon tunggu...
raihan abdullah
raihan abdullah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa di Universitas Airlangga

Mahasiswa S1 Antropologi di Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menemukan kembali nilai feminisme dalam budaya kita

5 Januari 2025   20:03 Diperbarui: 5 Januari 2025   19:02 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kasus tragis pembunuhan seorang mahasiswi di Bangkalan yang menolak untuk menggugurkan kandungannya oleh kekasihnya adalah cerminan nyata dari masalah mendalam yang dihadapi perempuan di Indonesia. Kejadian ini hanyalah satu dari sekian banyak kasus kekerasan terhadap perempuan yang terus terjadi di berbagai penjuru tanah air, menciptakan gelombang kemarahan dan keprihatinan di masyarakat. Contoh lain yang tak kalah memilukan adalah pembunuhan seorang gadis penjual gorengan di Padang Pariaman, yang juga menjadi korban pelampiasan nafsu bejat makhluk-makhluk amoral. Kedua kasus ini menunjukkan betapa rentannya perempuan di tengah budaya yang masih menganggap mereka sebagai objek, bukan sebagai individu yang memiliki hak dan martabat.

Sebelum kita marah-marah pada budaya-budaya patriarkis yang memuakkan, alangkah baiknya kita melihat ke belakang dalam sejarah historiografi kultural kita. Apakah benar sebetulnya budaya kita berakar pada budaya patriarki sepenuhnya? Sungguh aneh untuk negara yang penduduknya menyebut tanah kelahirannya sebagai "Ibu Pertiwi," namun berperilaku sungguh amoral dan tak mengenal kepedulian, khususnya pada perempuan.

Untuk kemudian melontarkan suatu kritik kultural terhadap kekerasan pada perempuan yang marak terjadi dalam tubuh ibu pertiwi, kita perlu menelusuri kembali akar-akar feminis yang ada dalam budaya suku-suku adat di Indonesia, termasuk di Bangkalan, Padang Pariaman, hingga Papua. Agar kita dapat mengenali kembali nilai-nilai luhur yang tertutup oleh bayangan budaya patriarkis modern.

Nilai feminin dalam budaya lokal

Masyarakat Madura dikenal dengan sistem kekerabatan yang kuat, di mana perempuan sering kali berperan sebagai pengelola rumah tangga dan pendidik anak. Dalam konteks ini, perempuan memiliki pengaruh yang signifikan dalam membentuk karakter dan nilai-nilai generasi mendatang. Selain itu, dalam beberapa tradisi, perempuan Madura juga terlibat dalam pengambilan keputusan penting di tingkat keluarga, meskipun sering kali peran ini tidak terlihat secara eksplisit. Meskipun ada tantangan dari norma-norma patriarkis, peran perempuan dalam menjaga tradisi dan pendidikan anak menunjukkan bahwa mereka memiliki posisi yang penting dalam struktur sosial.

Sementara itu, di Padang Pariaman, masyarakat Minangkabau memiliki sistem matrilineal yang memberikan hak kepada perempuan untuk mewarisi harta dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Dalam budaya Minangkabau, perempuan tidak hanya dianggap sebagai pengurus rumah tangga, tetapi juga sebagai pemimpin dalam keluarga. Mereka memiliki hak atas tanah dan sumber daya, serta berperan aktif dalam upacara adat. Tradisi ini menunjukkan bahwa perempuan memiliki kekuatan dan pengaruh yang signifikan dalam masyarakat, yang seharusnya menjadi inspirasi bagi kita untuk menghidupkan kembali nilai-nilai feminis yang ada.

Bergeser ke timur ibu pertiwi, di Papua, budaya adat juga menunjukkan nilai-nilai feminis yang kuat. Dalam banyak suku di Papua, perempuan memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan sosial dan ekonomi. Mereka terlibat dalam pengambilan keputusan, baik di tingkat keluarga maupun komunitas. Dalam beberapa tradisi, perempuan memiliki hak untuk mengelola sumber daya alam dan berpartisipasi dalam upacara adat. Misalnya, dalam masyarakat suku Asmat, perempuan memiliki peran sentral dalam menjaga tradisi dan pengetahuan lokal, serta berkontribusi dalam kegiatan ekonomi seperti pertanian dan kerajinan. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan di Papua tidak hanya dihargai, tetapi juga memiliki kekuatan dan pengaruh yang signifikan dalam struktur sosial mereka.

Dengan demikian, baik dalam budaya Madura, Minangkabau, maupun Papua, kita dapat melihat bahwa perempuan memiliki posisi yang kuat dan dihormati dalam masyarakat. Tradisi-tradisi ini seharusnya menjadi inspirasi bagi kita untuk merajut kembali akar-akar feminis yang ada, mengingatkan kita akan pentingnya peran perempuan dalam sejarah dan budaya kita. Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan pengaruh budaya patriarkis yang semakin mendominasi, nilai-nilai ini sering kali terpinggirkan. Kasus pembunuhan di Bangkalan dan pembunuhan gadis penjual gorengan di Padang Pariaman adalah contoh nyata dari konsekuensi tragis ketika perempuan tidak memiliki kontrol atas keputusan yang berkaitan dengan tubuh mereka.

Tendensi patriarkis dalam tatanan masyarakat modern

Kecenderungan patriarkis dalam masyarakat modern Indonesia terlihat jelas dalam berbagai aspek kehidupan. Dari media yang sering kali menampilkan perempuan dalam stereotip negatif, hingga sistem hukum yang tidak memberikan perlindungan yang memadai bagi korban kekerasan, semua ini menciptakan lingkungan yang tidak aman bagi perempuan. Salah satu contoh mencolok adalah bagaimana media sering kali menutupi nama pelaku kekerasan, tetapi justru mengungkapkan nama korban secara terbuka. Mengapa kita melindungi nama pelaku, sementara nama korban yang seharusnya dilindungi justru dipublikasikan? Ini adalah pertanyaan yang menggugah kesadaran kita akan ketidakadilan yang terjadi.

Dalam banyak kasus, perempuan yang menjadi korban justru sering kali disalahkan, sementara pelaku kekerasan tidak mendapatkan konsekuensi yang setimpal. Kekerasan terhadap perempuan bukan hanya masalah individu, tetapi juga masalah struktural yang memerlukan perhatian serius dari semua lapisan masyarakat. Setiap berita tentang kekerasan terhadap perempuan, seperti pemerkosaan, pembunuhan, dan pelecehan, seharusnya membuat kita muak dan marah. Ini adalah panggilan untuk bertindak, untuk menuntut perubahan, dan untuk melindungi hak-hak perempuan. Ketidakadilan ini tidak hanya merugikan perempuan, tetapi juga merusak tatanan sosial yang seharusnya mendukung kesetaraan dan keadilan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun