Sabtu pagi, 18 Oktober, peserta Trip Observasi SMA Labschool Jakarta telah menyiapkan diri untuk mencoba menjadi petani di Desa Sumurugul. Dengan membawa peralatan pertanian seperti cangkul, arit, dan tak lupa dengan topi capingnya mereka siap terjun ke sawah. Mereka siap menjadi petani “sementara” di Desa Sumurugul ini.
Pertama yang mereka kerjakan sebagai “petani” adalah memanen labu. Dipandu oleh petani yang “asli” nya mereka mendapatkan hasil panen yang banyak. Karena mereka di bagi sebanyak 26 kelompok, maka setiap kelompok berusaha seoptimal mungkin memanen labu dengan dibatasi oleh waktu. Riuh rendah, canda gurau mengiringi prosesi panen labu.
Selanjutnya mereka ke ladang ubi, untuk memanen ubi. Lagi-lagi suasana ramai dengan hiruk pikuk peserta didik saat memanen ubi. Mereka berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan hasil panen yang banyak.
Selanjutnya mereka menuju ke ladang kacang panjang. Panen kacang tidak seberat panen labu dan ubi… namun peserta tetap antusias memanen dan tidak mau kalah dengan kelompok yang lain. Peluh keringat mereka hiraukan, agar mereka dapat merasakan bagaimana hidup menjadi seorang petani. Setelah panen labu, ubi dan kacang, selanjutnya mereka menuju ke sawah….
Untuk menuju ke sawah mereka harus melewati beberapa puluh meter jalan yang turun naik, dengan membawa hasil panen labu, ubi dan kacang. Antusias menjadi petani melupakan beratnya hasil panen yang mereka harus bawa. Keseruan di sawah tambah menjadi. Bayangkan setiap regu diwakili dua orang, mencoba membajak sawah dengan kerbau. Mereka mengendalikan kerbau, dibantu oleh petani asli, tentunya. Oh iya ada siswa asing yang kebetulan melakukan pertukaran pelajar di SMA Labschool Jakarta, namanya Anna dari Spanyol dan juga guru dari Jepang namanya Megu ikut kegiatan tersebut. Tanpa malu-malu mereka juga ikut terjun ke sawah. Setelah membajak sawah mereka menanam bibit padi di sawah tersebut. Ternyata tidaklah mudah menanam bibit padi.. apalagi peserta didik yang berasal dari kota metropolitan. Mereka harus mengamati apa yang dicontohkan oleh Bapak petani. Bibit padi yang akan ditanam akarnya jangan sampai patah, kemudian menanamnya harus mundur agar bibit padi yang telah ditanam tidak rusak.
Setelah dari sawah, penuh dengan lumpur mereka berangkat menuju tambak ikan, namun sebelumnya mereka membersihkan diri di pancoran air. Sesampai di tambak, mereka bersiap untuk terjun ke tambak yang luasnya sekitar 100 m2. Semua anggota regu kecuali satu orang terjun ke tambak, awalnya mereka kesulitan untuk menangkap ikan. Oh iya mereka menangkap ikan dengan menggunakan tangan mereka sendiri atau dengan topi caping petaninya. Mereka berjalan berbaris agar mudah menangkap ikannya, namun ikan belum juga dapat ditangkap. Berbagai strategi mereka upayakan agar mendapatkan ikan. Lambat laun, satu per satu akhirnya peserta mendapat ikan. Girangnya bukan main, setiap mendapat ikan mereka langsung berteriak kegirangan sambil mengangkat ikannya tinggi-tinggi. Anna, siswa asal Spanyol itu sangat menikmati menangkap ikan di tambak. Beberapa kali ia mendapatkan ikan, namun juga sambil teriak.
Setelah waktu yang ditentukan abis, selama kurang lebih 30 menit, peserta didik naik kembali dari tambak. Kemudian mereka menimbang semua hasil panen. Nantinya hasil panen yang terbanyak akan mendapatkan penghargaan. Semua hasil panen tersebut mereka bawa pulang ke rumah regu masing-masing dan di masak lalu dimakan untuk regu mereka…
Serunya bertani di Desa Sumurugul…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H