Banyak orang mengatakan bahwa permasalahan bangsa ini bermula pada rusaknya moral atau karakter manusianya.
Rusaknya karakter bangsa dapat disebabkan oleh banyak hal. Salah satu yang menjadi sorotan adalah pendidikan karakter tidak mendapatkan porsi besar dalam proses pendidikan di sekolah. Pendidikan kita ternyata lebih fokus bagaimana meningkatkan kemampuan intelektual semata. Namun semenjak tahun 2011 pemerintah telah memperhatikan masalah tersebut. Mulai tahun 2011 pemerintah lewat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan acuhan dalam proses pendidikan karakter. Terdapat 18 nilai karakter yang patut dikembangkan dalam proses pendidikan.
Lalu apa hubungannya dengan kegiatan Trip Observasi SMA Labschool?
Trip observasi merupakan salah satu kegiatan unggulan SMA Labschool YP-UNJ. Kegiatan ini dirancang selama lima hari dan dilaksanakan di suatu desa. Kegiatan ini telah berlangsung selama 43 tahun. Tahun ini bertempat di Kampung Banceuy Desa Sanca. Selama lima hari tersebut peserta didik “home stay” di rumah-rumah penduduk.
Berbagai kegiatan Trip Observasi mengandung berbagai dimensi karakter. Jikalau merujuk 18 nilai pendidikan karakter bangsa tadi, maka kegiatan Trip Observasi sekiranya sudah memenuhi. Berikut ini penulis mencoba mengelaborasi 18 nilai tersebut ke dalam kegiatan yang terdapat dalam Trip Observasi. (Insya Allah tulisan ini akan dibuat secara bersambung..)
1. Religius
Sikap religius merupakan sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
Penanaman nilai religius sedini mungkin dapat membentuk pribadi yang berakhlak mulia. Selalu ingat bahwa manusia memiliki Tuhan yang harus disembah. Dan, selalu ingat bahwa umat manusia memiliki berbagai agama yang memberikan ruang untuk dilakukannya sikap toleran sesama umat beragama.
Nah, pada kegiatan TO ini nilai religius dapat dilihat dari kegiatan keagamaan. Peserta didik sudah memulai kegiatan Pukul 3.30 untuk melakukan ibadah. Bagi yang beragama muslim mereka melaksanakan kegiatan sholat tahajud sampai sholat subuh berjamaah. Tidak hanya sampai disitu, mereka juga membaca Alquran, memberikan kultum (kuliah tujuh menit) secara bergantian. Sementara bagi umat agama Kristen, Hindu dan Budha mereka juga beribadah sesuai keyakinan mereka masing-masing.
Para peserta didik dibiasakan untuk melakukan ibadah dengan tepat waktu. Setiap waktu sholat dilakukan secara berjamaah. Peserta terlibat langsung dalam pelaksanaan ibadah. Mereka melakukan adzan, qomat dan juga mereka memberikan ceramah atau mengisi acara setelah sholat berjamaah.
Pengalaman menarik penulis adalah ketika penulis bergabung dengan kelompok menjadi pembimbing. Perlu diketahui peserta TO dibagi kedalam beberapa kelompok. Pada setiap kelompok terdapat siswa yang berbeda agama. Tahun ini peserta dibagi kedalam 26 kelompok.
Nah, ada kejadian menarik yang meyakinkan penulis bahwa kegiatan ini dapat membentuk toleransi antar beragama. Seorang peserta yang beragama Kristen pada saat waktu sholat tahajud membangunkan peserta yang beragama Islam untuk ke masjid. Demikian sebaliknya peserta agama Islam memberitahukan peserta untuk melaksanakan ibadah. Mereka boleh berbeda agama namun mereka dapat membuktikan bahwa mereka dapat hidup rukun
2. Jujur
Kejujuran sepertinya “barang” mahal saat ini. Betapa tidak, begitu masifnya tindakan korupsi di negeri ini sampai ada yang mengatakan korupsi di negeri ini sudah mendarah daging. Nampaknya sudah tidak ada lagi ruang “jujur”. Bahkan ketika telah disumpah sekalipun, kejujuran masih tidak mempunyai tempat. Kejujuran itu sendiri dapat diartikan perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
Ruang jujur tersebut harus terus diisi pada generasi muda bangsa sebagai generasi yang berani mengatakan tidak pada korupsi dan mengedepankan sikap jujur dalam segala tindakan. Hal ini menjadi modal penting bagi generasi emas bangsa Indonesia.
Melalui kegiatan trip observasi, nilai-nilai kejujuran ditanamkan pada peserta didik. Satu pengalaman kecil penulis yang mungkin dapat dijadikan contoh adalah ketika satu kelompok berkonsultasi pada penulis mengenai penelitian yang hendak mereka lakukan. Perlu diketahui salah satu kegiatan di trip observasi adalah penelitian. Nah, ternyata mereka kesulitan terhadap masalah penelitian yang mereka hadapi. Mereka kebagian tema tentang pemanfaatan teknologi pada peternakan ikan. Mereka menemukan bahwa warga desa Sanca kampung Banceuy tidak ada yang beternak ikan. Apa yang mereka lakukan? Mereka mencari seharian warga yang beternak ikan. Sampai berjalan ½ kilometer, tetapi tidak ditemukan. Mereka hanya menemukan satu warga, itupun pemiliknya bukan asli orang desa tersebut, sehingga mereka tidak dapat melakukan survei lapangan. Menariknya mereka tidak berupaya melakukan manipulasi data. Mereka berupaya jujur terhadap fakta yang ditemukan. Sebenarnya jika mereka mau memanipulasi data mereka bisa saja menanyakan kepada si “paman” google. Namun hal tersebut tidak mereka lakukan, mereka lantas berkonsultasi pada panitia untuk mencari solusi.
Demikian, nilai kejujuran ditanamkan kepada peserta didik bukan sekedar dengan cara menjelaskan betapa pentingnya arti kejujuran namun mereka secara langsung mengalaminya.
3. Toleransi
Bangsa kita adalah bangsa dengan beraneka suku bangsa, ras dan agama. Namun pemahaman toleransi bukan sekedar toleransi terhadap hal tersebut. Toleransi merupakan sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
Sikap toleransi akan lebih terlihat ketika kita berinteraksi dengan orang lain secara lebih intens. Pada kegiatan TO hal itu terjadi, seperti yang diuraikan sebelumnya bahwa peserta didik dibagi kedalam beberapa kelompok yang terdiri dari 10 – 11 peserta didik. Setiap kelompok menempatkan rumah yang berbeda. Didalam kelompok terjadi interaksi yang intens sesama anggota kelompok yang mempunyai beraneka ragam karakter. Diskusi yang terjadi dalam kelompok tidak jarang melalui perdebatan sengit untuk melahirkan suatu keputusan atau kesepakatan. Contoh kecil dalam penentuan siapa yang akan melaksanakan tugas yang telah diberikan (di TO terdapat berbagai tugas yang harus diselesaikan), mereka berembuk yang pada akhirnya melahirkan kesepakatan bersama. Atau mereka mendiskusikan berbagai hal, maka nampak jelas bagaimana pembelajaran sikap toleransi tersebut terjadi. Melalui pengelompokkan tersebut mereka diberi ruang untuk belajar bagaimana menghargai orang lain dengan segala perbedaannya dan meminimalisir sikap egoisme.
Cerita menariknya lagi mengenai toleransi terhadap perbedaan pendapat adalah ketika mereka melakukan presentasi penelitian. Setiap regu yang mempresentasikan hasil penelitian akan ditanya oleh peserta lainnya. Tak jarang terjadi perdebatan diantara mereka. Perdebatan yang seru tersebut melahirkan sikap toleransi terhadap perbedaan pendapat diantara peserta.
4. Disiplin
Disiplin merupakan tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
Disiplin dapat lahir melalui kesadaran diri yang tinggi, namun disiplin dapat juga lahir dari stimulus yang diberikan oleh lingkungan luar diri. Disiplin pun memerlukan pembiasaan sejak sedini mungkin. Stimulus yang diberikan melalui pembelajaran langsung akan dapat dirasakan dan diresapi oleh seseorang.
Kedisiplinan biasanya mempunyai konsekuensi terhadap aturan yang telah dibuat. Namun sesungguhnya kedisiplinan berguna bagi diri yang menjalankannya juga bagi diri orang lain. Dalam kehidupan bermasyarakat banyak sekali contoh betapa disiplin tidak hanya berguna bagi diri sendiri namun berguna pula bagi orang lain. Kecelakaan yang terjadi di jalan raya banyak disebabkan karena ketidakdisiplinan pengendara yang mengakibatkan pengendara lain celaka.
Salah satu ciri kegiatan TO adalah membentuk kedisiplinan. Dalam kegiatan TO aturan dibuat sedemikian rupa untuk di taati oleh semua peserta. Untuk jika salah seorang anggota regu tidak disiplin dapat berimplikasi kepada seluruh anggota regu. Dalam proses pembentukan disiplin ini perlu diadakan reward and punishment. Untuk itu di TO mengenal istilah penyematan pita. Bagi regu yang memiliki disiplin tinggi akan dapat diberikan pita emas, merah, hijau sementara yang memiliki disiplin yang rendah akan mendapatkan pita hitam.
Peserta TO selalu berupaya menunjukkan disiplin yang tinggi. Hal itu terlihat bagaimana mereka selalu berupaya datang tepat waktu dalam setiap kegiatan, atau mereka berusaha menyelesaikan tugas dengan tepat waktu. Disiplin menggunakan seragam yang telah ditentukan, disiplin dalam menunaikan ibadah. Tak jarang mereka berlari untuk mengejar waktu agar tidak terlambat.
Bersambung....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H