Mohon tunggu...
Rahyang Nusantara
Rahyang Nusantara Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Author of #HeartsofVolunteers | Koordintor Harian @idDKP | #DietKantongPlastik #ZeroWaste | Blogger #1minggu1cerita

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Dosa Ekologis dalam Perayaan Earth Hour

1 April 2012   03:37 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:11 1032
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Tadi malam, perayaan Earth Hour digelar secara serempak di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia yang dengan bangganya dirayakan oleh 26 kota besar. Bandung, salah satu dari kota tersebut yang merayakan Earth Hour. Emang apa sih Earth Hour? Earth Hour adalah kampanye yang awalnya digerakkan oleh World Wide Fund (WWF) dan kemudian menjadi kampanye global yang digerakkan secara masif. Tujuan dari kampanye ini adalah untuk mengajak masyarakat mulai bijak dalam menggunakan energi. Simbolisasi yang hanya dirayakan 1 jam ini (mulai pukul 20.30-21.30 waktu setempat setiap tanggal 31 Maret) ini diharapkan menjadi gaya hidup untuk seterusnya. Berbicara tentang kegiatan Earth Hour di Bandung yang diselenggarakan oleh salah satu komunitas lingkungan di Bandung. Acara yang sudah disiapkan semenjak kurang lebih satu bulan lalu ini bisa dibilang kurang tepat sasaran, lebih jelasnya misi untuk menularkan gaya hidup bijak energi tidak sepenuhnya sampai ke target audiens. Acara dimulai dari pagi hari di Balai Kota Bandung dengan menggelar yoga bersama, lalu dilanjutkan sorenya dengan memulai kegiatan inti. Banyak sekali fenomena yang muncul dari kegiatan tersebut. Fenomena yang pertama kali yang penulis lihat adalah tempat sampah yang ternyata adalah tempat sampah yang sama seperti yang pernah penulis lihat di acara Keuken Bandung.Tempat sampah dengan dua kategori pemisahan, organik dan non organik. Penulis saat itu berpikir bahwa ini acara lingkungan dan disediakan tempat sampah dengan pemisahan yang sesuai dan kondisinya setidaknya akan ada pemisahan sampah. Aman. Namun Tuhan berkehendak lain. Apresiasi buat panitia penyelenggara yang sudah bersusah payah menyediakan tempat sampah ini :) [caption id="" align="alignnone" width="188" caption="Tempat sampah yang disediakan panitia (Sebelum)"][/caption] [caption id="" align="alignnone" width="188" caption="Tempat sampah yang sudah diisi sampah (Sesudah)"][/caption] Fenomena kedua adalah konsumsi panitia. Salut ama panitia yang bisa menyediakan konsumsi panitia dalam kemasan yang bisa dipakai ulang (baca:misting). Mengusahakan hal seperti ini tidak mudah lho, dananya pasti besar. Eh, tapi ada sendok bebek plastik yang sekali pakai nongol. [caption id="" align="alignnone" width="251" caption="Konsumsi panitia"][/caption] Fenomena selanjutnya adalah konsumsi untuk tamu undangan. Gaya pisan ini mah karena konsumsinya spesial dari salah satu hotel milik kakeknya Paris Hilton. Kemasannya eksklusif, tapi tidak zero waste. Kalo penulis yang mendapatkan ini, bisa jadi kotak dusnya dipake buat dirumah, bagus dan sepertinya cukup awet untuk disimpan. [caption id="" align="alignnone" width="188" caption="Konsumsi tamu undangan"][/caption] Fenomena lainnya adalah konsumsi pengunjung. Konsumsi yang disajikan adalah makanan khas Sunda. Ada awug, kue lapis, dan lain sebagainya. Alih-alih mengurangi sampah dengan menyajikannya di atas nampan (tidak dibagikan dalam dus kecil), makanan tersebut diselubungi plastik-plastik kecil maupun besar. Bahkan ada beberapa orang, atau mungkin hampir semua, menggunakan brosur, yang bahkan isi dari brosur adalah informasi mengenai energi yang disediakan oleh Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Jabar, sebagai alas makanannya dan kemudian dibuang. Sangat disayangkan sekali. [caption id="" align="alignnone" width="188" caption="Konsumsi yang disediakan untuk pengunjung"][/caption] Fenomena yang lebih menghebohkan adalah banyak orang yang nyampah, buang sampah sembarangan. Padahal tempat sampah yang disediakan banyak dan menyebar di lokasi-lokasi yang mudah dijangkau. Kalo udah kebiasaan memang susah, tapi percuma aja kalo tidak ada usaha untuk mengubah kebiasaan buruk itu. [caption id="" align="alignnone" width="188" caption="Sampah dimana-mana"][/caption] [caption id="" align="alignnone" width="188" caption="Sampah dimana-mana"][/caption] [caption id="" align="alignnone" width="251" caption="Lihatlah bagian yang dilingkari, sampah memang dimana-mana"][/caption] Fenomena lain adalah konsumsi panitia dan komunitas untuk malam, memakai dus. Penulis tidak sempat melihat isinya, padahal penulis mendapatkan kupon untuk ditukarkan dengan konsumsi tersebut. [caption id="" align="alignnone" width="251" caption="Lihat bagian yang dilingkari, konsumsi untuk panitia dan komunitas"][/caption] Fenomena lain yang agak memprihatinkan adalah misi untuk menyebarkan gaya hidup bijak energi yang menurut penulis tidak tepat sasaran. Betapa tidak, suguhan acara yang disusun lebih banyak ke hal-hal untuk hiburan semata. Sebagai contoh, stand up comedy. Akan lebih bermanfaat jika acara tersebut disuguhkan pada acara-acara yang tujuannya memang untuk hiburan. Namun, ini acara lingkungan dan parahnya lagi bahasa yang dilontarkan stand up comedian tersebut cukup vulgar dan mengumbar, maaf, seksualitas. Saya pikir banyak anak kecil yang diajak oleh orang tua mereka untuk menyaksikan perayaan Earth Hour. Banyak lagi suguhan acara lain yang kurang tepat sasaran, seperti penampilan musik, dan lain sebagainya. Pesan yang hendak disampaikan nyaris tidak terdengar. Solusinya apa? Penulis sudah pernah mengungkapkan hal ini di artikel sebelumnya. Bisa dilihat disini. Meski demikian, penulis mengapresiasi panitia penyelenggara yang bersemangat dan bersusah payah menyelenggarakan acara ini. Alangkah lebih baiknya untuk mengajak komunitas bukan hanya meramaikan acara, tetapi juga mengajak mereka untuk menyusun strategi membuat kegiatan yang memang bisa jadi percontohan untuk membuat acara yang ramah lingkungan. Yuk! Mulai bijak dalam menggunakan energi. Potensi Indonesia untuk mengembangkan energi terbarukan sangatlah besar. Galeri Foto [caption id="" align="alignnone" width="188" caption="Gubernur Jabar, Ahmad Heryawan, mendukung gerakan Earth Hour"][/caption] [caption id="" align="alignnone" width="188" caption="Siswa SD Kopo yang memberikan persembahan"][/caption] [caption id="" align="alignnone" width="188" caption="Bandung Berkebun mengajak anak-anak untuk berkebun"][/caption] [caption id="" align="alignnone" width="188" caption="Penampilan kolaborasi Rumah Musik Harry Roesli dan Komunitas Parkour"][/caption] Penulis, Rahyang Nusantara Hanya ingin mengungkapkan apa yang ada dipikirannya saat ini. Berharap bisa menjadi bahan evaluasi bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun