Zahra Zakiatunnisa, kutulis surat balasan ini untukmu dalam keheningan malam bersamaan dengan suara-suara jangkrik-jangkrik yang mungkin sedang kehausan. Aku tuliskan surat ini dengan membuang setiap perasaan, dan aku berusaha untuk menyadarkanmu berpikirlah dengan logika Nona!
Zahra, di mana-mana tulisanmu berserakan. Mengisahkan bagaimana Aku mendekati hatimu sampai kau jatuh cinta. Lalu kau kisahkan, kau dilabrak oleh pacarku. Kemudian kau melihatku bermesraan dengan Pacarku yang menjadi awal hancurnya harapanmu. Bahkan,  kau juga bilang kalau kita bertemu untuk yang pertama dan yang terakhir. Hingga kini, masih terus kubaca semua cerita  bersambung-sambung  yang kau tulisan di halaman blogmu. Entah sampai kapan Kau terus menuliskan soal perasaanmu padaku. Kau ceritakan tentang dirimu, tentang resahmu, tentang perasaanmu kepadaku melalui tulisan fiksi itu.Â
Zahra, aku tahu meski kau bilang ceritamu itu fiksi. Itu bukan fiksi. Karena bukan begitu kenyataannya kan? Baiklah, agar pembaca tidak salah paham dengan cerita di antara kita. Aku akan mengulangi ceritanya disini. Semoga, kau tak menambah-nambahi lagi.
Suatu hari, saat aku menemukanmu di sebuah platform persegi yang bentuknya mirip kamera polaroid dengan perpaduan warna biru tua, pink dan warna cerah lainnya. Aku menemukanmu. Aku terkesima dengan tampilan profilmu yang apik, seorang muslimah yang tampil dengan pakaian syar'inya, postingan-postinganmu pun berisi tulisan-tulisan  indah dan menawan. Kuakui, kau memang tidak cantik secara fisik nona. Tapi, kalimat-kalimatmu telah menggetarkan jiwaku.  Tepat pada hari pertama aku melihat akunmu. Aku pun terpesona dengan diksimu yang sempurna di mataku. Setiap hari, aku menekan tombol love di storymu. Agar kau tahu, betapa kagumnya aku dengan rangakain diksi itu.
Suatu hari, aku membaca cerpenmu di halaman blogmu. Ada namaku disana, kisahnya sama persis denganku. Aku tahu itu, itu aku kan nona? Kau menceritakan kalau kau kagum padaku kan? Ternyata secara tidak sadar kau juga kagum pada keseharianku yangbku bagikan di storyku.
Kita sama-sama saling mengagumi. Bedanya, Aku tidak mencintaimu Nona. Aku hanya menyukai tulisanmu. Bukan dirimu! Di cerpen yang kau tuliskan, jelas sekali benih-benih cinta telah tumbuh di hatimu. Hanya karena aku membalas cetitamu, bertanya siapa dibalik tokoh cerpenmu? Rupanya kau kira, aku punya rasa padamu. Wajar kan kalau aku bertanya, karena namanya mirip denganku. Ceritanya juga  mirip denganknona. Tapi, Kau mengelak Zahra, kau bilang itu hanya nama fiksi belaka. Kau bilang ceritanya fiksi. Padahal ceritakulah yang kau abadikan di sana.
Tapi aku keberatan jika kau kecewa, karena akhirnya kau mengetahui aku punya pacar. Zahra, aku memang sudah punya pacar. Bukanknya  ini bukan urusanmu? Aku tidak pernah menyatakan cinta padamu. Ku akui waktu aku balas ceritamu aku bilang; "Semoga Allah mempertemukan kita."Â
Tapi bukan berarti aku mencintaimu. Aku hanya ingin bisa bertemu dengan penulis yang tulisan-tulisannya menyentuh qalbuku.
Namun kau larut dalam perasaanmu. Kau jatuh cinta padaku. Kalaulah kau bukan muslimah yang taat pada agama. Aku sangat yakin kau berani menyatakan cinta secara langsung padaku. Aku tahu betul, kau perempuan pemberani. Teman kampusmu, yang merupakan teman akrabku. Yang sering kau ceritakan di tulisanmu dengan nama Hanif. Bercerita padaku. Kalau kau pernah menentang seorang pengajar korup di kampusmu. Syukurlah, kau itu perempuan baik-baik jadi kau pendam rasa itu. Lalu, kau tuliskan isi perasaanmu dalam sebuah bentuk fiksi. Kau berikan kode-kode kepadaku seolah-olah aku tak akan paham. Aku tahh hanya orang-orang tertentu yang bisa memahaminya. Akulah orang-orang tertentu itu, nona. Aku paham dan sangat memahaminya.
Ketika Pacarku Amelia, mulai tahu kalau aku diam diam menyukai tulisan seorang muslimah sepertimy. Dia langsung menyamar Membuntutimu. Tapi kamu berbohong kepada dunia, kau bilang dia melabrakmu. Aku tahu, kesannya memang dia seperti melabrakmu. Saat tiba-tiba dia lontarkan pernyataan yang mencurigakan. Kau anggap saat itu dia sudah melabrakmu. Padahal, dia hanya Membuntutimu. Ia ingin tahu, Seberapa dekat kau denganku. Aku jelaskan padanya, bahwa aku tidak mengenalmu. Aku hanya kenal padamu sebatas di dunia maya. Lalu, dia percaya padaku. Sebab setelah ia buntuti kau. Dia lihat. Kaulah yang salah paham padaku. Dia juga membaca cerpenmu itu Zahra. Di cerita bersambung yang namanya selalu kau jelek-jelekkan itu. Kau bilang Amelia obses padaku. Padahal tidak kah kau sadar kaulah yang terlalu terobsesi denganku?Â