Tuan, sudah hampir satu tahun. Sejak kita tak pernah lagi saling intip cerita. Kita mulai fokus dengan kehidupan masing-masing. Sebenarnya dulu juga begitu, bedanya sekarang kita tak lagi bisa saling beramah tanah. Hanya bisa mengintip sesekali dari kejauhan. Itupun jika terlihat.Â
Tuan, berbulan-bulan aku tak bisa melihatmu. Kau hilang betul-betul hilang. Setiap hari, ku cek di flatprom magenta itu tentang kabarmu. Namun, tiada kau memperbaharui informasimu. Apakah kau masih hidup tuan?Â
Tuan, Aku jatuh. Jatuh sejatuh-jatuhnya, tahun kemarin adalah fase terberat bagiku. Beragam ujian aku hadapi sendirian tuan. Sedang hatiku, masih berkelana mencari-cari bagaimana kabarmu? Sepertinya memang. Masih ada sisa-sisa rasaku padamu tuan.Â
Saat di fase itu, mengetahui kau menghilang bahkan sebelum kita betul-betul bertemu dengan leluasa. Sangat menyakitiku. Belum lagi ujian-ujian yang aku Terima tuan. Tuan, aku berkelahi dengan orangtuaku, aku dihina oleh teman-temanku, kuliahku berbatasan tuan. Ekonomiku semakin merosot, aku depresi berkelanjutan. Entah kepada siapa ingin ku bagikan. Syukur saja, Imah sahabatku adalah pendengar yang baik dan tidak mau Mendjud. Syukur pula, aku berada diantara perempuan-perempuan muslimah. Sehingga, saat aku betul-betul Futur, aku diarahkan kembali ke tempat yang benar.Â
Sama sepertimu tuan, aku juga manusia. Di Desember tahun kemarin, air mata kubnedung di sebuah kamar mandi aula kampus. Saat aku tak tahan lagi, ketika seorang teman mencoba merendahkaku hanya karena aku belum lulus kuliah.Â
Aku menangis, sebab ini adalah yang kesekian kalinya ia lontarkan perkataan itu. Tekanan dari berbagai masalah dan dari berbagai orang. Membuat aku muak untuk hidup, namun lagi-lagi tuan, circle-circle muslimah ku menyadarkan siapa aku.Â
Aku adalah Zahra Zakiatunnisa, penulis cerpen, aktivis dakwah dan pembela nomor s Palestina. Akhirnya saat stress membuatku futur, iman membangkitkan ku lagi. Bah a ada tugas dakwah yang masih harus dilanjutkan.Â
Awal tahun ini, adalah fase baru hidupku. Awal dimana aku mulai seperti biasa mulai semangat lagi mulai membara-bara lagi. Dan yang pasti, mulai mencoba melupakanmu. Namun tuan, bagaimana bisa aku melupakanmu. Sementara kau sudah aku abadikan di setiap hari-hariku. Bahkan mereka yang benar-benar bersamaku, iri karena tidak bisa se abadi dirimu di tulisanku.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H