Tuan, akhirnya aku bisa menyelesaikan cerita bersambung yang singkat tentangmu. Tentang Naza dimata Zahra seperti apa. Akhirnya aku bisa sampai disini. Pembacaku bertanya, apa akhir dari cerita Naza dan Zahra?Â
Maka,  kujawab  cerita mereka belum pernah dimulai. Karena memang betul kan tuan? Kita tak pernah memulai cerita apa pun kan*
Tuan, di hari kamis. Belum turun hujan atau gerimis. Aku pergi ke sebuah warung di depan kampusku. Niatku adalah untuk makan. Sebab tuan, ini sudah pukul 10 pagi. Aku belum makan sedari tadi. Perutku sudah keroncongan. Aku bawa nasi dari rumah, tapi tak punya lauk karena aku berangkat pagi-pagi buta, Â belum sempat aku memasak. Jadi, kuputuskan untuk memesan mie di warung itu sebagai laukku.Â
Setelah kupesan, aku duduk memandangi jalanan. Sungguh cuaca kelihatan baik-baik saja. Namun memang agak sendu. Lalu, tak sengaja mataku mengarah pada seorang perempuan berkerudung hitam di seberang sana. Rasanya, wajahnya tak asing.Â
Tak sadar, mataku mengarah kemana gadis itu pergi. Dia, mengarah kepada sebuah sepeda motor yang ada tepat di seberangku,  di depan halte itu. Aku penasaran, siapa laki-laki yang akan ia temui. Karena sepertinya, aku kenal dengan perempuan itu. Dia Amel, kekasihmu  tuan. Tadi, kupikir laki-laki itu ayahnya. Tapi..
Tapi, Kasihan Aku tuan. Ternyata laki-laki itu adalah kamu tuan. Blukkk... Seperti ada sesuatu yang memukul dadaku. Sehingga, tiba-tiba aku tak bernapas. Mulutku ternganga tuan. Kenapa aku harus melihat pemandangan ini? dan kenapa rasanya sesakit ini tuan? Bukankah sebelumnya aku tahu. Kalau kamu dan Amel memang punya hubungan? Lalu, apa yang kualami hari ini?Â
Kulihat kau dan perempuan itu bercanda gurau, saling tertawa bahagia. Apakah tiada rasa malu lagi yang kau punya tuan? Sebab, ini bukan tentang perasaanku. Aku tak peduli kau tahu aku atau tidak. Tapi, ini tentang Tuhan kita tuan.Â
Ini masih pagi tuan. Cuaca, juga tak seburuk itu. Kendaraan masih banyak tuan. Lalu, kenapa kamu dengan senyuman lebar memboncengnya di sepeda motormu? Apakah kalian sudah halal tuan? Atau, apa kau memang tak punya rasa malu lagi tuan?Â
Tuan, di sebuah kotak berwarna magenta kau berkata bahwa perempuan harus menjaga Marwah. Lalu, dengan perasaan bahagia dan senang kulihat kau sudah merobek-robek  Marwah dari seorang wanita tuan.Â
Saat kau baca ini, pasti kau bilang aku sok alim. Tidak tuan! Aku juga pernah dibonceng yang bukan mahramku. Tapi tuan, aku ingat betul itu terjadi karena keadaan yang amat darurat. Dimana tak ada yang bisa mengantarkanku pulang selain teman laki-lakiku. Karena hari sudah malam dan tak ada kendaraan yang lewat.Â
Aku terpaksa! disepanjang jalan aku terus beristigfar kepada Allah. Jangankan untuk tertawa seperti yang kau lakukan. Aku bahkan tak berani bicara. Disepanjang jalan, aku meminta kepada Allah. Agar aku dijauhi dari fitnah keji manusia.