"Aku pernah lihat Hanif, boncengan dengan cewek " ujar seorang perempuan cantik.Â
Aku menolak untuk percaya. Benar! Aku memang tidak menyukai Hanif. Tapi, aku juga kenal dengan Hanif. Dia memang rawan gosip. Maklum, dia terlihat soleh, ganteng, dan baik hati. Ya, walau di mataku, Hanif akan selalu jadi musuh bebuyutanku.Â
Tapi, bukan berarti kan. Â Aku bebas untuk menjelekkkan dia? Apalagi hanya karena berita yang beredar tentangnya. Apalagi hatiku sendiri, tidak bisa berbohong. Kalau Hanif adalah orang baik. Â Sebetulnya aku dan Hanif satu frekuensi. Hanya saja, kami sama-sama punya kepala batu. Sehingga, kami tidak bisa menyatu. Belakangan ini, Aku dan Hanif memang terlihat akur.Â
"Palingan itu pacarnya. " Sambung temannya perempuan itu.Â
Aku menghela napas dengan dalam. Aku menolak percaya, kalau Hanif pacaran. Karena dia tahu hukumnya dalam agama kami. Apalagi, dia adalah seorang ustadz. Ia tidak mungkin meludahi kata-katanya sendiri.Â
"Kayaknya sih enggak! Mungkin itu saudari Hanif" kataku. Suaraku kedengaran amat gugup. Untuk pertama kalinya, aku membela Hanif. Itu pun tanpa sepengetahuannya.Â
"Hanif kan gak punya adik perempuan " ucap perempuan itu. Â Perempuan iyu, namanya Asma dan temannya Putri.Â
"Mungkin itu sepupunya " kataku.
"Udahlah! Hanif itu pacaran! Gampang kan! Lagian apa salahnya sih kalau dia pacaran. Â Semua orang juga pacaran kan?" Kata putri.Â
Aku bergumam dalam batinku." Aku tidak pernah pacaran! Gak semua orang mau pacaran! Apalagi kalau sudah belajar ilmu agama! Terlebih lagi agamanya isalm! Pacaran salah lah! jelas -jelas itu dosa. " aku ribut sendiri di kepalaku. Â