Seorang guru duduk termenung, memutar kepala, berpikir keras bagaimana cara mendidik anak-anak muridnya yang kian hari kian bertambah macam kelakuannya.
Tiba-tiba ia teringat kepada buku siroh nabawiyah yang tersusun rapi di rak rumahnya. Buku-buku itu sudah khatam dibacakan ke anak balitanya yang masih berumur 3 tahun setengah.Â
Dengan modal buku siroh dan semangat mencoba. Keesokan harinya iya membawa 1 buku siroh dari banyak buku dirak buku di rumahnya.
Iya memulai jam mengajarnya dengan basmallah, berharap cerita yang dibawakannya didengar dengan semangat oleh siswa-siswanya.
Jam pertama di kelas diambil untuk menceritakan siroh nabawiyah. Cerita dimulai dan anak-anak terlihat antusias mendengarkan. Gurupun merasa bahagia dan semangat ingin meneruskan cerita keesokan harinya.
Memang belum nampak khusus perilakunya berubah di kelas. Akan tetapi, dengan adanya kegiatan membaca diawal pembelajaran, anak-anak memiliki pemikiran baru tentang sikap-sikap dan uswah-uswah yang baik dari para nabi dan sahabat nabi.
Buktinya anak-anak yang ketinggalan mendengarkan cerita karena terlambat masuk di jam pertama, meminta khusus untuk meminjamkan buku cerita kepada gurunya.Â
Kemudian ada pula laporan dari orang tua siswa, yang mengatakan bahwa sekarang anaknya memiliki kegiatan baru di rumah, yakni menceritakan kembali kisah yang telah didengarnya di sekolah kepada anggota keluarga di rumah.
Dari kisah di atas, dapat kita tahu bahwa bercerita di awal pembelajaran, dapat menjadi salah satu pilihan, cara penanaman sikap akhlakul karimah kepada anak-anak.Â
Walaupun hal itu tidak langsung bisa dilihat hasilnya pada tingkah laku mereka. Akan tetapi dengan mereka memiliki banyak contoh baik, dilain kesempatan akan sangat memungkinkan sekali mereka akan memberi contoh dari contoh yang mereka dengar dan dapatkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H