Judul Buku     : Masyarakat Islam Nusantara vs Kolonialisme : Sejarah Pribumi dan Kaum Santri Melawan Hegemoni
Pengarang     : Isnoel Kayyis
Penerbit       : Pustaka Ilmu
Tanggal Terbit: 1 Januari 2018
ISBN Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â : 978-602-6835-78-9
Resensi Buku
Buku ini berisi tentang kerajaan nusantara terutama kerajaan - kerajaan Islam yang pernah berdiri di nusantara. Mulai dari masuknya islam ke nusantara, cikal bakal munculnya imperialisme barat hingga bangkitnya kesadaran ekonomi nasional dan kaum santri guna melawan hegemoni. Awal masuknya Islam di nusantara sendiri terdapat 5 pendapat yang dikemukakan pada tulisan ini yaitu masuk melalui Gujarat, masuk melalui Persia, masuk melalui Makkah, masuk dibawa dari China, dan masuk dibawa melalui jalur maritim. Interaksi antara pedagang muslim dan pedagang nusantara menyebabkan terjadinya transformasi baik pengetahuan, kebudayaan, serta keyakinan sehingga hasil interaksi ini merangsang terjadinya konversi agama ke Islam. Pedagang muslim juga menjadi kekuatan lain yang diperhitungkan oleh pedagang maupun kerajaan - kerajaan nusantara. Kerajaan Islam di nusantara yang dibahasa dalam buku ini antara lain Kerajaan Samudra Pasai, Kerajaan Aceh, Kerajaan Demak, Kerajaan Mataram Islam, dan Kerajaan Cirebon.
Hegemoni barat dan kolonialisasi atau imperialisasi dalam  ekonomi dimulai ketika Portugis berhasil menguasai Malaka yang menjadi pusat perdagangan selain India. Dari Malaka, Portugis pun mengetahui jaringan - jaringan perdagangan di nusantara yang kemudian membuatnya ingin menguasai Maluku yang memiliki bahan rempah yang melimpah. Setelah Portugis maka datanglah Belanda yang juga berniat menjadi penjajah wilayah, salah satu caranya adalah dengan mendirikan VOC. Penjajahan bangsa barat di nusantara pun mengakibatkan kemiskinan, penderitaan, serta kelaparan bagi rakyat Indonesia. Kekacauan yang dirasakan pribumi bukan hanya dalam bidang ekonomi tetapi juga bidang sosial serta budaya. Seiring dengan perubahan tentang imperialisme ke arah modern, maka kebijakan pemerintah Belanda kepada daerah jajahan pun juga mengalami perubahan. Perubahan yang dilakukan Belanda pun cenderung untuk menguatkan pengaruh hegemoni kekuasaannya.
Imperialisne yang dirasakan kemudian menimbulkan perlawanan dari kalangan pribumi khususnya umat Islam. Perlawanan terjadi baik dalam skala kecil maupun besar. Salah satu perlawanan yang dilakukan yaitu berbentuk monopoli market pada tahun 1905 yang dilakukan oleh H. Samanhudi bersama para pengusaha batik muslim di sekitaran Surakarta dengan mendirikan Sarekat Dagang Islam. Organisasi inipun menjadi pemersatu pedagang muslim melawan monopoli perdagangan Belanda. Keberadaan organisasi inipun dianggap berbahaya oleh pemerintah Belanda, sehingga Belanda pun melakukan berbagai upaya guna menghancurkannya. Kalangan pesantren pun juga menjadi institusi terdepan dalam melakukan perlawanan. Salah satunya yaitu tahun 1918, KH. Wahab mendirikan Nadhlatur Tujjar (kebangkitan pedagang) yang berisi perkumpulan pedangan muslim di tiga jalur strategis (Jombang, Kediri, Surabaya). Selain itu ulama - ulama pesantren juga berhasil mendirikan madrasah yang kemudian dikenal sebagai sekolah Nahdhatul Wathan pada tahun 1916 M sebagai bentuk penguatan perlawanan dan kesadaran untuk bangkit dan melawan hegemoni. Kemudian tahun 1919 kembali didirikan sebuah madrasah dibawah komando KH. Ahmad Dahlan yang diberi nama Madrasah Taswirul Afkar. Puncakya pada tahun 1926 ulama pesantren berhasil mendirikan Nadhlatul Ulama.
Selain itu rakyat Indonesia juga melawan hegemoni Jepang. Untuk menarik simpati umat muslim di Indonesia, Jepang menerima permintaan ulama untuk tidak membubarkan MIAI yang merupakan organisasi penting bagi umat Islam. Curiga terhadap MIAI membuat Jepang menangkap tokoh - tokoh MIAI. Hal ini mendapat kritik keras dari para kaum santri. Sadar akan kesalahannya, Jepang pun meminta maaf. Hal ini menjadi tanda bahwa Jepang mengakui eksistensi ulama yang pada Belanda hal tersebut tidak didapatkan. Distribusi MIAI sendiri sangat besar bagi umat Islam sehingga membuat Jepang akhirnya membubarkan MIAI. Pasca dibubarkan umat Islam pun kembali berjuang dengan mendirkan Masyumi pada 7 Agustus 1945. Banyak keberhasilan yang membuat umat Islam mendapat tempat selama pemerintahan Jepang yang membuat umat Islam banyak mencapai eksistensi keagamaan.
Perlawanan terhadap Jepang pun memuncak saat dilakukannya kebijakan romusha yang membuat banyak pribumi meninggal akibat kelelahan, malaria, kekurangan makanan, dan penyakit lainnya. Berbagai perlawanan pun pecah di berbagai daerah yang ada di Indonesia. Pemberontakan pun semakin gencar dilakukan oleh pribumi. Sadar akan posisi yang semakin terjepit membuat Jepang akhirnya mengumumkan bahwa Indonesia diperbolehkan merdeka pada 7 September 1944.
Kelebihan Buku
Buku ini sangat infoarmatif bagi pembaca, khususnya orang - orang yang hobi dengan sejarah. Poin yang dijelaskan juga merupakan poin penting yang ringkas dan mudah dicermati. Bahasa yang digunakan juga mudah dipahami serta istilah - istilah yang mungkin asing juga dijelaskan dengan baik pada kutipannya.
Kekurangan Buku
Buku ini memiliki isi yang ringkas, padat dan lengkap, jadi isinya berupa poin penting. Bagi pembaca yang ingin mengetahui secara lebih rinci mungkin akan merasa kurang dengan cakupan isi yang terdapat pada buku ini.
Nama Penulis : Rahmil Husna
Nim           : 1905125104
Mata Kuliah   : Historiografi
Dosen         : Piki Setri Pernantah, M.Pd
Universitas   : Universitas Negeri Riau
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H