Mohon tunggu...
Rahmi Ikrima Sari
Rahmi Ikrima Sari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pribadi

Sedikit pemikiran yang ternarasikan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Korban Sriwijaya Vs Jurnalis Indonesia

16 April 2021   16:18 Diperbarui: 16 April 2021   16:37 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Rahmi Ikrima Sari
(Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta)

Pesawat Sriwijaya Air dengan nomor penerbangan SJ-182 rute perjalanan Jakarta-Pontianak dikabarkan jatuh pada 9 Januari 2021 pukul 14.40 WIB dekat Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.

Pada awalnya pesawat ini dikatakan hilang kontak oleh pihak penerbangan, namun ternyata setelah ditelusuri terlihat jatuh disekitaran laut Kepulauan Seribu. Pesawat ini dikemudikan oleh awak kapal yang berjumlah 6 orang kru aktif, 6 kru tambahan, 40 penumpang dewasa, 7 anak-anak dan 3 bayi.

Kejadian ini mendapat banyak sorotan oleh para wartawan media serta menjadi bahan pembicaraan yang terdengar hampir di seluruh Indonesia. Pasal nya karena sudah jarang sekali ditemukan kecelakaan melalui udara dalam beberapa tahun terakhir ini. Beberapa pihak media pun banyak yang mengincar kejadian ini sebagai topik utama dalam penyebaran berita, mulai dari menerjunkan langsung beberapa wartawan untuk meliput di lokasi kejadian, mewawancarai narasumber yang terdekat, termasuk otoritas penerbangan dan yang paling utama adalah keluarga korban.

Namun menurut Manan, Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI), dalam tahap proses peliputan dan pemberitaan ini dikabarkan banyak para jurnalis yang melanggar dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Dalam pasal 2 KEJ dikatakan, "Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik". Salah satu bentuk dari sikap profesional itu adalah menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara.

Namun dilihat dari beberapa pemberitaan yang beredar di media ada Jurnalis yang menampakkan hal yang tidak sesuai dengan yang termaktum dalam KEJ. Ada jurnalis yang mencecar dengan pertanyaan 'bagaimana perasaan Anda', 'Apa Anda punya firasat sebelumnya' dan lain-lain. Kepada seseorang yang keluarganya menjadi korban kecelakaan. Dalam hal ini menghormati pengalaman traumatis narasumber adalah impementasi dari prinsip minimizing harm atau meminimalkan kerusakan yang ditimbulkan oleh dampak kerja jurnalistik.

Sebagai seorang jurnalis yang sudah pasti berkecimpung dalam dunia media sudah selayaknya menghormati pengalaman traumatik keluarga korban, dengan tidak mengajukan pertanyaan yang mampu menambah keluarga tambah trauma. Jurnalis pun harus dengan tegas menghormati serta tidak memaksa keluarga korban yang mungkin sedang tidak bersedia diwawancara atau menunjukkan sikap enggan digali informasinya.

Tugas jurnalis memang mencari informasi, namun hendaknya juga memperhatikan hak narasumber untuk dihormati perasaan traumatik atau sikap enggannya.

Dengan begini banyak kecaman serta tindakan tidak setuju atas perlakuan jurnalis terhadap keluarga korban terkait kejadian pesawat Sriwijaya tempo lalu. Perlu juga diperhatikan bagaimana perasaan serta keadaan saat itu setelah terjadinya kejadian ini sehingga tidak menjadikan keluarga korban semakin traumatik atas kejadian ini. Jurnalis yang hebat yaitu yang bisa profesional dalam bekerja dan bersimpatik dalam berkehidupan sosial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun