Mohon tunggu...
Rahmi Anjani
Rahmi Anjani Mohon Tunggu... -

Lahir di Banyuwangi tahun 1995 bercita cita ingin menjadi orang sukses dan membanggakan orang tua yang tersayang.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

urbanisasi dan populasi

30 November 2014   23:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:25 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masalah Pemicu Urbanisasi

Indonesia merupakan Negara berkembang, salah satu faktor terjadinya urbanisasi ialah dikarenakan masalah ekonomi. Dengan alasan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. Masyarakat melakukan perpindahan dari satu daerah ke daerah lain lain yang mampu dianggap menyediakan sumber-sumber perekonomian yang baik.

Kejadian ini biasanya dilakukan oleh masyarakat pedesaan yang melakukan migrasi ke perkotaan. Khususnya perkotaan yang dalam bayangan mereka beranggapan bahwa di kota mereka akan mendapatkan perekonomian yang stabil. Dan menyediakan lapangan pekerjaan yang luas dan beraneka ragam.

Dalam anggapan mereka tidak keliru, karena di kota besar memang menyediakan lapangan pekerjaan yang banyak dan beragam. Namun akan menjadi keliru jika mereka masih menganggap mudah untuk mengakses ragam pekerjaan yang disediakan oleh kota-kota besar, terlebih lagi pekerjaan yang membutuhkan keahlian khusus. Tentu saja mereka tidak akan mempertimbangkan hal ini, dan pada akhirnya merekapun melakukan migrasi besar-besaran dengan hanya bermodakan “nekat”. Tidak ada modal keahlian maupun modal finansial yang mereka miliki sebagai langkah untuk bertahan di perkotaan dengan kehidupan yang serba modern, heterogen dan individualistis.

Di dalam pasal 27 ayat 2 menegaskan bahwasannya urbanisasi memang bukanlah termasuk tindakan yang melanggar aturan merujuk bahwa Indonesia adalah Negara kesatuan yang membebaskan persebaran warganya. Karena itu adalah hak setiap warga negaranya untuk mencari penghidupan yang layak dimanapun tempatnya.

Dalam hal ini menimbulkan ledakan penduduk yang menimbulkan banyak permasalahan sosial., ekonomi, kesehatan, tata ruang dan permasalahn-permasalahan lainnya yang muncul seiiring maraknya urbanisasi masyarakat desa dengan latar belakang sosio-kultural yang berbeda-beda.

Contoh di Indonesia yang menjadi bayangan setiap warga Negara untuk hidup yang layak ialah Jakarta, dimana tingkat urbanisasi begitu besar dalam setiap tahunnya, dan berakhir kepada tingkat kepadatan penduduk yang begitu tinggi. Di dalam kondisi ini tentunya menimbulkan banyak permasalahan perkotaan yang begitu sulit terpecahkan. Di antaranya yang sering banyak dibahas adalah persoalan transportasi yang menimbulkan kemacetan lalu-lintas kota, selain itu persoalan tingginya kriminalitas, permasalahan tata ruang, di mana banyak ditemui slum area (pemukiman kumuh), sampah yang menumpuk di kanal-kanal kota dan pada akhirnya menjadi pemicu banjir, dan masih banyak permasalahan-permasalahan lainnya. Para pendatang pada umumnya tidak membekalinya dengan keterampilan yang khusus pada dirinya, hanya bermodalkan nekat mereka hidup di kota kluntang klantung dan akhirnya menyebebkan kejahatan, seperti merampok, dan membuat kriminalitas lainnya.

Rumah-rumah berada di pinggiran sungai, sehingga mengakibatkan ketika musim hujan dan sungai meluap hal yang selalu ditimbulkan pada kota Jakarta ini adalah kebanjiran. Dengan kepadatan penduduk tinggi itu pula setiap orang membawa transportasi sendiri-sendiri dan mengakibatkan kemacetan, apalagi didukung dengan perusahaan-perusahaan motor kini semakin pesat. Dengan mempunyai uang 500 ribu bahwasannya sepeda motor sudah dapat dibeli.

Di dalam satu kepala keluarga saja biasanya mempunyai 3 buah sepeda motor yang mereka punya.

Nah, inilah adalah salah satu pemicu kemacetan yang terjadi di kota-kota besar.

Permasalahan yang muncul merupakan suatu kelebihan populasi yang disebabkan oleh urbanisasi yang tidak merata,

Penarik urbanisasi saat ini diperkuat oleh media-media komunikasi. Televisi khususnya. Media-media tersebut mencitrakan kota-kota besar seperti Jakarta sebagai pusat investasi ekonomi. Sebagai wilayah dengan pusat hiburan yang mampu memanjakan warganya. Hal ini tentunya membuat ras ingin tahu terhadap kota-kota besar tersebut. Dengan harapan dapat merubah kehidupan mereka. Khususnya dari aspek ekonomi.

Dengan demikianlah bukan hal yang sangat mengherankan jika masyarakat yang sudah tinggal di desa, khususnya yang berpenghasilan rendah, berbondong-bondong datang ke kota besar untuk mengadu nasib. Mereka yang berhasil tentu akan terangkat status ekonomi dan sekaligus status sosialnya, sebalikanya mereka yang tidak mampu bersaing akan semakin terpinggirkan dan terjebak dalam rimba megapolitan, sehingga menjadi sebuah anomi baru bagi kota.

Kesimpulannya ketika kita memang benar-benar ingin mengadu nasib salah satunya di kota besar. Dalam diri kita haruslah mempunyai keterampilan yang khusus dari diri kita, supaya, ketika kita sudah menginjakkan kaki disana. Kita tidak bingung mengarahkan kaki kita kemana kita akan melangkah dan bingung mencari pekerjaan. Sodorkan saja apa kelebihanmu, dan apa yang kamu bisa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun