"Iya, masih SMP, saya abis les, orang tua saya nggak bisa jemput saya, Bu." ucapku dengan tersenyum lagi untuk menyembunyikan wajah lelahku.
"Hati-hati kalau naik bus dek, sekarang banyak banget kasus pemerkosaan dek, pokoknya hati-hati ya." ucap sang Ibu yang bersiap untuk menaiki bus tujuannya.
Ibu tersebut menghilang dari pandanganku sebelum aku berkenalan dengannya. Hati-hati. Nasihat itu selalu diberikan kepadaku setiap mereka bertemu denganku.
Tidak terasa bus tujuanku datang. Ramai. Isi bus itu ramai sekali. Aku tidak tahu kenapa aku dikelilingi oleh laki-laki. Mereka terlihat mendekat kepadaku.
Takut. Aku takut sekali. Kata hati-hati menjadi sebuah kata terpenting di kepalaku saat ini. Aku berdoa kepada Allah untuk meminta pertolongan.
"Dek, maju sini, gapapa, maju aja, mas-mas misi dulu, ini mau lewat," ucap seorang pemuda yang menjadi pentara penolongku malam itu. Wajahku yang pucat menjadi segar kembali dan bisa bernafas dengan teratur.
"Makasih mas, makasih." Lega. Akhirnya aku bisa bebas dari ruangan sempit itu. Aku melihat sekeliling jalanan dari kaca yang telah berembun di dalam bus. Berisiknya malam masih memenuhi indra pendengaranku. Malam itu, aku melihat begitu banyak tulang punggung keluarga yang berusaha untuk hidup di tengah hiruk piruk kota Jakarta ini.
Malam ini juga menjadi panjang karena aku berusaha untuk mengamati segalanya. Hati-hati menjadi kalimat favoritku untuk menaiki angkutan umum. Hati-hati juga menjadi kata penutup dari cerita ini.
PS: cerita ini fiktif belaka. Tidak ada tujuan untuk memojokkan pihak manapun.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H