"Please, no no, don't urge me to take a train. Your train is not good enough," tutur Jason, seorang traveler asal Jerman. Kami berkenalan dua minggu lalu di sebuah hostel di Kazakhstan dan ia menanyakan rute terbaik untuk menuju Yogyakarta dari Jakarta. Saya, yang doyan naik kereta api ke mana-mana, tentunya menyarankan naik kereta api saja ketimbang naik bus atau pesawat.
Jason, yang katanya pernah naik kereta dari Surabaya ke Jakarta 10 tahun lalu, mengaku kapok naik kereta di Indonesia. Katanya, selain gerbongnya tak terawat dan cenderung kotor, jadwalnya suka molor. Ia lantas membandingkan dengan kereta Indonesia dengan kereta di Jerman dan negara Eropa lainnya.
Traveler yang sudah bertualang ke banyak negara ini rupanya kurang update dengan kondisi kereta api terkini di Indonesia. Padahal kereta api Indonesia kini sudah banyak berubah dengan banyak inovasi-inovasi baru. Selain jadwalnya yang makin ontime, pelayanan yang makin paripurna, banyak juga kereta-kereta dan gerbong baru. Ada Kereta Panoramic, Kompartemen dan Ekonomi New Generation.
Tapi jujur, ya, walaupun doyan naik kereta, saya belum pernah naik ketiga kereta terbaru itu. Saya hanya pernah menjajal kereta eksekutif dan ekonomi. Untunglah kemarin, bersama Travelling KAI dan Kompasiana, saya diajak jalan-jalan ke Cirebon sambil mencoba beberapa kereta baru milik KAI.
Nostalgia di Ekonomi New Generation Balai Yasa
Masuk ke gerbong ekonomi membuat saya teringat dengan masa silam. Dulu waktu masih usia 20-an, saya dan kawan-kawan kerap menggunakan kereta ekonomi untuk travelling murah meriah ke beberapa kota di Indonesia.
Kereta ekonomi yang kami naiki itu kereta yang seat-nya keras dan tegak 90 derajat, serta tak ada handrail---pembatas dengan penumpang sebelah. Selepas naik kereta, apalagi yang lebih dari 12 jam, punggung kami pegalnya bukan main.
Ditambah lagi, kursinya fix, tak bisa diputar menghadap arah jalan kereta. Alhasil kalau salah pilih nomor seat, sepanjang perjalanan kami harus duduk mundur yang kadang membuat kepala kami pusing tujuh keliling.
Tapi sejak 2023 kemarin, ada kereta Ekonomi New Generation New Generation Balai Yasa. Saya sempat mencobanya kemarin di setengah perjalanan menuju Cirebon. Dibanding kereta ekonomi yang dulu saya sering naiki, yang ini sangat-sangat-sangat jauh berbeda.
Interiornya didesain dengan baik dan modern, beda jauh dengan yang dulu yang hanya polos dan warnanya kecoklatan. Mirip dengan kereta eksekutif kalau menurut saya. Apalagi ada aksen kayu di bagian jendela dan lighting di plafonnya. Keren, sih.
Yang paling penting, kursinya sekarang nyaman, empuk, dan bisa di-reclining. Plus, kursinya bisa diputar searah dengan arah kereta. Tak perlu panggil petugas untuk memutarnya, saya coba memutarnya sendiri dan bisa!
Kereta ini juga dilengkapi dengan dua stop kontak, gantungan mantel (atau tas ya), dan meja kecil yang sayangnya hanya cukup untuk meletakkan minuman. Kekurangannya, menurut saya, tak ada meja lipat untuk meletakkan makanan.
FYI, KA New Generation ini adalah hasil modifikasi dari Balai Yasa Manggarai. Dan saat ini terdapat 12 kereta generasi 1 dan 60 kereta generasi kedua yang juga mulai dioperasikan pada tahun 2024. Ada 9 rute yang sudah menggunakan rute ini, salah satunya adalah KA Jayabaya (Pasar Senen-Malang).
Selain KA New Generation hasil modifikasi dari Balai Yasa Manggarai, KAI juga mengoperasikan KA Stainless Steel New Generation pengadaan baru dari INKA.
Menikmati Malam di Kereta Panoramic
Jujur, ketika diajak mencoba kereta Panoramic di setengah perjalan pulang dari Cirebon-Jakarta, saya girang. Bukan apa-apa, saya akhirnya bisa mengatakan ke teman-teman Malaysia saya kalau saya sudah pernah mencobanya.
Ya, sering sekali saya mendapat pertanyaan tentang kereta ini dari kawan-kawan negeri jiran itu, bahkan tiga bulan lalu ada yang minta tolong dibelikan tiket kereta ini. Usut punya usut, ternyata kereta ini begitu viral di sana dan banyak yang datang ke Indonesia hanya untuk menjajal kereta ini.
Sesuai namanya, kereta ini memang bertujuan agar kita yang di dalam kereta bisa menikmati pemandangan di luar sana. Makanya kacanya dibuat sangat lebar, bahkan di atas juga ada kaca yang dilengkapi dengan penutup untuk mencegah panas di siang hari. No worry soal panas, katanya kaca-kaca ini dirancang tahan benturan dan bisa mengurangi panas matahari.
Leg room kursi di Panoramic lumayan luas dibanding ekonomi, kaki saya bebas bergerak ke mana-mana. Dan kabar baiknya, kursi ini bisa diputar menghadap ke jendela. Jadi saya bisa menikmati pemandangan di luar dengan lebih leluasa.
Kereta Panoramic ini dilengkapi dengan fasilitas hiburan juga---jadi bisa nonton bareng atau karaokean bareng di sini. Seru banget kalau bisa karaokean bareng keluarga di sini. Ada juga pantry yang menyajikan minuman kopi, teh, coklat gratis selama perjalanan. Kekurangannya, menurut saya, stop kontaknya ada di bawah, jadi mesti punya kabel panjang untuk men-charge telepon genggam saya.
Saya pernah mencoba kereta jenis ini di Swiss beberapa tahun lalu. Kurang lebih sama feel-nya, hanya beda di pemandangan di luar saja. Sayangnya, saya kebagian mencoba Kereta Panoramic KAI ini ketika malam menjelang, sehingga saya tidak bisa melihat pemandangan di luar sana. Semoga saja selanjutnya saya bisa mencobanya di siang hari, ya.
Oya, kereta Panoramic ini biasanya menjadi satu rangkaian dengan kereta eksekutif. Saat ini ada 5 rute Kereta Panoramic yakni KA Argo Parahyangan Gambir -- Bandung , KA Papandayan Gambir -- Garut, KA Pangandaran Gambir -- Banjar, KA Argo Wilis Bandung - Surabaya Gubeng, dan KA Turangga Bandung -- Surabaya Gubeng.
Merasakan Kemewahan Kereta Suite Class Compartment
Kali pertama saya coba jenis kereta kompartemen adalah ketika saya travelling ke Uzbekistan tahun 2019 lalu. Saat itu saya naik kereta kompartemen yang berisi dua bed. Dari situlah saya membatin, kapan Indonesia punya kereta kompartemen seperti itu.
Ternyata, ada, lho! Walaupun bentuk kompartemennya berbeda dengan di luar---tanpa bed---tapi sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan orang-orang yang ingin luxury dan privasi lebih saat naik kereta.
Begitu masuk lorong kereta, sudah terasa ke-luxury-an kereta ini; desainnya simpel dan didominasi warna emas dan abu-abu. Di kanan-kiri lorong ada 16 kompartemen dengan pintu yang dilapisi kaca es sehingga orang yang di dalam tidak akan terlihat dari luar.
Saya mencoba kompartemen 3B di sisi kanan kereta. Tak lama setelah saya duduk, train attendant datang untuk menjelaskan semua fitur yang ada di kompartemen. Ia juga menawarkan handuk panas dan welcome drink berupa juice Rejuve. Nanti, di tengah perjalanan, ia juga akan menawarkan selimut untuk tidur dan makanan utama. Kemarin, makanan yang disajikan berupa nasi kuning yang dilengkapi dengan berbagai lauk.
Satu kompartemen terdiri atas satu seat. Kursinya dapat di-reclining hingga sejajar dengan permukaan lantai, yang memungkinkan saya tidur-tiduran dengan posisi berbaring. Ada juga fitur lain seperti heater dan massage yang bisa diatur intensitasnya. Tapi kalau menurut saya, kurang nendang massage-nya, kurang terasa di punggung gitu.
Di sisi jendela ada TV kecil yang bisa memutar berbagai hiburan seperti film dan TV series. Ada Wifi juga, jadi bisa tetap terkoneksi jika terpaksa harus kerja selama perjalanan. Dan sepertinya banyak fitur lainnya yang belum saya eksplor seluruhnya. Saya keburu tidur, enak soalnya!
Oiya, sama seperti Panoramic, kursi di sini juga bisa diputar sesuai arah perjalanan kereta. Bisa juga diputar menghadap jendela, sehingga bisa menyaksikan pemandangan di luar dengan lebih leluasa.
Saat ini ada empat Kereta Suite Class Compartment yang dirangkai dengan kereta api Bima (rute Gambir - Surabaya Gubeng) dan KA Argo Semeru dengan rute Gambir - Surabaya Gubeng. Doa saya sih, semoga nantinya ada kompartemen yang terdiri dari dua seat atau lebih, sehingga bisa bareng-bareng teman atau keluarga.
Makan Enak di Gerbong Restorasi dan Loco Cafe
Satu lagi yang saya coba adalah makan di Gerbong Restorasi. Walaupun mendapat nasi boks dari panitia, saya tetap jajan di gerbong restorasi. Rasanya kurang afdol kalau naik kereta tapi nggak ke sini, seru aja makan sambil lihat pemandangan di luar sana.
Kali ini saya coba makan cuanki keju yang menurut orang-orang adalah menu favorit di sana. Cuankinya enak, tapi kuahnya terlalu creamy untuk saya. Lain kali saya akan pilih yang original sajalah atau somay lonjong, menu barunya yang entah kenapa kemarin saya tak coba.
Ternyata, gerbong restorasinya desainnya baru juga. Lebih clean, modern, dan mewah. Dilengkapi dengan ruang sholat kecil juga yang muat tiga hingga empat orang. Oke banget, nih, meski wudhunya tetap harus di kamar mandi, ya.
Selain mencoba makanan di gerbong restorasi, saya juga diajak ke Loco Cafe. Berbeda dengan Loco Cafe yang pernah saya lihat di Gambir, Loco Cafe di Cirebon ini lokasinya di luar stasiun. Katanya, dulunya ini bekas gudang milik PT KAI yang kemudian dialih fungsikan sebagai cafe.
FYI, di 14 Desember nanti akan ada empat lokasi Loco Cafe yang akan segera dibuka, yakni di KCIC Halim, Main Hall Gambir, Pasar Senen, dan Stasiun Purwokerto yang akan menyajikan makanan khas Indonesia kekinian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H