Sementara, pencemaran lingkungan dan botaknya hutan di Blok Mandiodo pasca terjadinya pengerukan nikel di sana membuat warga melakukan penolakan akibat tempat tinggalnya telah dirusak oleh para penambang. Pekerja Antam yang bekerja di area tambang sehari-harinya harus menghadapi risiko karena harus berhadapan dengan masalah hukum serta masyarakat lokal yang merasa terganggu akibat agresivitas perusahaan mereka. Pekerja berada di posisi yang rentan -- mereka tidak hanya mendapatkan tekanan dari direksi perusahaan dan holding untuk tetap bekerja demi mencapai target, dan dari masyarakat yang merasa dirugikan karena penambangan yang dilakukan selama ini tidak melibatkan pekerja dan pengusaha lokal.
Faktanya, ketegangan antara warga dengan pekerja di area tambang tidak hanya terjadi di Blok Mandiodo. Pola tekanan direksi holding MIND ID yang berujung pada permasalahan di anak perusahaan kerap kali terjadi. Desakan dan tekanan dari MIND ID kepada direksi perusahaan membuat manajemen PT Timah terpaksa melakukan kebijakan yang agresif dan kontroversial. Di tahun 2021, warga dan mahasiswa sempat melakukan aksi protes di kantor PT Timah. Mereka menyebutkan bahwa KIP dan Ponton Isap Produksi (PIP) di Teluk Kelabat Dalam yang dilakukan oleh PT Timah membuat tangkapan para nelayan di sana turun.
Selain itu, pada Juli 2022 lalu, sempat terjadi aksi unjuk rasa warga terhadap PT Antam di Kecamatan Pomalaa, Kolaka, Sulawesi Tenggara. Aksi tersebut terkait Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Antam yang terletak di Desa Tambea, Pomalaa. Selain untuk memprotes ketidakjelasan izin pertambangan, aksi juga dipicu oleh kurang maksimalnya penanganan lingkungan di desa tersebut. Warga memprotes bahwa pertambangan yang dilakukan PT Antam membuat sungai yang ada di sana sering meluap ketika hujan deras. Selain itu, warga menilai Antam kurang memberikan informasi dan komunikasi kepada pemerintah daerahnya.
PT Vale juga sempat mengalami hal yang sama. Ratusan massa organisasi masyarakat sempat melakukan unjuk rasa di depan kantor DPRD Kolaka sebagai upaya menuntut keseriusan PT Vale membangun pabrik pemurnian nikel di daerah itu pada Maret 2022. Masyarakat juga kembali melakukan demo terhadap PT Vale pada Oktober di tahun yang sama yang berakhir ricuh.
Bentrokan-bentrokan antara warga dengan pekerja anak usaha MIND ID menunjukkan seberapa rentannya posisi pekerja di lapangan. Tidak hanya rawan mengalami kecelakaan tambang yang bisa merenggut nyawa, mereka juga harus siap berbenturan dengan masyarakat yang kerap kali merasa dirugikan dengan kehadiran perusahaan mereka. Kerap kali ketika terjadi kecelakaan di area pertambangan, pihak yang pertama dimintai pertanggungjawaban adalah para pekerja ini.
Berbagai kejadian bentrokan dengan masyarakat, juga tekanan dari direksi MIND ID terhadap manajemen anak perusahaan menimbulkan kegusaran di antara para pekerja di bawah holding MIND ID. Sebagai sebuah strategic holding, MIND ID sebagai induk perusahaan sepantasnya hanya melaksanakan fungsi manajerial tanpa melakukan aktivitas operasi. Intervensi yang dilakukan MIND ID terhadap anak perusahaannya menyalahi aturan ini. Semua unit pada serikat pekerja ANTAM, PT Bukit Asam, dan PT Timah sampai mengirimkan surat kepada Kementerian BUMN untuk menyampaikan keresahan mereka terkait hal ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H