Apa yang membuat seseorang mematuhi aturan bahkan ketika tak ada yang mengawasi? Pertanyaan ini menjadi menarik ketika diterapkan pada Mahasiswa Tugas Belajar di Politeknik Keuangan Negara STAN. Di balik prestise dan manfaat yang dirasakan dengan kembali menjadi Mahasiswa Tugas Belajar (MTB) di Politeknik Keuangan Negara STAN, terselip tantangan yang sering kali diabaikan yaitu keharusan menyesuaikan diri dengan program pembangunan karakter yang diterapkan oleh PKN STAN dalam rangka mencipatakan mahasiswa yang unggul dalam bidang akademik dan pembangunan karakter. Tantangan muncul karena MTB telah memiliki pengalaman dan budaya sendiri di tempat kerjanya sebelum kembali ke PKN STAN. Bagaimana cara efektif untuk menumbuhkan kepatuhan MTB dalam program pembangunan karakter ini? Mari eksplorasi melalui sudut pandang ekonomi ala Gary S. Becker.
Program pembangunan karakter di PKN STAN sebagaimana telah diatur melalui Peraturan Direktur PKN STAN mencakup berbagai kegiatan antara lain upacara rutin, apel pagi, olahraga rutin, kegiatan rutin di Hari Jumat, dan sesi pengasuhan oleh dosen. Tujuan dari program ini adalah membentuk mahasiswa yang tidak hanya kompeten dalam bidang akademis, tetapi juga memiliki karakter yang dapat kembali menjadi teladan dalam melaksanakan pelayanan publik nantinya dengan menerapkan perilaku disiplin yang konsisten dan taat pada aturan yang berlaku.
Meskipun program pembangunan karakter dirancang dengan baik, masih terdapat mahasiswa tugas belajar yang melanggar. Salah satu penyebabnya adalah persepsi bahwa kegiatan pembangunan karakter hanya sebatas formalitas dan manfaat dari kegiatan tersebut tidak dapat dirasakan secara langsung. Misalnya, dalam pelaksanaan upacara rutin dan apel rutin, masih terdapat MTB yang memilih tidak hadir karena dirasa tidak ada kaitannya dengan pengembangan akademik. Waktu untuk upacara maupun apel tersebut bisa digunakan untuk belajar maupun untuk melaksanakan kegiatan lain yang manfaatnya dapat dirasakan langsung.
Gary S. Becker dalam teorinya mengenai probability of detection menjelaskan bahwa kepatuhan akan meningkat jika seseorang merasa bahwa kemungkinan besar pelanggaran yang dilakukan akan terdeteksi. Namun, dalam pelaksanaan upacara dan apel, jumlah antara pengawas dan yang diawasi tidak proporsional. Jumlah mahasiswa tugas belajar jauh lebih banyak dibanding petugas pengawas sehingga menyebabkan probability of detection tersebut rendah. Mahasiswa tugas belajar cenderung merasa bahwa ketidakhadirannya dalam kegiatan upacara maupun apel tidak akan diperhatikan oleh pengawas. Oleh karena itu, untuk meningkatkan probability of detection tanpa menambah jumlah pengawas, PKN STAN dapat mengadopsi sistem presensi digital seperti yang telah diterapkan oleh Kementerian Keuangan. Mahasiswa harus melakukan presensi dengan foto selfie di lokasi kegiatan secara real-time melalui aplikasi atau web yang hanya bisa diakses dengan password dan Face ID di ponsel masing-masing. Sistem ini mencatat waktu dan lokasi secara akurat dan terhubung langsung ke basis data kampus sehingga kehadiran mahasiswa dapat dijamin kebenarannya. Dengan adanya sistem presensi ini, celah bagi mahasiswa yang sebelumnya dapat menghindari kegiatan karena kurangnya pengawasan akan berkurang karena setiap pelanggaran akan langsung tercatat.
Selain itu, Becker juga menyebutkan faktor punishment atau hukuman juga berperan penting dalam membentuk kepatuhan. Becker menyatakan bahwa hukuman yang relevan dan cukup berat akan efektif memberikan efek jera. Saat ini, mahasiswa tugas belajar yang masih tidak patuh mungkin merasa bahwa hukuman atas ketidakpatuhan mereka tidak menimbulkan efek jera. Untuk itu, PKN STAN dapat menerapkan sanksi yang lebih tegas. Misalnya, penerapan akumulasi poin pelanggaran pada capaian batas tertentu akan dikenakan sanksi berupa pembatasan akses fasilitas kampus seperti akses lift di Gedung Nusantara. Tanpa akses lift, mereka harus menaiki tangga untuk mencapai ruang kelas di gedung yang terdiri dari 8 lantai untuk perkuliahan yang tentu saja menguras waktu dan tenaga. Hukuman ini relevan dan dapat dirasakan langsung karena berkaitan dengan rutinitas akademik sehari-hari sehingga mahasiswa lebih terdorong untuk menjaga kepatuhan agar tidak mengulangi ketidaknyamanan yang dirasakan.
Melalui penerapan konsep probability of detection dan punishment yang efektif, PKN STAN dapat menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pembangunan karakter yang diharapkan. Dengan demikian, kepatuhan terhadap program pembangunan karakter dapat tertanam sebagai budaya, bukan sekadar formalitas. Langkah-langkah ini diharapkan mampu mendorong mahasiswa tugas belajar untuk mematuhi aturan kampus dan menginternalisasi nilai-nilai yang ditanamkan dalam program pembangunan karakter, sehingga ketika mereka kembali ke dunia kerja, mereka tidak hanya berkompeten secara akademis, tetapi juga berintegritas tinggi dan siap menjadi teladan di lingkungan pelayanan publik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H