Mohon tunggu...
Rahmaty El-basqy
Rahmaty El-basqy Mohon Tunggu... -

Lampung

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

TAWARAN

27 Agustus 2014   23:27 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:21 1
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Pagi baru saja menyapa dunia yang hilang karena takdir. Diantara senyum makluknya,

“Zak! Jangan lupa sarapan!” Sapa Angreini lewat sms.

“Siapa Zak?” Tanya Doni, teman satu kosnya.

“Temanku” Jawab Zaki dengan muka malas.

“Eh! Lo ngga kerja? Zaki balik tanya sama Doni.

“Kerja! Agak siangan dikitlah!” Jawab Doni dengan wajah datar.

Dia bekerja di lembaga pemerintah. Dia termasuk pegawai yang suka telat, paling cepat jam 8 baru berangkat dari kos.

“Zak! Lo kan dah selesai kuliah, kenapa ngga nyari kerja saja. Katanya IPK mu tinggi!”

Zaki kembali tersenyum. Doni adalah sekian orang yang member sugesti kepadanya untuk segera mencari kerja.

“Di kantor ada lowongan kerja. Nulis di majalah bagian humas. Mau ngga?” Tanya Doni.

“coba nanti ku pikirkan!” Jawab Zaki dengan muka serius.

Doni dan Zaki berteman sudah 3 bulan. Tepatnya sejak Zaki di wisuda sebagai sarjana.

“Jangan terlalu lama mikir! Keburu di sambar orang. Di Jakarta itu yang di butuhkan agresifitas bukan kepandaian” Ujar Zaki mensehati.

Zaki diam seribu bahasa. Dia kemudian merapikan buku yang berserakan di lantai kamar kosan. Buku politik, ekonomi, sosial dan budaya terlihat lusuh dan penuh coretan. Di dinding terlihat jendela yang baru di buka dan disebelahnya terpampang foto saat Zaki masih SMA.

Doni yang awalnya datang ke kamar Zaki untuk buat kopi mengurungkan niatnya karena waktu sudah menunjukan pukul 09.00.

“Kok ngga jadi ngopi?” Tanya Zaki heran melihat Doni keluar lagi.

‘Ngga ah! Sudah siang” Jawab Doni setengah lari.

Zaki tertawa lepas melihat kebiasaan temannya yang senang bangun siang dan suka bingung dengan tujuannya.

Saat sedang merapikan kamar, hpnya bordering.

“hari ini ada acara apa ngga?” Tanya Anggreini lewat sms yang kedua.

Dia kemudian membalasnya.

“Ngga ada. Ada apa?” Balas Zaki.

Dia kemudian melanjutkan aktifitasnya.

“Nanti ketemu ya. Jam 8 malam di tempat biasa!” sms Anggreini kembali datang.

“Oke!” Balas Zaki langsung.

Zaki kemudian mematikan hpnya. Dia melanjutkan aktifitasnya kembali.

*******

Waktu sudah menunjukan pukul 10 siang. Anggreini baru saja memimpin rapat tentang proyek acara yang diadakan salah satu lembaga pemerintah di bidang promosi pariwisata. Program ini untuk menyukseskan program Indonesia visit 2014. Dia sebagai manager produksi dan inovasi di beri tanggung jawab untuk melaksanakan acara tersebut.

Di lobi yang terletak di lantai satu terpampang nama perusahaan dan beberapa poto pegawai dengan ukuran 10 R. di ujung sebelah kana nada 2 pegawai resepsionis yang melayani tamu.

“Gimana dengan konsep dari Her?” Tanya Anggreini di lobi kantor sambil menikmati teh; mereka sengaja istirahat karena penat setelah rapat sejak pagi.

“Bagus! Pada prinsipnya aku sangat respek dengan yang di presentasikan Melina dkk. Kegiatan ini masih lama dan tim bisa menyiapkan dengan baik. apalagi dengan konsep humanis, dia ingin melibatkan unsur pemudan dan elemen bangsa ini membuatnya program ini pasti beda dengan yang lain” Jawab Herman dengan detail.

Anggreini tersenyum senang mendengar sahabat sekaligus patner kerjanya pada event ini. Artinya tidak hanya dirinya yang sepakat dengan ide anak buahnya.

“Eh Mel lagi sibuk ya?” Tanya Anggreini saat melihat Melina jalan di depan mereka.

“Ngga mba! Mau nyelesaikan konsep detail sesuai dengan hasil rapat tadi” Jawab Anggreini dengan sopan. Maklum, Anggreini adalah senior dan atasan di kantor.

“Istirahat dulu Mel. Masih banyak waktu kok” Kata Herman member nasehat.

Anggreini tersenyum mendengar saran Herman.

“Iya mas! Makasih. Mumpung on dan masih ingat dengan detail sesuai dengan masukan mba Anggreini” Jawab Melina dengan senyum manis.

“ Oh yang sudah. Semangat ya!” Ucap Anggreni tersenyum.

“Makasih mba! Melina izin dulu” Pamit Malina dengan senyum yang simpati

Anggreni dan Herman tersenyum senang melihat semangat anak buahnya. Mereka yakin, even ini akan berhasil dan sukses besar.(Bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun