Mohon tunggu...
Humaniora Artikel Utama

Untung Ada Bahasa Indonesia

1 Desember 2015   13:46 Diperbarui: 2 Desember 2015   03:21 1145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia merupakan negara yang kaya akan adat dan budaya. Berbagai suku bangsa tumpah ruah dalam lingkup negara indonesia. Berbicara soal budaya, suku, dan bangsa, tentunya tak lepas dari bahasa. Beda suku bisa jadi beda bahasa, seperti suku Sunda yang menggunakan bahasa sunda, ada suku Jawa berbahasa jawa, suku Ambon berbahasa ambon, dan masih banyak lagi.

Dalam berkomunikasi antar budaya Indonesia, bahasa persatuan negara Indonesia yaitu “Bahasa Indonesia” menjadi bahasa yang bisa dikatakan penengah, komunikasi antar budaya yang tidak saling mengerti bahasa suku lain bisa terselamatkan oleh Bahasa Indonesia.

Bisa dibayangkan bila saja dua orang beda bahasa, berkomunikasi dengan bahasa daerah masing-masing tanpa saling mengerti, pasti terjadi kebingungan antara keduanya. Dalam hal inilah Bahasa Indonesia datang sebagai penyelamat bagi dua orang beda bahasa tersebut.

                  Karena bisa saja kata yang sama memiliki arti berbeda pada tiap daerah, seperti gambar diatas, cokot yang dalam bahasa sunda yang berarti ambil, dalam bahasa jawa berarti gigit. Bila hal tersebut tidak ditengahi oleh bahasa indonesia, maka bukan tidak mungkin orang jawa akan menggigit sendal seperti yang dikatakan orang sunda.

Indonesia merupakan pulau yang luas, bahasanya sendiri tercatat mencapai angka yang kurang lebih ratusan. Bisa dibayangkan bagaimana sulitnya menjalin komunikasi antar suku bila tidak ada Bahasa Indonesia. Meskupin begitu, tidak semua warga negara Indonesia bisa berbahasa Indonesia, seperti kaum-kaum lansia yang memang hidup pasa zaman dahulu dimana belum ada pendidikan.

Bukan hanya tidak bisa baca tulis, berbicara Bahasa Indonesia pun mereka belum tentu bisa. Rata-rata hal ini terjadi di wilayah pedesaan, dimana angka pendidikan pada zaman dulu memang bisa dibilang rendah. Seperti contohnya nenek saya sendiri. Beliau hanya bisa berbahasa jawa, karena tidak pernah mengenyam bangku pendidikan. Tetangga yang seusia dengan nenek saya pun seperti itu, hanya menguasai satu bahasa, yaitu bahasa daerah dimana mereka tinggal.

Semakin berkembangnya zaman, bahasa pun juga semakin berkembang. Banyak muncul istilah-istilah baru di kalangan anak muda. Entah dari budaya adopsi bahasa lain, dari media massa seperti sinetron misalnya, atau dari mana saja. Tidak bisa dipungkiri bahwa belakangan ini perkembangan atau biasa dikatakan pertambahan istilah-istilah bahasa semakin banyak dan semakin kreatif saja. Saya pun juga termasuk yang terkadang juga menggunakan bahasa kreatif tersebut saat berkomunikasi antar teman. Tanpa perlu saya sebutkan pasti sudah pada tau kan?

Bahkan sekarang ini, anak-anak kecil di daerah saya saja sudah banyak yang dilatih berbahasa Indonesia oleh orang tua mereka sejak dini, gunanya adalah untuk mempersiapkan pribadi anak agar tidak kaget dan bingung ketika mereka mulai masuk bangku sekolah, karna mayoritas sistem belajar menggunakan bahasa Indonesia.

Sebagian orang mungkin menganggap hal itu merupakan semacam “gaya-gayaan” padahal sebenarnya tidak, justru hal itu penting untuk diajarkan. Tentu disertai dengan mengajarkan bahasa daerah juga, agar keduanya berjalan seimbang. Selain untuk melatih mereka sejak dini, menurut saya hal itu juga bisa membantu memudahkan pekerjaan para guru di daerah yang memang mayoritas tidak berbahasa Indonesia.

Selain Bahasa Indonesia, bahasa daerah juga tidak kalah penting tentunya. Jelas saja karena itu merupakan warisan budaya yang harus tetap dilestarikan. Maka, kita wajib bersyukur atas kehadiran orang-orang seperti nenek saya. Kita bisa belajar bahasa daerah lebih dalam lagi kepada mereka, dan mungkin mereka bisa belajar Bahasa Indonesia dari kita. Hidup Nenek!!!

Ada lagi yang juga penting, yaitu belajar bahasa internasional, Bahasa Inggris misalnya. Karena di zaman yang serba modern ini, kita dituntut untuk bisa berkomunikasi lebih dari satu bahasa. Jika kita pergi ke luar negeri sendiri, kita tidak mungkin kan bertanya pada bule dengan Bahasa Indonesia? Kecuali bulenya pernah tinggal bertahun-tahun di Jogja. Atau mungkin saja pada saat ada seorang turis yang mengajak bicara, jika tidak mengerti sama sekali, apa yang harus dilakukan selain manggut-manggut dan geleng-geleng.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun