Hati merupakan sisi kehadiran yang disebut realitas tanpa nama, Â sebab hati hanya bisa dipahami oleh hati. Dan hati paling dekat dengan sisi kualitas jiwa perempuan. Mengenai hati, untuk memulainya dari karakteristik jiwa adalah (argument) dalam argument tersebut terbagi menjadi tiga yaitu: Â wajib, mungkin dan gerak.
Argument yang paling kuat dalam diri perempuan ialah argument wajib (kepastian). Dari  kepastian ini diturunkan iman (bukti). Ketika bukti telah menjadi nyata, maka kepastian dari hati perempuan menjadi aktual (argument wajib).
Namun argumen kemungkinan belumlah terbukti, karena masih bersifat potensial. Dari hal ini, maka  perempuan melihat dari sisi hasil yang objektif dan  bukan prosesnya, melainkan hasil dari proses itu (pembuktian).
Seperti penjelasan  di atas bahwa argumen perempuan itu argumen wajib (bukti) inilah yang tertanam di dalam jiwa perempuan, karena pembuktian itu bisa menenangkan hati perempuan. Wajib (pembuktian) inilah yang menghadirkan cinta dan kekuatan perempuan.
Ada satu model argumen yang tidak bisa dikatakan wajib atau mungkin, akan tetapi ia bergerak. Pada hal-hal tertentu bisa meyakinkan dan hal tertentu belum meyakinkan, jadi argumen gerak ini, ada dalam diri perempuan yang wajib, tapi ada juga yang masih dipermukaan.
Ini-lah realisme jiwa, hal yang demikian ada dua persoalan yang muncul,Â
filsafat kita bahwa jangan lihat siapa yang mengatakan  tapi lihat apa yang dikatakan. Tapi dalam jiwa perempuan ia peduli siapa subjek yang mengatakan dan apa yang dikatakan (siapanya).
Karakteristik hati, bukan melihat premis seperti argumentPremis jiwa perempuan bukan hanya apa yang dikatakan, tapi juga siapa subjek itu, atau siapa yang meyakinkan hatinya maka hati perempuan itu akan melekat pada diri subjek yang memberi bukti (yakin) pada diri perempuan.
Dalam teori gerak subtansial ada subtansi dan aksiden, maka apa substansi yang ingin dicapai oleh hati? hati juga mencari hal yang substansial karena ia ingin mengikat sebagai bukti.
Mari kita uraikan persoalan ini, hati dalam kaitannya tidaklah stabil
 Kestabilan hati itu iman (bukti), ia hati (subjektif) karena bagaimana realitas itu menemukan subjektifnya (pembawanya). Jadi, antara realitas dan penyandangnya tidak terpisah,  karena hati ingin mengikat.
Beda dengan akal karena ia objektif, tidak memilih objektif yang ia tuntut, jika hati ia memilih (subjektifikasi). Â Jadi mustahil ada dua cinta dalam satu hati. Oleh karena itu, subtansi yang ingin ia (hati ) capai adalah esensinya.