Mohon tunggu...
Rahmatullah Usman
Rahmatullah Usman Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengajar Di Jakfi Nusantara

Membacalah dan Menulis, engkau akan menemukan diriMu

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Subjek, Indentitas, dan Psikologi Perempuan

26 Mei 2024   19:07 Diperbarui: 26 Mei 2024   19:18 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Refinery29 Australia 

n
Perdebatan soal subjektivitas dan identitas menjadi isu yang paling hangat dalam kajian budaya [1] melalui hal ini, menjadi terobosan baru untuk mempertanyakan lagi mengenai subjek (diri) yang dianggap  telah mapan oleh warisan Cartesian. 

Sebagaimana dalam proses reduksionis Cartesian yang telah mengukuhkan subjek sebagai ukuran dari segala sesuatu, yang menjadi karakteristik model pemikiran di abad modern [2]. Nyatanya,  hal itu tidak menjadi mutlak dalam perkembangan pemikiran selanjutnya. Subjek yang diunggulkan, ternyata menjadi bahan perdebatan dikalangan pengkaji filsafat dan bahasa yang berimplikasi  pada kajian psikologi.

Perdebatan tersebut menjadi ranah ciri khas dalam kajian budaya, sebagai konsep subjek dan identitas menjadi perebutan wacana feminisme dan sebagian yang lain dalam filsafat dan bahasa. Perebutan wacana tersebut, sebagai  upaya kembali untuk melihat apakah subjek dan identitas merupakan produk kebudayaan yang menjadi esensial bagi diri, atau kah hanya sebagai produk budaya yang non-esensialis.

Dari perdebatan tersebut, ternyata berimplikasi pada perdebatan sex/jenis kelamin dan gender dipertanyakan ulang. Apakah jenis kelamin sebagai subjek laki-laki dan perempuan merupakan hal yang esensial, sebab dari subjek jenis kelamin tersebut yang merupakan konsekuensi  identitas laki-laki dan perempuan sehingga kita mengatakan ada perbedaan diantara keduanya. Mengenai hal ini, munculah anggapan bahwa jenis kelamin merupakan yang esensial bagi laki-laki dan perempuan, dan itu bukan lah hasil dari konstruksi sosial. Sementara mengenai gender, merupakan produk konstruksi sosial.

Dilain sisi, respons yang diberikan adalah bahwa, jenis kelamin merupakan konsturksi sosial, ia bukanlah yang inheren atau esensial bagi laki-laki dan perempuan. Jenis kelamin merupakan produk kultural yang sama dengan gender, yakni konstruksi. Ini lah yang menjadi perdebatan kembali dalam studi kajian budaya. Upaya kembali untuk melihat subjek dan identitas, dan tanpa ketinggalan menarik kajian psikologi dalam pergumulan perdebatan itu dalam kajian budaya.  Psikologi sebagai salah satu analisis mereka terhadap perilaku subjek jenis kelamin laki-laki dan perempuan, termaksud implikasinya terhadap gender.

Memang subjek dan indentitas sangat terkait dan hampir tidak bisa dipisahkan, meski keduanya tidak bisa dipisahkan namun, perbedaan itu bisa dipahami dalam wilayah pengetahuan manusia. subjek merujuk pada kondisi keberadaan seseorang, sebagai subjek yang kita alami dan demikianlah kita dibentuk menjadi subjek [4]. Sebagai seorang agen subjek, kita patuh pada proses-proses sosial  yang menjadi "subjek bagi" diri kita maupun orang lain. Oleh karena itu, konsep yang kita pengang bagi diri kita bisa disebut identitas diri, sementara harapan dan pendapat orang lain membentuk indentitas sosial kita [5].

A.I. Subjek, Identitas Antara Pasti Dan Tidak Pasti

Subjek dan identitas dipahami merupakan produk budaya yang bersifat tidak pasti, ketidakpastian tersebut tentu dilandasi dengan konstruksi sosial-kultural dimana individu dan masyarakat itu bertempat tinggal. Barker berpendapat bahwa arti menjadi seseorang "sepenuhnya" bersifat sosial dan kultural. Kerenanya, identitas sepenuhnya merupakan produk sosial dan tidak dapat mengada [exist) diluar representasi kultural dan akulturasi [6]. Dengan begitu, produk budaya yang merupakan unsur yang paling utama dalam membentuk subjek dan identitas. Sehingga sepenuhnya diri kita adalah sesuatu yang terberi oleh produk sosial-kultural.

Ini yang kemudian membangkitkan perdebatan antara esensialis dan antiesensialis perihal subjektivitas dan identitas[7]. Dalam perdebatan tersebut, gagasan yang mengkalim identitas sebagai hal yang inti pada diri dan bersifat universal dan kekal yang dimiliki oleh diri kita. Gagasan ini, merupakan pengakuan esensial indentitas diri kita oleh kuam esensialisme. "Esensialisme seperti ini beranggapan bahwa gambaran-gambaran perihal diri kita mencerminkan identitas mendasar yang esensial. Esensialisme berarti ada esensi tetap dari feminitas, maskulinitas, orang asia, remaja, dan semua kategori sosial lain", tutur Barker. [8].

Esensialisme mengindikasikan bahwa subjektivitas dan identitas merupakan hal yang nyata dan mutlak bagi diri kita. Sehingga identitas lah yang kemudian menjadi ciri khas suatu budaya, individu, jenis kelamin, dan bangsa yang memiliki perbedaan dan keberagaman. Namun, gugatan tersebut muncul oleh kaum antiesensialisme, dengan gagasan yang jauh berbeda dan sangat bertentangan dengan esensialisme. Mereka, antiesensialisme menggugat klaim esensialisme di atas, mengenai subjektivitas dan identitas yang merupakan hal yang inti dan kekal bagi diri kita. Sebaliknya mereka antiesensialisme, berpendapat bahwa indentitas merupakan bentukan dari kultural.

Artinya, identitas bukanlah hal yang inti, nyata, dan kekal. Identitas merupakan produk kultural yang dimana kita menetap. Sehingga indentitas merupakan hal yang tidak pasti, bisa berubah-ubah dan bahkan bertukar. Artinya, identitas tidak mutlak, kekal dan bukan esensi bagi diri kita. Barker menyatakan:[9] "Bahwa indntitas bersifat sepenuhnya kultural, khas masing-masing zaman dan tempat. Hal ini berarti bentuk-bentuk identitas bisa ditukar-tukar dan terkait dengan keadaan (kongjungtur) sosial dan kultural tertentu".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun