Merupakan suatu keharusan bagi pejabat negara terutama bagi Presiden RI untuk menempati Istana yang telah disediakan oleh negara sebagai tempat memperingati hari besar nasional, kegiatan-kegiatan resmi negara, pertemuan formal, administrasi bahkan sebagai tempat kediaman.
Istana Merdeka maupun Istana Negara yang berada dalam satu kompleks dan terletak di Jakarta mungkin sudah tidak asing bagi kita. Istana tersebut sering kali muncul di layar TV atau di media lainnya, untuk memperingati hari besar nasional, atau diadakannya pertemuan-pertemuan resmi yang saat ini bisa dikunjungi oleh siapapun.
Tapi banyak diantara kita yang belum tahu bahwa Istana Kepresidenan ternyata ada enam. Salah satu diantaranya adalah Istana Tampaksiring Bali.
Istana ini terletak di Desa Tampaksiring, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Bali. Istana Tampaksiring ini berada di sebuah kompleks pura, permandian yang indah, dan juga berlokasi di atas perbukitan yang tentunya memiliki hawa yang sejuk.
Istana Tampaksiring ini juga merupakan satu-satunya Istana yang dibangun setelah Kemerdekaan Indonesia. Presiden Soekarno lah yang memprakarsai berdirinya Istana ini yang menginginkan adanya tempat peristirahatan bagi presiden  dan keluarga maupun tamu-tamu negara.
Yang menjadi arsitek dari pembagunan Istana tersebut adalah R.M Soedarsono. Awal kontruksi bangunan ini dimulai pada tahun 1957 dan selesai tahun 1963.
Ada lima bangunan resmi yang berdiri di atas tanah seluas 19 hektar tersebut. Ada dua bangunan utama yaitu Wisma Negara dan Wisma Merdeka yang berfungsi sebagai tempat kediaman presiden beserta keluarga dan tempat menerima tamu-tamu negara maupun acara formal lainnya.
Kedua wisma ini berdiri pada bukit yang berbeda alias berseberangan yang dipisahkan celah bukit sedalam 15 meter dan dihubungkan oleh jembatan sepanjang 40 meter  dan lebar 1,5 meter dengan ketinggian 20 meter. Jembatan ini bernama "Jembatan Persahabatan".
Kemudian ada juga tiga gedung utama lainnya yaitu Wisma Yudhistira yang terletak di tengah kompleks Istana yang berfungsi sebagai tempat peristirahatan para menteri maupun para pejabat negara yang sedang berkunjung ke Istana Tampaksiring. Lalu ada juga Wisma Bima yang berfungsi sebagai tempat peristirahatan para pengawal maupun pelayan presiden. Dan terakhir ada Balai Wantilan yang berfungsi sebagai tempat kesenian.
Selain kelima bangunan resmi tersebut ada juga bangunan penunjang lainnya seperti pendopo, perpustakaan, paviliun, dapur, gedung perkantoran, Gedung Istura, Â garase, dan Gedung Konferensi.
Memang tampak sekilas tidak seperti Istana-Istana kepresidenan yang lain dengan bangunan yang megah, terdapat pilar-pilar besar, lampu kristal dan sebagainya. Karena tujuan awalnya memang dibangun sebagai wisma-wisma peristirahatan dan pertemuan fungsional yang sederhana. Sekaligus jauh dari keramaian seperti yang diinginkan oleh Presiden Soekarno, yang biasa menuangkan pemikiran maupun pidato-pidatonya di Istana tersebut.
Tapi istana ini memiliki keunikan tersendiri yang tampak dari arsitektur benuansa Bali, ukiran timbul dan berlubang, atap yang terbuat dari sirap dan tentunya dengan taman-taman asri dengan hamparan rumput hijau beserta pohon-pohon besar dan tua.
Sejarah Tampaksiring
Istana Tampaksiring diambil dari nama lokasi istana tersebut berada. Nama Tampaksiring berasal dari dua buah kata bahasa Bali, yaitu "Tampak" dan "Siring" yang memiliki makna Telapak dan Miring.
Dikisahkan dari sebuah legenda yang tertulis di daun lontar usana Bali yang nama ini diambil dari bekas tapak kaki seorang raja yang bernama Mayadenawa. Raja ini bersifat angkara murka namun pandai dan sakti, yang menyuruh rakyatnya menyembah dia bak seperti dewa. Akibat dari tabiatnya itu, Batara Indra murka sehingga mengirimkan bala tentaranya. Raja Mayadenawa akhirnya masuk ke hutan, dan agar tidak diketahui jejaknya oleh bala tentara Batara Indra, Raja Mayadenawa berjalan dengan cara memiringkan telapak kakinya.
Namun Raja Mayadenawa pada akhirnya tertangkap juga. Tapi sebelum itu, dengan kesaktiannya yang tersisa, Â dia berhasil menciptakan mata air yang beracun yang menyebabkan kematian para pengerjarnya tersebut setelah meminum mata air itu. Tapi Batara Indra menciptakan mata air penawar dari racun tersebut yang kemudian diberi nama "Tirta Empul"(Air Suci). Kawasan hutan yang dilalui oleh Raja Mayadenawa dengan memiringkan telapak kakinya itulah yang diberi nama Tampaksiring
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H