Pertama kali menulis di Kompasiana, 14 Juni 2010. Waktu itu Kompasiana tak seramai sekarang, dan mungkin satu-satunya media warga. Media warga dalam pengertian di mana setiap warga yang terdaftar bebas menulis apa saja, soal peristiwa yang terjadi di sekitarnya, perjalanan, kegiatan atau apapun termasuk pendapat pribadi (opini), selama tidak melanggar tata tertib yang ada di Kompasiana.
Kompasianalah yang pertama kali mempraktikkan citizen journalism di Indonesia, sependek pengetahuan saya, sebelum akhirnya diikuti oleh beberapa portal berita online yang menyediakan blog serupa kompasiana.
Di awal-awal saya bergabung di Kompasiana, saya merasa begitu akrab dengan penulis-penulis hebat seperti Mariska Lubis, Andi Soekry, Linda Jalil dan beberapa nama lain, meski saya hanya berinteraksi dengan membaca tulisan-tulisan mereka.
Dulu, di tahun 2010 - 2011 itu, seingat saya ada tradisi berbalas tulisan di Kompasiana. Ada apresiasi sesama Kompasianer, semisal Mbak Linda yang menulis soal gosip hubungan Bang Andi Soekry dengan Mbak Mariska Lubis di hari ulang tahunnya, atau bayolan-bayolan lain yang menunjukkan keakraban. Entahlah, meski tak pernah diajar langsung oleh Mariska Lubis, saya merasa ketika itu menjadi bagian dari murid menulisnya. Eh, jadi baper...
Tulisan-tulisan Mariska Lubis di seputar Seks dan Filsafat, menginpisrasi saya untuk menulis beberapa tema yang juga akhirnya secara sadar dan tidak sadar menyerempet tema-tema yang digandrungi Mbak Mariska, sebutlah beberapa di antaranya, "Mencoba Telanjang", "Saat Istriku Tak Lagi Menarik", "Jangan (Paksa) Aku Poligami", "Mahasiswiku Cantik Sekali", dan beberapa tulisan lain.
Selanjutnya, di akhir tahun 2010 entah karena apa tiba-tiba saya tak pernah lagi menulis di Kompasiana, tulisan terakhir di Kompasiana yang berhasil saya lacak adalah "Saya Berakal, Maka Saya Berpikir" tanggal 22 Desember 2010, selanjutnya hilang bertahun-tahun.
Saya kembali ke Kompasiana tahun 2014, tepatnya tanggal 7 Oktober 2014 dengan artikel "Saya Pulang ke Rumah Kompasiana", dan sejak saat itu gairah menulis kembali saya asah, meski sangat susah saya berusaha kembali mengikat kata perkata hingga menjadi kalimat.
Namun, ternyata di tahun 2015, saya ternyata kembali ditimpa kejenuhan. Tulisan "Intuisionisme sebagai Sumber Pengetahuan" tanggal 17 Oktober, yang sebenarnya makalah tugas kuliah untuk dipresentasikan menjadi tulisan terakhir saya di tahun itu. Tahun 2016 berlalu tanpa satu pun tulisan juga muncul, meski beberapa kali saya tetap membuka Kompasiana, barulah setahun kemudian, 26 Agustus 2017 ketika saya belajar membuat blog, dan bermaksud mengecek beberapa tulisan saya di Kompasiana, membaca beberapa tulisan, mengenang perjalanan panjang di Kompasiana, menggugah saya untuk kembali bisa menulis.
Agustus berlalu, September dan Oktober pun telah pergi, bingung hendak menulis apa. Kini telah ada di pertengahan November, hendak mengulang membuat pengakuan serupa seperti di tahun 2014, 'pulang dan mengaku rindu' nanti disangka mengumbar gombal dan khawatir kembali pergi dan ditimpa jenuh.
Sudahlah, alasan mengikuti blog competition adalah yang paling tepat, meski sangat pragmatis. Namun, apapun alasannya, setiap rekam jejak, kecengengan, sikap dan sifat kekanakan, lebay dan norak, semua terekam dalam tulisan saya di Kompasiana. Pernah suatu ketika ingin menghapus beberapa tulisan yang kadang membuat tersipu begitu membacanya, tapi begitu membaca kembali hingga di paragraf terakhir, seakan ada yang mencegah, jangan di hapus ini kenangan! Seburuk apapun tulisan dan isi tulisan itu, saya pernah berada di titik itu!
Begitulah setiap tulisan itu menyimpan kenangan! Andai tak ada Kompasiana, mungkin jejak itu telah lama hilang dan tak bisa kembali dimunculkan di ingatan. 7 tahun yang lalu, dan kini Kompasiana telah berusia 9 tahun.