Mohon tunggu...
Rahmat Syaputra
Rahmat Syaputra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Kegiatan Luar Ruangan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peristiwa Gedoran Depok ( Mata Kuliah Sejarah Indonesia Modern)

3 Mei 2023   21:48 Diperbarui: 1 Mei 2024   19:01 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://news.detik.com/x/detail/intermeso/20161013/Peristiwa-Gedoran-Aksi-Genosida-Belanda-Depok/

Depok awalnya merupakan sebuah dusun terpencil ditengah hutan belantara dan semak belukar. Pada tanggal 18 Mei 1696 seorang pejabat tinggi VOC, Cornelis Castelein, membeli tanah yang meliputi daerah depok serta sedikit wilayah Jakarta Selatan dan Ratu Jaya, Bojong Gede, seharga 700 Ringgit. Status tanah itu adalah tanah partikelir atau terlepas dari kekuasaan Hindia Belanda. 

Disana ditempatkan budak-budak dan pengikutnya bersama penduduk asli. Tahun 1871 Pemerintahan Belanda menjadikan Depok sebagai daerah yang memiliki pemerintahan sendiri (otonom), terlepas dari pengaruh dan campur tangan dari luar. Kekuasaan otonomi Chastelein  ini dikenal dengan sebutan Het Gementee Bestuur van Het Particuliere Land Depok. 

Seiring kalahnya pasukan terakhir Belanda oleh Jepang pada maret 1942 kekuasaan Gemeente bestuur Depok mulai memudar. Tidak ada lagi pajak, seluruh hasil bumi Depok diambil oleh Jepang dan hanya ditukar dengan sebuah celana kolor. Kendati demikian, hak-hak istimewa kaum Depok sisa kolonial tidak serta hilang. Dalam pergaulan sehari-hari, misalnya orang kampung masih membungkuk dan mengucapkan kata; tabek. 

Bila memakai topi, topinya dilepas dan diletakan didada sambil membungkuk. Namun keadaan seperti ini tidak bertahan lama puncak-nya terjadi pada 17 Agustus 1945 ketika proklamasi kemerdekaan dikumandangkan oleh Ir. Soekarno tidak halnya yang terjadi di Depok kala itu, tidak ada satupun bendera merah putih berkibar di Depok pada saat itu. Hal jni memicu terjadinya pergolakan dimana sejarah baru kota Depok dimulai.

Pemuda dari Seantero Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang dan Bekasi yang mendengar peristiwa ini terjadi di Kota Depok mulai melakukan pergerakan untuk melakukan revolusi dan menyusun rencana untuk meruntuhkan pemerintahan Depok yang tetap bersikukuh dan tidak mengakui kemerdekaan Indonesia pada saat itu. 

Puncaknya terjadi pada tanggal 11 Oktober 1945 Depok kota kecil dan damai mulai berubah menjadi kota gelap yang penuh dengan teriakan kaum Belanda Depok yang menjadi korban revolusi kemerdekaan di Depok saat itu. Para kaum Belanda Depok yang menjadi korban lalu dibawa dan dikumpulkan dibeberapa penjara saat itu.

Pada pagi itu, tiba tiba-tiba saja terjadi kegaduhan. Sekelompok orang berbaju hitam-hitam memasuki wilayah Depok, perkampungan ahli waris Cornelis Chastelein.

Dibawah komando pimpinan laskar rakyat, orang orang kampung di sekeliling Depok memerangi bekas penguasa wilayah mereka.  

Revolusi ini sendiri digambarkan sangat mencekam dimulai pada malam hari, dimana para Belanda Depok harus bersembunyi dari patroli-patroli pejuang  Margonda dan Tole Iskandar, nama pejuang Depok yang gugur dalam misi mempertahankan kemerdekaan dan sekarang diabadikan menjadi dua jalan utama di Depok.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun