Bisakah ikhlas ketika sedang kekurangan, saat duka? Bisa gak kita ikhlas ketika kesempatan menolong dan berkorban tidak kita miliki?
Okelah kita masuk ke contoh perbuatan, ketika ada uang lebih dan ada kesempatan untuk berbuat ikhlas. Yakin gak, kita saat itu kita ikhlas sebenar-benarnya ikhlas? Lalu ada kesempatan dan memungkinkan, kita butuh uang lalu ada kesempatan untuk ikhlas?
Seperti ketika hendak beli obat untuk orang tua sendiri di tengah jalan ada orang yang membutuhkan pertolongan, semisal butuh sepotong roti atau makanan yang hanya bisa kita beli dengan uang berobat, kemudian kita lakukan, apakah terpaksa atau ikhlas?
Bisa jadi banyak kisah yang menceritakan sebuah gambaran untuk menjelaskan makna ikhlas. Untuk itu saya malah teringat kisah Bilal bin Rabah, Muazin pertama. Menurut banyak cerita yang memungkinkan kebenarannya tidak bisa dipungkiri, Bilal ketika dalam penderitaannya kerap menyebut kata "ahad".
Â
Saya sependapat kata ahad yang terdapat di surat Al-Ikhlas ada relevansinya. Seperti demikian juga ikhlas sering diungkapkan seperti surah itu, dimana ikhlas tidak disebut dalam isi surat sebagaimana penamaan surat lainnya dalam Al Qur'an .
Yang ingin saya katakan selanjutnya adalah, "Penderitaan", sepertinya lekat dengan perbuatan ikhlas. Kita akan menemukan banyak cerita orang-orang yang dikatakan ikhlas sering terjadi pada orang yang dianggap menderita.
Kita menyaksikan para penolong adalah orang yang mau menderita, bersusah-payah demi keselamatan orang lain. Kita lihat orang ikhlas tampak dari kemudian harinya, apa ia  riya', atau tetap tiada berbekas.
Â
Ikhlas terkait dengan penderitaan. Saat orang melihat kita menderita, apakah kita tidak ada peluang untuk menolong? Â
Menolong adalah melepas sebagian haknya untuk menjadi bukan haknya. Dalam keadaan apapun, sendiri, bersama, dipinta maupun atas kesadarannya.