Mohon tunggu...
Rahmat Setiadi
Rahmat Setiadi Mohon Tunggu... Buruh - Karyawan swasta yang suka nulis dan nonton film

Saya suka baca-tulis dan nonton film.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Bahagia Tidak Selalu Rasa Senang

9 November 2022   07:06 Diperbarui: 9 November 2022   07:13 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita masih dalam dilema, kebahagiaan atau kesenangan? Kebahagiaan yang dikejar atau malah hasrat senang yang tidak pernah berkecukupan? Seolah dibenarkan bahwa hidup adalah tempat kesengsaraan dan kebahagiaan menjadi suatu hal hingga terus menerus dikejar.

Jika diterima, pengetahuan menjadi tolak ukur kebahagiaan. Semakin tinggi pengetahuan seseorang maka orang lain akan memandangnya lebih bahagia dari dirinya. Bukan status sosial, ekonomi maupun faktor keindahan fenomenal lainnya,. Dan pengetahuan yang dimaksud adalah tentang ketuhanan, perilaku, adab, kearifan  dan solidaritas pada penderitaan.

Bahagia pada keindahan sensual duniawi (hedonis matrialis ) tidak bisa mengalahkan keindahan alam, sebagaimana keindahan akliah (karya, seni/sastra) yang tidak bisa mengalahkan keindahan ruhani (akhlak, pengetahuan hakikat) hingga puncaknya  pada keindahan Ilahiah.

Dan semua itu ada reaksi kimia kebahagiaan yang terjadi pada tubuh manusia hingga ia tampak menangiskah? Tertawa, senyum  gemetaran? Atau diam berpaling demi bebas dari penilaian orang lain.

Sementara penilaian-penilaian menghasilkan apresiasi. Kebahagiaan yang bisa menghasilkan apresiasi terhadap apa yang bisa disaksikan, tidak hanya sikap dan ketrampilan serta pengetahuan umum semata yang kesemuanya itu bisa direkayasa.

 

Akal manusia terseok-seok menjawab tantangan. Perjalanan peradaban tak kunjung menemukan nilai-nilai ideal sebuah kebahagiaan, hingga wahyu hadir menjawabnya. Sikap ketundukan pada firman-Nya menghasilkan apresiasi yang abadi.

 

Bisa jadi kita terkagum-kagum pada sosok fenomenal yang diabadikan dalam bentuk material atas hasil akal, namun kehadiran wahyu yang menawarkan apresiasi keabadian juga tak lekang oleh waktu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun