Mohon tunggu...
Rahmat Sahid
Rahmat Sahid Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis

Wong Kebumen, ceker nang Jakarta, kandang nang Bekasi, Penulis Buku Sisi Lain pak Taufiq & Bu Mega, Penulis Buku Ensiklopedia Keislaman Bung Karno

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sebenarnya Kasihan dengan Pak SBY, tapi Orangnya Gitu Sih

27 Februari 2021   11:40 Diperbarui: 27 Februari 2021   11:51 502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kasihan sebenarnya dengan Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono), yang niatnya sudah mau mandito malah sekarang harus turun gunung lagi ngurusin politik. Tapi bagaimana lagi, karena Pak SBY memang orangnya gitu sih. Mandito dari ingar bingar politik tapi pergi ke pertapaan dengan menanamkan putra mahkota yang cenderung dipaksakan sebagai nahkoda kerajaan kecil yang dibangun dari gotong royong investasi banyak pihak. Maka, karuan saja menimbulkan gejolak bagai pengelolaan Hastinapura oleh Suyudhana.

Kasihan sebenarnya melihat Pak SBY yang di usianya masih harus berantem secara politik dengan mantan rekan, atau bahkan dengan mantan anak buahnya. Tapi bagaimana lagi, Pak SBY memang orangnya gitu sih. Saat berkuasa membangun gerbong politilnya kurang mengindahkan etika dan laku politik yang membuahkan tepo sliro. Maka, karuan saja, orang yang berada di sekelilingnya saat berkuasa hanya diikat dengan kue kekuasaan tanpa penanaman nilai loyalitas dan solidaritas.

Kasihan melihat Pak SBY yang dalan perjalanan pilitiknya seperti ada sulutan api dalam sekam. Bagai suatu kekuasaan yang didapat dengan segala cara sehingga selalu ada kekhawatiran karma memakan tuan. Tapi bagaimana lagi, Pak SBY memang orangnya gitu sih. Terkesan tidak mau jujur pada kawan demi mencapai kepentingan dan tujuan. Simak saja bagaimana ketika Pak SBY sebagai menterinya Ibu Megawati ditanyakan apakah akan maju di pilpres atau tidak. Jawabannya beda dari sisi sikap gentleman sebagaimana ditunjukkan Hamzah Haz, Yusril, dan Pak JK kala itu. Maka karuan saja, ketika masing-masing tokoh itu tidak berkuasa lagi tetap bersahabat dan tidak ditinggalkan kawan terdekat. Hal kebalikan terjadi pada sosok Pak SBY yang kini terkesan sendirian.

Sungguh sangat kasihan melihat Pak SBY yang berkuasa dua periode tetapi begitu lengser keprabon seperti tidak ada kawan setia di sekelilingnya. Ia berbeda jauh dengan sosok Ibu Megawati yang masih menjadi magnet persekawanan, Pak JK dengan koneksinya, dan sebut saja Pak Prabowo yang tetap punya loyalis berkelas. Tapi memang Pak SBY orangnya gitu sih. Jangankan akan mendapatkan respek dari tokoh politik yang kerap menjadi rivalnya, respek dari mantan rekan dan anak buahnya saja sangat susah. Maka karuan saja, deretan mantan rekan dan anak buahnya justru menjadi barisan yang turut "menggebuki", mulai dari Anas Urbaningrum hingga Marzuki Ali, yang senior mulai Jonny allen Marbun hingga Max Sopacua, bahkan diantaranya yang kini beroposisi dengan Pak SBY statusnya di Partai Demokrat adalah para pendiri.

Kasihan memang kalau melihat Pak SBY yang kesepian di kancah perpolitikan. Pak Prabowo yang sesama mantan tentara lebih condong ke Poros Teuku Umar daripada Poros Cikeas. Para mantan anak buahnya seperti Pak JK dan Pak Boediono, hingga Pak Purnomo Yusgiantoro juga di publik lebih dekat dengan Ibu Megawati dan terlihat ada kenyamanan dalam hal persahabatan. Sebaliknya, terkesan tiada tokoh segenerasi yang dipersepsikan punya keeratan dengan Pak SBY meskipun saat berkuasa diasumsikan sebagai tangan kanannya. Tapi ya begitulah, Pak SBY orangnya gitu sih. Maka karuan saja kurang menyisakan loyalitas dan kesetiakawanan. Entahlah hal itu karena perlakuan dan etika persekawanan serta persahabatan yang hanya dilandasi kepentingan, atau memang ia adalah tipikal tokoh yang sulit dijadikan kawan.

Kasihan ketika melihat dinamika pilitik di lingkaran Pak SBY, sangat minim ada pembelaan dan simpati dari tokoh senior yang saat berkuasa adalah tembok atau benteng pertahanannya. Yang nuncul justru para pemula politik yang tinggi resistensinya dan sering jadi olok-olokan di sosial media. Tapi bagaimana lagi, Pak SBY orangnya begitu sih. Maka karuan saja, mereka yang pernah menjadi ring satu Pak SBY ada kesan enggan melakukan pembelaan karena merasa bahwa Pak SBY pun tak akan melakukan pembelaan ketika mereka dalam persoalan.

Sebenatnya kasihan melihat Pak SBY memposisikan diri berseteru dengan mantan bawahannya, mulai Jenderal (Purn) TNI Moeldoko hingga Marzuki Ali. Tapi bagaimana lagi, Pak SBY orangnya gitu sih. Orang-orang yang dulu bahu membahu untuk kesuksesannya, malah diperlakukan sedemikian rupa sehingga istilah pepatah "cacing saja diinjak bergerak, apalagi manusia" menjadi semacam jawaban.

Kasihan sih melihat Pak SBY yang semenjak melesat bak meteor pada tahun 2004 dikesankan berangkat dari politik playing victim hingga saat ini strategi itu terus dipersepsikan melekat kepadanya. Prihatin sudah tentu atas kondisi itu, tetapi bagaimana lagi, Pak SBY memang begitu sih orangnya. Maka karuan saja ketika tradisi politik playing victim itu masih terpelihara dan diasumsikan sebagai strategi yang menjadi tradisi, akan selali muncul juga asumsi di publik bahwa pada saatnya ada karma sang tuan menjadi korban. Kasihan Pak SBY, tapi memang orangnya gitu sih. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun