Baru-baru ini (tertanggal 27 Januari 2024 sekitar pukul 15.50 WIB) dua remaja di Lampung nekat melakukan tindak kekerasan dengan merampas handphone korban inisial ARS (9) saat korban tengah memainkan HP-nya yang bermerk Vivo V209.
“Pelaku berinisial FRD (16) dan RA (16), melakukan aksinya dengan menargetkan korban anak-anak karena dinilai mudah dikelabui dan dirasa tidak akan melakukan perlawanan”, papar kabid humas polda Lampung.
Diketahui motif pelaku adalah karena hasrat kuat untuk memiliki handphone agar bisa bermain game online. Akankah tindakan seperti terus meningkat? Bagaimana respon pemerintah dalam menangani kasus tersebut?
"KPAI menyambut baik rencana pemerintah mengatur secara khusus permainan game online. KPAI menilai regulasi yang mengatur game online sudah sangat mendesak mengingat game online sudah banyak memakan korban anak-anak.” (Ungkap Kawiyan, komisioner KPAI Subklaster Anak Korban Pornografi/ Crybercrime, dalam keterangannya pada Rabu, 17 April 2024
Ikhtiar pemerintah dalam merampungkan dekrit baru yang mengatur tentang game online tengah digencarkan. Hal ini dikarenakan pemerintah didesak untuk menilik secara intensif mengenai urgensi meningkatnya kasus kriminalitas oleh anak-anak dibawah umur akibat adiksi yang berlebih dalam memainkan game online. Sebagian besar kasus kriminal tersebut dipicu oleh pengaruh buruk dari lingkungan sekitar. Game online yang menjadi tren dan booming di kalangan masyarakat mendorong ketertarikan anak-anak untuk menjadi pengguna agar tidak ketinggalan jaman atau Fear of Missing Out (FOMO).
Melansir dari alodokter.com, adiksi game online pada umumnya bisa dialami oleh siapa saja, baik anak-anak, remaja, hingga orang dewasa. Padahal banyak yang berspekulasi dengan bermain game online dapat membantu mengurangi stres dari kesibukan aktivitas sepanjang hari. Tak sedikit juga orang-orang yang menjadikan game online sebagai hobi untuk mengisi waktu luang. Apabila masih dilakukan dalam batasan yang wajar dan tidak mengganggu aktivitas maupun kondisi kesehatan, kebiasaan ini sebenarnya tidak bermasalah. Namun, apabila bermain game online sudah menimbulkan kecanduan atau adiksi, hal ini yang perlu diwaspadai.
Dampak Adiksi Game Online
Kecanduan game online bisa diartikan sebagai gangguan mental yang ditandai dengan dorongan untuk bermain game hingga berjam-jam melebihi batas wajar hingga melupakan atau tidak memedulikan aktivitas lainnya, misalnya pekerjaan atau tugas sekolah. Setidaknya terdapat lima indikator seseorang dapat dikatakan mengalami perilaku gaming disorder atau gangguan adiksi permainan, 1) Ada gangguan kontrol untuk melakukan permainan tersebut (tidak dapat mengendalikan diri), 2) Lebih memprioritaskan memainkan permainan tersebut dibandingkan dengan aktivitas lainnya, 3) Intensitasnya semakin meningkat dan berkelanjutan meskipun ada konsekuensi atau dampak negatif yang dirasakan, 4) perilaku berpola tersebut menyebabkan gangguan yang bermakna pada fungsi pribadi, keluarga, sosial, pendidikan, dan area penting lainnya, serta, 5) pola tersebut telah berlangsung dalam kurun waktu yang lama.
Dampak seseorang yang mengalami adiksi terhadap game online sangatlah besar, misalnya mereka akan lebih merasa cemas dan depresi. Disamping itu, mereka juga mengalami perubahan struktur dan fungsi otak. Gangguan pada fungsi otak tersebut mengakibatkan seseorang mengalami ketergantungan dan kehilangan beberapa kemampuan fungsi otaknya. Antara lain, fungsi atensi (memusatkan perhatian terhadap sesuatu hal), fungsi eksekutif (merencanakan dan melakukan tindakan) dan fungsi inhibisi (kemampuan untuk membatasi).
Adiksi yang berlebihan biasanya menimbulkan perilaku impusif. Gangguan fungsi otak menyebabkan seseorang yang kecanduan sulit untuk mengendalikan emosi atau bahkan berperilaku agresif. Perilaku tersebut dapat mendorong seseorang untuk berbuat kekerasan baik secara verbal ataupun fisik yang mana dampaknya tergolong sangat fatal. Sementara itu, dari aspek kesehatan, seseorang yang kecanduan kerap kali mengalami gangguan tidur (sleep disorder) sehingga memengaruhi sistem metabolisme di dalam tubuhnya. Gejala-gejala yang ditimbulkan antara lain, sering merasa lelah (fatigue syndrome), kaku leher dan kejang otot, hingga Karpal Turner Syndrome.
Selain berbagai gejala gangguan fisik dan psikologis yang ditimbulkan akibat adiksi, seseorang yang tergolong adiksi tingkat tinggi (sudah sangat parah), pecandu bahkan bisa mengalami gangguan pada saraf tangan karena memainkan game online secara intens. Banyaknya dampak buruk yang ditimbulkan dari adiksi game online, maka diperlukan upaya dari lingkungan sekitar atau keluarga untuk meminimalisir hal ini.
Upaya Pencegahan dan Penanganan Adiksi Game Online Pada Anak-Anak
1. Regulasi. Menerapkan regulasi untuk mengontrol konten dan waktu bermain game, seperti batasan usia, jam bermain, dan pembatasan konten yang tidak sesuai. Selain itu, menerapkan jadwal yang teratur juga dapat membantu dalam membagi waktu antara bermain game online dan mengerjakan aktivitas lainnya. Cara jitu yang dapat dilakukan misalnya, membuat catatan pengingat atau alarm di ponsel agar tidak terlalu lama bermain game.
2. Edukasi. Memberikan edukasi kepada masyarakat terutama orang tua tentang risiko dan bahaya yang terkait dengan kecanduan game online. Edukasi dapat berupa parenting control serta praktik bermain yang sehat.
3. Mencari hobi baru. Untuk meminimalisir obsesi terhadap game online yang sering dimainkan. Orang tua juga dapat menghabiskan banyak waktu dengan anak-anak mereka untuk mengeksplor hal-hal baru, sehingga dapat membuat anak-anak teralihkan dari game online.
4. Meletakkan gawai jauh dari kamar tidur. Sering kali kamar tidur terlebih lagi kasur menjadi arena nyaman untuk bermain game sehingga membuat pengguna terlena dan bergadang semalaman. Untuk mengatasi hal tersebut, maka hal yang paling ampuh adalah menjauhkan perangkat saat sedang me time atau letakkan di tempat yang sulit dijangkau oleh anak-anak.
5. Psikoterapi dan rehabilitas. Jika sudah menjadi pecandu berat, maka langkah terakhir yang perlu dilakukan adalah konsultasi ke psikolog atau psikiater. Biasanya salah satu teknik psikoterapi yang kerap digunakan adalah terapi kognitif perilaku atau cognitive behavioral therapy (CBT).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H