Mohon tunggu...
Rahmat Rizki
Rahmat Rizki Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Tantangan Eksistensi Pancasila secara Eksternal

28 November 2024   12:40 Diperbarui: 28 November 2024   12:46 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.djkn.kemenkeu.go.id

Contoh: Kebijakan privatisasi besar-besaran yang dilakukan di bawah tekanan lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia pada masa krisis moneter 1998 mengakibatkan banyak aset negara jatuh ke tangan swasta, baik dalam negeri maupun asing. Ini bertentangan dengan semangat Pancasila yang menekankan pentingnya peran negara dalam menjaga kesejahteraan sosial rakyat.

  • Radikalisme Agama: Pengaruh ideologi radikal yang berasal dari luar negeri, terutama yang berhubungan dengan paham-paham keagamaan ekstrem, juga menjadi ancaman besar bagi keberagaman dan toleransi beragama yang dijunjung tinggi oleh Pancasila. Pancasila menekankan pada pluralisme agama, sebagaimana tercantum dalam sila ke-1 (Ketuhanan Yang Maha Esa), di mana setiap warga negara berhak memeluk dan menjalankan agamanya masing-masing. Namun, masuknya paham radikalisme dapat memicu intoleransi dan konflik antarumat beragama.

Contoh: Masuknya paham-paham radikal dari Timur Tengah, seperti wahabisme dan salafisme, melalui jalur pendidikan, media, dan organisasi keagamaan, telah memicu ketegangan antarumat beragama di Indonesia, yang sebelumnya hidup rukun. Hal ini bisa berujung pada upaya mengganti sistem Pancasila dengan sistem teokrasi yang tidak sesuai dengan semangat kebhinekaan.

3. Tekanan Ekonomi Global dan Ketergantungan pada Pihak Asing

Tekanan ekonomi global juga menjadi tantangan signifikan bagi eksistensi Pancasila. Indonesia sebagai negara berkembang seringkali terjebak dalam posisi yang rentan di tengah dinamika ekonomi global, khususnya terkait ketergantungan pada negara-negara maju dan lembaga internasional seperti Bank Dunia, IMF, dan WTO.

  • Ketergantungan pada Investasi Asing: Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, Indonesia sangat bergantung pada investasi asing. Meski hal ini bisa mendorong pembangunan, ketergantungan berlebih pada investasi asing dapat mempengaruhi kedaulatan ekonomi negara, yang pada akhirnya memengaruhi kebijakan domestik yang bisa bertentangan dengan prinsip-prinsip Pancasila.

Contoh: Ketika Indonesia harus mengikuti syarat-syarat berat dari IMF pada saat krisis moneter 1998, beberapa kebijakan yang diambil, seperti pengurangan subsidi bagi rakyat miskin, bertentangan dengan nilai-nilai keadilan sosial yang diamanatkan dalam Pancasila.

  • Sistem Ekonomi Global yang Tidak Adil: Indonesia juga sering kali terjebak dalam sistem perdagangan internasional yang tidak adil, di mana negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, harus menghadapi tarif dan hambatan non-tarif yang ketat dari negara-negara maju. Hal ini bertentangan dengan cita-cita Pancasila, terutama dalam menciptakan kesejahteraan bersama dan keadilan sosial.

4. Perkembangan Teknologi dan Media Sosial

Perkembangan teknologi informasi yang pesat, terutama internet dan media sosial, juga membawa tantangan besar bagi Pancasila. Meskipun internet memudahkan akses informasi dan memperluas komunikasi, teknologi ini juga bisa menjadi saluran penyebaran nilai-nilai yang bertentangan dengan Pancasila.

  • Penyebaran Hoaks dan Ujaran Kebencian: Media sosial seringkali digunakan untuk menyebarkan berita palsu (hoaks), ujaran kebencian, dan propaganda yang dapat merusak persatuan dan kesatuan bangsa, sebagaimana yang diamanatkan oleh sila ke-3 (Persatuan Indonesia). Hoaks terkait isu agama, etnis, atau politik bisa memicu perpecahan sosial dan konflik horizontal.

Contoh: Beberapa insiden kerusuhan di Indonesia dipicu oleh penyebaran hoaks yang beredar di media sosial, yang mengadu domba antar kelompok etnis atau agama. Hal ini sangat berbahaya bagi persatuan bangsa.

  • Komersialisasi Gaya Hidup Hedonistik: Konten yang bersifat konsumtif dan materialistik yang banyak beredar di media sosial, seringkali tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila yang menekankan kesederhanaan dan keadilan sosial.

Contoh: Budaya "pamer kekayaan" yang sering ditampilkan oleh influencer di media sosial dapat mendorong pola hidup yang tidak produktif dan mengabaikan prinsip keadilan sosial.

5. Isu Hak Asasi Manusia (HAM) dan Tekanan Internasional

Indonesia juga sering kali menghadapi tekanan dari dunia internasional terkait isu-isu HAM. Di satu sisi, Pancasila mengakui pentingnya HAM dan kemanusiaan (sila ke-2: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab), namun tekanan dari negara-negara Barat atau lembaga internasional yang mengusung standar HAM global kadang bertentangan dengan kearifan lokal dan nilai-nilai yang dijunjung di Indonesia.

  • Tekanan Internasional terhadap Isu Separatisme: Dalam beberapa kasus, negara-negara Barat mengangkat isu HAM untuk mendukung gerakan separatis di Indonesia, seperti di Papua. Tekanan ini sering kali datang dalam bentuk sanksi ekonomi atau diplomatik, yang bertujuan untuk memaksa Indonesia merespon sesuai dengan standar internasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun