Mohon tunggu...
Rahmat Mulia Harahap
Rahmat Mulia Harahap Mohon Tunggu... Insinyur - Laki-laki

Untuk suatu perubahan kearah yang lebih baik harus dimulai dari diri sendiri biarpun itu hanya sedikit.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

In Memoriam: 15 Tahun Wafatnya S. Baya Seniman Sumatera Utara

2 April 2015   15:51 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:37 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meningggalkan gading dan manusiamati meninggalkan nama.Hanya tidak semua manusia yang meninggal namanya bisa dikenangoleh manusia yang masih hidup karenaberbagai hal. Termasuk karena tidak ada sesuatu yangpantas dikenang dari orang tersebut. Lain halnyaseorang seniman karya-karya yang dihasilkannya bisa abadi atau dikenang walaupun dia sudah lama meninggalkan dunia yang fana.

S.Baya, seorang seniman Sumatera Utara yang lahir pada tanggal 25 April 1943 dan meninggal 21 Maret 2000 walaupun mungkin tidak banyak lagi yang mengenang dia secara pribadi tapi karya-karya yang dihasilkan selama karir penulisannya kurun waktu tahun 1974sampai akhir hayatnya tahun 2000 masih pantas untuk dikenang.Seperti kata Sastrawan Sumatera Utara sekarang Hasan Al Banna dalam tulisannya yang berjudul S.Baya, Sastrawan Kampung Pengagum Alam di Harian Waspada Medan tanggal 29 Agustus 2010 :” ... S. Baya, meskipun dilahirkan oleh seorang Ibu yang buta huruf, namun beliau kemudian menjadi sosok yang dengan benderang menggeluti huruf demi huruf, kawanan kata-kata dan sawah-ladang makna..... Dengan talenta dan kesetiaannya menekuni dunia tulis menulis, sesungguhnya S.Baya telah berhasil menaklukkan jalan terjal demi mencapai ketinggian.”

Dimulai dari tahun 1974, di kota Padang Sidimpuan sebagai anggota Teater Kenanga pimpinan Ny.dr. Bajora Siregar, S.Baya mulai mengenal seni. Lewat perjalanan panjang dengan berbagai macam pekerjaan, perlahan dia menemukan identitas kesenimannya. Didukung oleh pekerjaan terakhirnya sebagai Pegawai Rendahan istilah almarhum di Lingkungan Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tapanuli Selatan dia coba terus mengggali potensi diri hinggga lahir karya-karyanya, baik berupa novel, cerpen, puisi, essay dan kritik maupun tulisan-tulisan ilmiah khususnya mengenai kebudayaan Tapanuli Selatan yang dimuat di berbagai media yang terbit di Sumatera Utara ataupun Jakarta.

Lebih kurang 26 tahun menggeluti dunia kepenulisan, S.Baya telah melahirkan banyak karya diantaranya berupa novel anak-anak : Masih Ada Hari Esok (1979), Doli yang Berjasa (1981), Berkunjung ke Deli (1983), Si Jarongar dari Rimba Mahato (1985). Novel terakhir ini menerima Hadiah Yayasan Buku Utama sebagai Buku Terbaik I katagori Fiksi Anak-anak tahun 1987. Selain itu S. Baya juga menulis novel remaja, seperti : Desa di Bulan April (1979), Desa di Lereng Bukit (1981). Novel sejarahpun lahir dari tangannnya yang berjudul : Benteng Huraba (1983), Korban Keempatpuluh (1985). Novel-novel S. Baya yang lain Bukan Sekedar Gila ( 1985 ), Pidato Orang-orang Gila (1982) dan Rindu Kubawa Pulang ( 1982) yang diterbitkan Balai Pustaka dan telah mengalami tiga kali cetak ulang. Dan tidak kurang20 novel lagi yang terbit di Jakarta.

Selain karya fiksi, S. Baya juga menulis beberapa tulisan ilmiah seperti : Peranan Benteng Huraba Dalam Mempertahankan Proklamasi 17 Agustus 1945 di Daerah Tapanuli Selatan, Penelitian Sastra Daerah Tapanuli Selatan yang berjudul : Dari Khazanah Sastra Daerah Tapanuli Selatan dan Sumbangannya Terhadap Sastra Indonesia dimuat di Majalah Analisis Kebudayaan, Depdikbud RI tahun 1982/1983,penelitian budaya berjudul : Makna Simbolisme Pada Abit Batak-Parompa Sadun Sebagai Aset Budaya Daerah Tapanuli Selatan, penelitian ini berhasil menjadi Tiga Besar Tingkat Nasional pada saat Lomba Penulisan Kebudayaan Daerah yang dilaksanakan oleh Dirjen Kebudayaan Depdikbud RI tahun 1997.

S. Baya juga menulis puisi yang termaktub dalam kumpulan puisinya yang berjudul Dendang Rindu Sepi. Menjadi Editor Buku Antologi Puisi Penyair Tapanuli Selatan yang berjudul KUNCUP. Belasan Cerita pendek S. Baya telah dimuat di media cetak yang terbit di Sumatera Utara dan Jakarta dan cerpennya ikut meramaikan Antologi Cerpen Seniman Sumatera Utara, 25 CERPEN SUMATERA UTARA tahun 1979. Naskah Drama karyanya yang berjudul “ UNDANG LELUHUR” di pentaskan dalam Pentas Teater di Jakarta mewakili Provinsi Sumatera Utara.

Hidup yang berarti adalah ketika kita berguna untuk orang lain. S.Baya sangat menyadari itu lewat Yayasan Ilmu Seni dan Budaya yang didirikannya dia berusaha membantu dan memberi arahan kepada generasi muda yang ingin menekuni seni terutama kepenulisan dan teater. Selama hidupnya berbagai prestasi dan tanda penghargaan pernah diraih S.Baya, antara lain :


  • Aktor Terbaik I, Festival Drama se Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 1975.
  • Sutradara Terbaik I, Festival Drama se Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 1976.
  • Juara Harapan pada Lomba Penulisan Artikel HAI, Panitia Hari Aksara Internasional ke XVI    Provinsi  Sumatera Utara.
  • Buku Terbaik I untuk KatagoriFiksi Anak-anak tahun 1987 dari Yayasan Buku Utama JAKARTA.
  • Tiga Besar pada Tingkat Nasional, Lomba Penulisan Kebudayaan Daerah tahun 1997 oleh Dirjen Kebudayaan RI.
  • Pemenang I Lomba Penulisan Cerita Rakyat Sumatera Utara, Bidang Jarahnitra Kanwil Depdikbud Provinsi Sumatera Utara tahun 1998.

Semua yang dilakukan manusia selama hidupnya adalah modal atau oleh-oleh yang akan dibawa menghadap sang khalik. S.Baya sangat yakin dengan hal tersebut seperti yang dapat kita baca dalam sebuah puisi yang ditulisnya di tahun 1993, tujuh tahun sebelum Yang Maha Kuasa memanggilnya tepatnya tanggal 21 Maret 2000 setelah delapan bulat bergulat dengan penyakit tumor paru-paru yang diidapnya :

50 dermaga berlalu

berapalagi

itu rahasia yang pasti

akhir berlabuh jua

Jalan satu-satuya

sama kita tahu

walau tidak saling menyapa

tidak saling bertanya

kapan terompet bernyanyi?

juga rahasia

yang pasti layar turun

Bila layar turun

berlabuh perahu di pulauMU

kau berdiri di dermaga

oleh-oleh yang kubawa

adakah menyenangkan hatimu?

rahasia . KAU yang tahu.

April, 1993.

Layar telah turun, berlabuh sudah perahu di pulau abadi. Kita tidak tahu seperti juga S. Baya apa oleh-oleh yang kita bawa menyenangkan hatiNYA. Selamat Jalan Ayahandaku, tempuhlah perjalanan abadimu dengan do’a dan zikir yang selalu kami lantunkan.

Palembang, April 2015.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun