Kasus penganiayaan yang dilakukan oleh George Sugama Halim (GSH), anak pemilik toko roti di Cakung, Jakarta Timur, terhadap karyawannya, Dwi Ayu Darnawati (DAD), mengundang perhatian publik dan menyoroti berbagai permasalahan mendasar dalam hubungan industrial di Indonesia.
Penganiayaan adalah tindakan menyakiti, melukai, atau menyebabkan penderitaan fisik maupun mental terhadap seseorang secara sengaja. Tindakan ini bisa berupa pemukulan, penusukan, penyiksaan, atau ancaman kekerasan yang menyebabkan cedera fisik atau trauma psikologis pada korban.
Kasus penganiayaan yang dilakukan oleh anak pemilik toko roti terhadap karyawannya di Jakarta Timur telah menarik perhatian publik. Pelaku, George Sugama Halim (GSH), diduga menganiaya karyawati bernama Dwi Ayu Dharmawati (DAD) pada 17 Oktober 2024. Insiden ini terjadi setelah DAD menolak permintaan GSH untuk mengantarkan makanan ke kamar pribadinya, yang dianggap di luar tugasnya.Â
Menurut keterangan DAD, GSH melemparnya dengan berbagai benda, termasuk kursi, patung, dan mesin EDC, yang mengakibatkan luka di kepala. Setelah kejadian tersebut, DAD melaporkan insiden ini ke Polsek Rawamangun dan Polsek Cakung, namun laporannya ditolak. Akhirnya, laporan diterima oleh Polres Metro Jakarta Timur.Â
Penanganan kasus ini menuai kritik karena dianggap lambat. Polisi mengakui keterlambatan tersebut dan meminta maaf kepada korban. GSH telah ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan dengan ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun.Â
Selain mengalami penganiayaan, DAD juga menghadapi kesulitan finansial akibat gajinya yang belum dibayar sejak Oktober 2024, sehingga terpaksa menjual motornya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.Â
Dalam kasus penganiayaan yang dilakukan oleh anak pemilik toko roti terhadap karyawannya, tanggung jawab hukum secara langsung berada pada individu pelaku, yaitu anak pemilik toko roti tersebut. Menurut hukum pidana Indonesia, setiap individu yang melakukan tindak pidana, seperti penganiayaan, harus mempertanggungjawabkan perbuatannya secara pribadi.Â
Meskipun pelaku adalah anak pemilik usaha, tanggung jawab hukum tidak serta merta beralih kepada pemilik usaha atau orang tuanya. Namun, dalam konteks hubungan kerja, pemilik usaha memiliki tanggung jawab moral dan etika untuk memastikan lingkungan kerja yang aman dan bebas dari kekerasan bagi seluruh karyawan. Oleh karena itu, penting bagi pemilik usaha untuk mengambil langkah-langkah preventif dan responsif guna mencegah terjadinya kekerasan di tempat kerja.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H