distorsi demokrasi di Indonesia, terutama di daerah. Salah satu contohnya adalah penunjukan penjabat (Pj) kepala daerah dengan alasan untuk kepentingan Pemilu Presiden dan Pilkada serentak.Penilaian ini disampaikan oleh Andree Armilis dari Lingkar Studi Marpoyan Circle Indonesia (MCI), yang juga alumnus sosiologi UGM, kepada GoRiau.com pada Rabu (6/11/2024).
Pemerintahan Presiden Jokowi dinilai masih meninggalkan dampak yang turut menjadi salah satu penyebab terjadinyaMenurutnya, para Pj yang ditempatkan oleh pemerintah pusat memiliki sejumlah kekurangan yang cukup signifikan. Meski secara formal mereka dilindungi oleh aturan, para Pj ini tetap kekurangan legitimasi demokratis. Selain itu, Andree juga menyebutkan bahwa para Pj tersebut tidak memiliki akar yang kuat secara sosiologis di daerah mereka bertugas.
Keberadaan mereka bahkan dianggap bertentangan dengan semangat desentralisasi dan otonomi daerah. “Padahal, kedua unsur ini menjadi salah satu pilar utama kehidupan bernegara kita sejak era reformasi,” ungkap Andree.
Lebih lanjut, Andree menekankan bahwa para Pj kepala daerah ini bukanlah hasil pilihan rakyat melalui pemilihan umum, melainkan hanya perwakilan dari pemerintah pusat. Mereka juga tidak memiliki ikatan sosial yang kuat dengan masyarakat setempat.
Bahkan, ada beberapa penjabat yang berasal dari luar daerah dan tidak pernah memiliki pengalaman sebelumnya di wilayah yang kini mereka pimpin.
Oleh karena itu, Andree mengingatkan bahwa para Pj kepala daerah perlu ‘tahu diri’. Mereka sebaiknya menunjukkan sikap rendah hati dan tidak bersikap seolah-olah sebagai pemimpin pilihan rakyat, ujarnya.
Meski begitu, Andree menilai bahwa para Pj kepala daerah ini masih bisa memberikan dampak positif, khususnya bagi kemajuan daerah dan masyarakat.
“Hal ini bisa tercapai jika mereka mampu mengatasi kekurangan legitimasi tersebut dengan prestasi kerja. Dengan begitu, anomali demokrasi yang terjadi akibat kebijakan Kemendagri ini tidak akan berdampak terlalu negatif pada kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya di daerah,” tambahnya.
Jika pun mereka belum bisa mencapai hal tersebut, setidaknya seorang Pj kepala daerah bisa menjadi sosok yang menenangkan, tidak menimbulkan masalah atau kegaduhan.
“Dalam kondisi saat ini, cukup fokus pada tugas harian dan memastikan Pilkada berjalan dengan baik dan damai. Itu sudah cukup,” katanya.
Akan lebih baik lagi jika Pj kepala daerah mampu memberikan kontribusi nyata bagi wilayah yang dipimpinnya.