Terperangah saya mendapat postingan dahsyat di WA group. Ikhwal aksi geruduk SBY yang dimotori oleh Relawan Perjuangan Nusantara (RepNu) –dari akronimnya kita bisa berasumsi kelompok ini bersiasat untuk menarik perhatian massa NU.
Tidak perlu berpanjang-panjang menelisik konten siaran kelompok itu. Isinya adalah fitnah keji bahwa SBY adalah biang recok atas gejolak sosial-politik yang berkembang di tanah air. Ujung-ujungnya mengaitkannya dengan majunya AHY sebagai calon gubernur DKI Jakarta.
Tudingan ini jelas tak berdasar, dan sejatinya lempar batu sembunyi tangan. Pertama, biang kegaduhan yang sebenarnya adalah Basuki Tjahaya Purnama (Ahok). Dua kali sudah Ahok menyakiti hati umat Islam. Mulanya dia menista agama Islam dengan memelintir Surat Al Maidah ayat 51 sewaktu kunjungan ke Kepulauan Seribu. Paska meminta maaf, Ahok malah melecehkan K.H. Ma’ruf Amin, seorang ulama besar di Indonesia.
Wajar jika umat Islam lantas bereaksi. Wajar jika umat Islam melakukan protes keras. Ini adalah sesuatu yang alamiah. Seperti apa yang disampaikan K.H. Hazim Muzadi, jika Allah, Muhammad dan Al Quran diusik, umat Islam pasti bereaksi keras. Mengait-ngaitkan hal ini dengan SBY adalah sesuatu yang prematur.
Kedua, gejolak sosial-politik ini muncul akibat ketidakbecusan pemerintah sendiri. Pemerintah gagal memenuhi janji-janji politik semasa pilpres 2014. Telisik saja laporan-laporan akhir tahun dari lembaga riset. Mayoritas berwarna merah, khususnya di bidang kesejahteraan rakyat. Pemerataan kesejahteraan, harga barang pokok, penyediaan lapangan kerja, masih dipandang buruk. Jika akibat ketidakbecusan ini rakyat bergolak, maka itu adalah kesalahan pemerintah sendiri.
Kegaduhan ini juga imbas dari kekisruhan di internal kabinet. Sejak Jokowi-JK memimpin, sudah terkesan kegagalannya dalam membangun kepemimpinan yang berwibawa. Para menteri tidak bersinergi, bahkan saling serang. Jika ada masalah, mereka saling lempar tanggungjawab. Akibatnya rakyat kelimpungan. Akibatnya rakyat merasa ditinggalkan pemerintah. Keresahan ini yang membandangkan protes publik.
Jika kini muncul gerakan Gruduk SBY, dapat dipastikan gerakan ini bukan berbasiskan analisis politik pro rakyat. Kental kepentingan politik dalam rencana Gruduk SBY ini. Ada upaya mengkambinghitamkan SBY, untuk mengalihkan kebobrokan penguasa. Ibaratnya buruk muka cermin dibelah. Alih-alih mengakui kesalahan dan melakukan pembenahan, penguasa malah memberikan stempel “setan” kepada pihak oposisi. Betapa kejinya. Betapa mirip dengan orde barunya; suatu rezim yang dahulu menindas parpol pendukung utama pemerintah saat ini. Miris!
Kecuali pemerintah, yang diuntungkan adalah tim pemenangan Ahok-Djarot. Mereka percaya, jika publik bisa digiring untuk menilai SBY sebagai sosok anti Pancasila, anti kebhinekaan, sumber kerusuhan, maka elektabilitas AHY-Sylvi akan tergerus. Muaranya adalah pemenangan Ahok yang notabene merupakan karib Jokowi. Lucu sekali, tudingan ini jika berpijak pada sosok kenegarawan SBY selama memimpin Indonesia sepuluh tahun lamanya.
Celakanya, skenario mengambinghitamkan SBY ini diduga juga dengan meracuni generasi muda bangsa. Pada Jambore mahasiswa di Cibubur, ratusan mahasiswa dijejali provokasi secara lisan maupun tulisan yang mendiskreditkan SBY. Muaranya, para mahasiswa digiring untuk melakukan aksi yang berorientasi hujatan terhadap SBY; dari pernyataan politik sampai aksi longmarch untuk menggeruduk SBY. Untung saja ada kalangan mahasiswa yang tersadar akan provokasi hitam ini. Tetapi tarikan-tarikan antara aktivis cerdas dan aktivis terdoktrin ini masih terjadi di Cibubur. Informasi ini beredar masif di group-group digital sampai di media sosial.
Harapan kita, semoga saja informasi ini tidak benar. Menanamkan fitnah di hati mahasiswa ibarat meracuni generasi muda. Racun ini berpotensi menghancurkan kewarasan berpikir. Membuat mereka sempoyongan antara nilai kebajikan dan keburukan. Mengerikan, demi kepentingan politik sesaat, bukan hanya moralitas yang disingkirkan, tetapi generasi masa depan bangsa juga dirusak. Tragis!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H