Ada resah di hati saya atas aksi Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang menyandera dua kampung di Papua tempo hari. Ada duka mendalam saat mengetahui terjadinya korban jiwa di sini. Sebelumnya, Organisasi Papua Merdeka (OPM) sempat menyandera dua orang warga sipil yang berprofesi sebagai penebang kayu di Papua. Tak hanya menculik dua warga sipil, OPM juga menembak mati dua rekan korban.
Belum lekang pula dalam ingatan kita atas atas kerusuhan yang terjadi di Kemendagri tempo hari. Sekelompok pendukung calon kepala daerah dari Papua mengamuk. Gedung pemerintah rusak sudah. Bahkan ada PNS yang sampai terluka.
Jangan lupakan kejadian di Bandara Sam Ratulangi. Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah ditolak menjejak bumi Sulawesi Utara. Parahnya, penolakannya berbentuk penyerbuan ke bandara. Terpampang berbagai foto beberapa orang sedang membawa senjata tajam.
Lalu aksi main hakim sendiri, dalam bentuk pengancaman, pembubaran sampai penelanjangan yang marak terjadi di Indonesia belakangan ini. Apa makna di balik ini semua?
Saya tidak menolak bahwa orang-orang ini harus ditindak. Tetapi tidak ada asap kalau tidak ada api. Perlu ditelisik lebih dalam supaya kita bisa memahami motifnya. Mengapa mereka nekad bertindak anarkis? Mengapa nekad berbuat sesuatu yang nyata-nyata melanggar hukum?
Yang terbayang di benak saya adalah ketidakpuasan. Ada ketidakpuasan terhadap sistem bernegara yang memicu mereka bertindak nekad. Ada ketidakpercayaan terhadap kepemimpinan nasional sehingga massa berpikir harus turun tangan sendiri.
Pemerintah tidak mampu meluruskan keresahan publik, sehingga kritikan terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara malah dituding sebagai tindak pemecah belah bangsa dan negara.
Mengapa masyarakat bisa tidak puas terhadap sistem bernegara? Mengapa masyarakat bisa tidak percaya kepada kepemimpinan nasional? Penyebabnya---saya tidak bisa menemukan istilah yang lebih lembut---adalah lemahnya kepemimpinan Jokowi. Tindak-tanduk Jokowi dalam memimpin Indonesia memicu ketidakpastian.
Mari lihat lebih jauh lagi perihal ketidakpastian ini. Silakan kaji mendalam ketidakpastian yang terjadi di jajaran pemerintah pusat. Ada aksi saling bantah antar menteri; di mana setiap ucapan yang tercetus ternyata tidak nyambung, bahkan saling mendegragasi. Konflik antara TNI vs Polisi?
Kesalahan data, bahkan kesalahan ketik yang membikin malu instansi kepresidenan hingga ke tingkat internasional. Seorang presiden yang tidak membaca apa yang ditandatanganinya? Huh!
Semua ini menggambarkan manajemen pemerintah yang acak-aduk. Kebijakan maju mundur---pokoknya lemparkan dulu, kalau rakyat protes langsung tarik kembali.