Aku memilih merayakan lebaran tahun ini di Kashmir, sebuah tempat yang dalam bahasa sansekerta berarti Surga Dunia. Perjalanan perayaan lebaran ini sudah aku rencanakan jauh-jauh hari bahkan sebelum bulan ramadhan termasuk memesan semua akomodasi mulai dari tiket pulang pergi hingga penginapan. Aku tiba di Srinagar, Ibukota Kashmir hari minggu tanggal 27 July 2014, 2 hari sebelum lebaran. Berbeda dengan sebagian besar negara muslim lainnya, Kashmir merayakan Idul Fitri pada hari selasa tanggal 29 July 2014. Jadi saat keluarga dan teman-teman di Indonesia sudah merayakan lebaran, aku masih berpuasa tapi tak apalah, dimana bumi di pijak, di situ langit di junjung. Â Kashmir dengan segenap dilematikanya telah menorehkan catatan perjalanan sejarah panjang hingga hari ini tempat indah tersebut di 'bagi-bagi' oleh beberapa negara tetangganya yakni India, Pakistan dan Tibet/China. Srinagar, wilayah kashmir yang di kuasai oleh India menjadi tempat pilihanku untuk merayakan lebaran kali ini.
Aku melewatkan malam takbiran, walaupun tidak seramai di Indonesia dengan mengayuh sebuah perahu kecil bersama rekan-rekan dan pemilik house boat tempat aku menginap di Danau Dal. Pantulan cahaya lampu-lampu yang berasal dari jejeran houseboat di sepanjang danau dan jalan raya yang memanjang di sisi danau, menjadikan malam lebaran kali ini terasa khidmat dan berbeda walaupun terselip rasa rindu akan keluarga nun jauh di Indonesia. Tak ada suara petasan ataupun kembang api, yang ada hanya suara gemercik air Danau Dal terkena kibasan dayung menjadikan suasa malam itu terasa sangat syahdu.
Tak seperti di Indonesia dalam merayakan lebaran, di Kashmir kita tidak perlu tergesa-gesa untuk menuju ke mesjid atau lapangan karena Shalat Ied akan dilakukan antara jam 8 - 10 pagi. Kebetulan mesjid yang akan aku tempati ber-hari raya adalah mesjid Hazratbal, mesjid terbesar yang ada di Kashmir. Selain sebagai mesjid raya (Grand Mosque), mesjid ini juga menyimpan sejarah dan hal yang unik karena di mesjid ini tersimpan potongan rambut Nabi Muhammad SAW yang dalam sejarahnya di bawa ke India oleh Syed Abdullah.
Setelah bersiap-siap dengan baju koko dan sarung batik yang  aku bawa dari Indonesia, aku lalu di antar ke Gate 7 dengan menggunakan perahu  oleh Tariq, pemilik house boat untuk menunggu jemputan mobil yang sudah aku rental untuk mengantarku berkeliling Kashmir hari lebaran itu. Kami lalu menuju ke mesjid yang berjarak sekitar 10 km dari Danau Dal. Mirip dengan keadaan di Indonesia saat berlebaran, di sepanjang jalan banyak terlihat masyarakat kashmir yang berbondong-bondong menuju ke mesjid atau lapangan untuk berlebaran.  Tak heran karena mayoritas penduduk kashmir adalah muslim.
Mendekati area Mesjid  Hazratbal, suasana mulai terlihat  berbeda. Selain puluhan bahkan ratusan pengemis berjejer sepanjang jalan, juga tampak puluhan tentara dan polisi India dengan senjata lengkap berjaga-jaga di beberapa area. Tak ketinggalan truk serta barikade pagar berduri juga di bentangkan untuk menutup beberapa jalanan akses ke mesjid. Kami bahkan harus berputar-putar karena beberapa jalan akses jalan telah ditutup kawat berduri. Suasana lebaran yang harusnya khidmat dan suci jadi terasa mencekam. Tak ada senyum yang keluar dari wajah-wajah orang-orang yang menuju ke mesjid.
Setiba di depan mesjid, kami sudah berhadapan dengan beberapa petugas  berseragam tentara dan polisi India siap melakukan pemeriksaan barang bawaan juga melakukan body check. Beberapa orang  di depanku yang membawa rokok dan korek  tak luput dari 'pelucutan' . Akhirnya tiba giliranku dan segera di periksa. Petugas mendapatkan kamera digital di dalam tas dan mereka mengatakan bahwa kamera tidak diijinkan untuk di bawa masuk ke dalam mesjid. Aku menjelaskan bahwa aku adalah turis dari Indonesia dan aku berjanji untuk tidak menggunakan kamera ini di dalam mesjid. Petugas itu lalu menelepon atasannya dalam bahasa India yang aku tahu hanya kalimat "Turis Endonesya".  Setelah menutup telepon, petugas itu memandangiku dan mengatakan bahwa atasannya tetap tidak mengijinkan dan aku harus menyimpan kamera itu di mobil baru boleh masuk kembali ke mesjid. Aku kembali menjelaskan bahwa aku memarkir kendaraan cukup jauh dari area mesjid (karena memang beberapa akses jalan sudah di tutup) dan lagi-lagi aku berjanji tidak akan menggunakan kamera itu di dalam mesjid, namun mereka tetap tidak bergeming. Hari sudah semakin siang dan karena kuatir aku tidak bisa melaksanakan shalat ied, aku segera kembali ke mobil yang terparkir cukup jauh dan meminta supir untuk segera mencari lokasi lain. Akhirnya kami melakukan shalat ied di lapangan TRC (Tourist Reception Center) bersama ribuan jemaah lainnya. Walau aku masih sedikit kecewa karena aku telah gagal untuk melakukan shalat di dalam mesjid Hazratbal, mesjid yang menyimpan rambut Rasulullah SAW.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI