Mohon tunggu...
Rahmat Hadi
Rahmat Hadi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

@rahmathadi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bedanya Bertemu Presiden Jokowi di Dalam dan di Luar Indonesia

13 Desember 2015   11:31 Diperbarui: 13 Desember 2015   12:54 3053
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku kembali bertemu Presiden Jokowi. Kali ini pertemuannya berlangsung di Istana Negara, tempat paling ‘bersahaja’ dan bersejarah di negeri ini. Tahun lalu aku bertemu beliau di Hotel Hilton Nay Phi Taw (baca : Napidaw) Myanmar saat beliau sedang menghadiri KTT ASEAN Summit. Myanmar adalah negara kedua yang dikunjungi presiden sesaat setelah dilantik 20 October 2014 silam. Saat itu aku sedang ditugaskan oleh kantor tempatku bekerja. Tulisannya sudah pernah aku publish di Kompasiana.

Aku sedang berkendara menuju Purwakarta dan Bandung saat salah seorang staff Kompasiana mengabarkan perihal undangan makan siang di Istana Negara bersama Presiden Jokowi. Aku dan 99 kompasianer lainnya diundang bertemu presiden sehubungan dengan event Kompasianival 2015 yang berlangsung 12-13 December di La Piazza Gandaria City. Seyogyanya event itu akan dibuka oleh Presiden Joko Widodo namun karena kondisi kesehatan dan kesibukan beliau akhirnya acara itu ‘dikondisikan’ di Istana Negara.

Awalnya aku sempat menghadapi dilemma dan agak 'galau'. Di satu sisi aku sudah bersiap-siap untuk melewatkan akhir pekan bersama rekan-rekan dari Indonesia Climbing Expedition (ICE) yang sedang menggelar Sekolah Panjat Tebing Merah Putih di Tebing Citatah 125 di Purwakarta. Semua perlengkapan camping dan pemanjatan sudah terbawa, aku pun sudah pamit ke Mama untuk ‘minggat’ di akhir pekan ini.

Namun undangan makan siang itu begitu menggiurkan. Bukan karena makan siangnya namun kali ini yang mengundang adalah pemimpin tertinggi negeri ini dan acaranya di Istana Negara yang selama ini hanya bisa aku lihat saat melintas di depannya. Akhirnya aku memutuskan memenuhi undangan makan siang itu namun tetap akan melewatkan akhir pekan sejenak bersama rekan-rekan climber di Tebing Citatah. Meskipun aku harus bela-belain menyetir di tengah malam untuk kembali ke Jakarta.

Seperti di Myanmar, pihak panitia pun menentukan dress code untuk bertemu presiden. Kemeja batik lengan panjang dan celana bahan. Di Indonesia aku tak terlalu pusing dengan aturan itu, beda saat berada di Myanmar. Waktu itu aku tak membawa kemeja batik lengan panjang. Jadilah aku harus berkeliling Yangon untuk mencari toko yang menjual kemeja batik lengan panjang. Mencari batik di negeri sendiri tentunya sangat mudah, mencari batik di negeri orang? Setelah ‘berkelana’ dan menyusuri hampir setiap sudut pertokoan dan pasar di Kota Yangon akhirnya aku menemukan sebuah toko yang menjual batik Indonesia. Satu toko isinya batik Indonesia semua. Batiknya pun beragam mulai dari batik Solo, Jogja, Cirebon hingga Pekalongan. Pemilik toko adalah orang asli Myanmar. Salut!

Hari sabtu jam 9 pagi, 100 kompasianer yang diundang sudah berkumpul di La Piazza Gandaria City di daerah Kebayoran Lama. Setelah melakukan registrasi di depan panggung utama, peserta pun digiring menuju 2 unit bus yang sudah disiapkan. Tanpa kemacetan berarti karena masih pagi, bus tiba di pelataran parkir Istana Negara saat jam menunjukkan pukul 10.30. Sesuai jadwal yang diberikan Protokol Istana Kepresidenan, acara makan siang akan dimulai pukul 11.30.

Briefing singkat diberikan oleh salah satu staff Kompasiana mengenai barang bawaan. Seluruh barang bawaan termasuk gadget dan kamera harus dimasukkan ke dalam tas dan akan dititipkan ke petugas keamanan istana di dekat mesin X-Ray. Terlihat raut kekecewaan di wajah beberapa Kompasianer khususnya yang sudah membawa kamera SLR lengkap, termasuk aku. Namun karena sudah diwanti-wanti untuk mentaati seluruh aturan protokol maka kami pun harus menurut.

Ada perasaan yang sulit diucapkan kata-kata dan kalimat saat melangkahkan kaki di tangga menuju Ruang Upacara Negara di Istana Negara. Aku sempat berhenti sejenak mengatur nafas yang tak beraturan saat pertama menginjakkan kaki di karpet merah bermotif yang terhampar di ruangan itu. Aku merasakan bulu kuduk merinding. Betapa tidak, inilah bangunan dan ruangan paling bersejarah di negeri ini. Banyak kejadian penting dan bersejarah terjadi di ruang utama istana yang dimulai pembangunannya di tahun 1796 dan selesai di tahun 1804 itu.

Ruang besar bernuansa klasik dengan lampu gantung kristal serta foto-foto mantan presiden mulai Soekarno sampai SBY tergantung di setiap sisi dinding berwarna putih gading itu. Pelantikan menteri, pejabat negara serta menerima dan menjamu tamu negara dilakukan di ruangan yang di salah satu dindingnya terpampang peta Indonesia itu.

Seluruh kompasianer mengambil tempat duduk yang sudah disiapkan. Puluhan meja bulat lengkap dengan peralatan makannya sudah disiapkan. Aku mengambil tempat paling belakang. Tujuannya agar aku bisa melihat keseluruhan ruangan beserta interiornya meskipun akan duduk jauh dari presiden. Selain kebiasaan anak bandel selalu duduk paling belakang, aku juga berpikir, “Tak apalah, toh aku sudah pernah ketemu presiden…” *sombong…hehehe

Tak lama berselang, Pasukan Pengaman Presiden (Paspampres) dan Protokol Istana terlihat sibuk. Ternyata Presiden Jokowi sudah tiba dari kediaman beliau di Istana Bogor, undangan diminta berdiri. Ternyata oh ternyata, presiden munculnya dari arah belakang jadi meja pertama dilewati adalah meja yang aku tempati. Jadilah kami yang duduk di meja paling belakang itu adalah kompasianer yang paling pertama berjabat tangan dengan beliau…. (see, kalau rejeki tak kemana)..hahaha…

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun