Aku cukup surprise membaca berita di salah satu portal online berbahasa Inggris pagi ini. Salah satu situs mengutip berita dari lombokpost.net yang menceritakan kasus pembegalan terhadap turis yang terjadi di Pulau Seribu Mesjid itu. Tercatat 3 turis mancanegara menjadi korban dalam 1 hari di 2 tempat berbeda terjadi pekan lalu.
Brian John (Amerika), Barbara Klar (Jerman) dan Gina Schillings (Jerman) adalah turis yang mengalami nasib naas tersebut. John dicegat di sebuah tempat di Lombok Tengah saat mengendarai mobil dari Pantai Selong Belanak menuju ke Pantai Kuta sementara Klar dan Schillings dihadang saat mengendarai sepeda motor di kawasan Pantai Areguling. John mengalami luka tangan yang cukup serius dan hingga saat ini masih dalam penanganan tim medis di salah satu rumah sakit. Selain terluka, ketiga turis naas itu juga kehilangan benda berharga seperti dompet berisi uang cash, handphone, kamera dan benda berharga lainnya. (Sumber : indosurflife.com)
Hal ini bisa terlihat dari komentar para pembaca atau netizen di dalam berita tersebut. Beberapa pembaca dari luar Indonesia memberikan komentar bahkan ‘himbauan’ untuk tidak mengunjungi Lombok meskipun tempat itu sangat indah. Jika hal itu terjadi dan terjadi secara kerkesinambungan maka bukan suatu hal mustahil suatu saat pariwisata negeri ini akan terpuruk. Meskipun kejadian atau nasib buruk bisa menimpa siapa saja dan dimana saja, bukan hanya di Lombok.
Issue mengenai daerah rawan di Lombok sebenarnya sudah terdengar sejak beberapa tahun silam khususnya di daerah Lombok Tengah bagian selatan. Ironisnya, di daerah itu terdapat pantai-pantai yang indahnya luar biasa. Sebut saja Pantai Kuta, Pantai Mawun, Pantai Tanjung Aan dan Pantai Selong Belanak lokasi kejadian pembegalan di atas. Bentangan pasir putih nan luas terhampar di sepanjang garis pantai dengan ombak menggelegar. Lokasi yang sangat indah dan nyaman untuk melewatkan liburan khususnya bagi penggemar selancar.
Jika hal itu dialami oleh beberapa pejalan maka lambat laun akan terbentuk sebuah image yang tentunya akan sangat merugikan pelaku wisata di tempat itu. Bukan hanya pelaku wisata dalam skala besar seperti pengusaha hotel, rental, toko souvenir namun juga hal itu akan berimbas pula ke masyarakat kecil. Sebut saja para supir mobil wisata, pengrajin souvenir maupun hingga ke pedagang kecil yang menggantungkan nasib mereka dari sektor pariwisata.
Peran aktif pemerintah setempat dan pusat sangat diharapkan untuk menghindari kejadian serupa terjadi lagi dan lagi. Apalagi sudah menjadi rahasia umum akan tempat-tempat rawan tersebut. Meski sudah mengambil upaya dalam meningkatkan pengamanan turis, disarankan pemerintah meningkatkan langkah-langkah preventive dan bukan reactive. Jalanan yang lengang dan sunyi serta beberapa ruas jalan tak memiliki penerangan jalan sama sekali bisa jadi faktor pemicu timbulnya kerawanan di jalan raya. Terbatasnya pos-pos penjagaan dan pengamanan wisata juga perlu lebih ditingkatkan.
Ironis saja, Kementerian Pariwisata Indonesia dan pelaku wisata telah melakukan promosi besar-besaran hingga ke mancanegera yang tentunya menghabiskan anggaran negara yang tak sedikit. Hal itu bertujuan untuk menarik wisatawan mancanegara untuk ‘pesiar’ ke Indonesia. Namun jika tak dibarengi dengan kesiapan Daerah Tujuan Wisata (DTW) khususnya dalam hal keamanan, semua usaha itu akan terbilang sia-sia. Sekali lagi, sebagian besar pejalan tak akan pernah datang ke sebuah tempat seindah atau semurah apapun jika tak aman.
Mereka akan lebih memilih ke negeri dengan tempat indah dan penduduk yang ramah serta menjunjung tinggi kearifan lokal mereka dan itu ada di tempat lain di berbagai belahan dunia. Hayo Indonesia, kita sama-sama menjadikan Indonesia adalah salah satu tempat yang benar-benar ‘wonderful Indonesia’. Bukan hanya dari pemandangan dan kekayaan alamnya, tapi juga penduduk yang truly ‘wonderful’.