Mohon tunggu...
Rahmat Hadi
Rahmat Hadi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

@rahmathadi

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Gejolak Adrenalin di Tebing Curug Cimarinjung, Ciletuh Geo Park Sukabumi

21 September 2015   17:37 Diperbarui: 21 September 2015   20:20 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ingin tahu rasanya merayap di tebing sambil mendengar gemuruh air terjun dan menikmati semilir angin sejuk Tanah Sunda? Atau ingin merasakan gejolak  adrenalin off-road yang rada-rada horror seorang diri di tengah hutan gelap gulita? "Please Fasten your seatbelt and let’s go!!!"

Aku kembali berpetualang lagi weekend ini. Jika beberapa bulan terakhir ini banyak menghabiskan weekend di gunung, kali ini mencoba melakukan aktifitas yang sudah hampir setahun belakangan ini tak pernah aku lakukan, panjat tebing atau rock climbing. Terakhir kali merayap di tebing saat menginap semalam di tebing Gunung Parang Purwakarta lebih setahun yang lalu. Bisa lihat link beritanya di Semalam di Tebing Gunung Parang

Meski sudah pernah dan beberapa kali melakukan panjat tebing ataupun panjat dinding, namun hal itu lebih ke pemanjatan bersifat wisata atau fun climbing. Kali ini aku ingin lebih ‘memperdalam’ dengan mempelajari dan mendalami ilmu yang berhubungan dengan salah satu aktifitas ekstrem ini.  Oleh karenanya aku ikut salah satu program Sekolah Panjat Tebing Merah Putih (SPTMP) yang berpusat di Bandung.

Pelatihan Panjat Tebing Tingkat 1 demikian nama program yang di gadang oleh  SPTMP yang bertujuan untuk memasyarakatkan panjat tebing. Hal ini sejalan dengan cita-cita SPTMP untuk ‘mencetak’ 1 juta pemanjat tebing dengan slogan ‘Gerakan 1 Juta Pemanjat Tebing Untuk Indonesia’.  Dipimpin oleh Kang Tedi Ixdiana selaku kepala sekolah, nama yang sudah tidak asing dalam dunia panjat tebing Indonesia dan Vertical Rescue,  didukung pula oleh instruktur berpengalaman. Pernah menyaksikan Acara Pemanjatan Puncak Cartenz di Papua sekaligus pembuatan jembatan tertinggi di Indonesia dari tali baja saat peringatan 70 tahun Indonesia merdeka bulan Agustus lalu? Itu dilakukan oleh Kang Tedi dan Team hebat dan luar biasa dari SPTMP.

Aku melakukan registrasi via online dari sebuah brosur yang ada di timeline salah seorang teman di Facebook beberapa hari sebelum tanggal 18 – 20 September 2015, waktu pelaksanaan. Sesuai brosur, acara pelatihan panjat tebing ini akan dilakukan di Curug Cimarinjung berketinggian 45 meter, salah satu zona dalam Kawasan Geopark  Ciletuh di Sukabumi, Jawa Barat.

Usai shalat jumat di Masjid Agung Sukabumi, aku segera meluncur bersama Qashwa, tunggangan kesayangan rekan berpetualang sejatiku. Sejak meninggalkan Kota Sukabumi, kami sudah dihadang dengan perbaikan jalan di beberapa ruas menuju ke Surade lewat jalur Jampang Tengah dan Jampang Kulon. Jarak 85 km  ditempuh selama 4 jam. Aku tiba di Let’s Coffee Café di Surade Jam 5 sore yang sudah ditetapkan sebagai meeting point. Aku kaget setiba di sana karena tak ada siapapun selain petugas café. Lebih kaget lagi saat aku di info kalau peserta dan panitia panjat tebing sudah berangkat semalam sebelumya. Padahal saat aku berbicara via telepon usai mentransfer biaya registrasi, aku diinfo oleh Kang Firman salah seorang panitia kalau rombongan akan berangkat Jumat sore. Sepertinya ada perubahan rencana dan aku tidak mendapat update. Aku kembali menghubungi Kang Firman dan mulai was-was karena dia tidak mengangkat telepon selama 2 x sementara petugas café yang ada di sana tak tahu tempat persisnya.

Untungnya Kang Firman menelepon dan aku memintanya untuk share location via whatsapp. Sesaat setelah menerima peta lokasi acara, aku segera meluncur. Saat itu jam 5 lewat 10 menit. Waktu tempuh yang ditunjukkan google maps adalah 50 menit. “Masih bisa tiba di sana sebelum gelap!” Begitu pikirku. Segera aku bawa Qashwa menyusuri jalan-jalan desa sesuai route yang ada di handphone. Jalan aspal berganti  jalan pengerasan dan semakin masuk ke dalam kondisi  jalanan semakin ‘berbeda’. Saat menyusuri jalan berbatu dan naik turun bukit, rumah warga desa yang tadinya berjejer sudah mulai menghilang satu persatu.

Dari kejauhan terlihat sunset sudah mulai terlihat pertanda gelap akan turun mengawali malam. Waktu tempuh di peta masih menunjukkan 30 menit. Artinya masih jauh, karena aku sudah menyetir selama 1 jam namun waktu tempuh di peta hanya berkurang 20 menit. Ada rasa was-was di pikiranku. Selain karena kondisi jalan berbatu yang naik turun dan sempit, juga terdapat banyak percabangan.

Route menuju ke Cimarinjung lewat Cikadal mulai diselimuti kegelapan. Rumah penduduk mulai jarang dan di beberapa titik kiri kanan jalan di tumbuhi hutan.  Jam sudah menunjukkan pukul 6.20 malam. Saat sedang berjuang menghadapi  jalan yang berlubang dan berbatu tiba-tiba… handphone mati! Suasana sekitar gelap gulita dan hanya diterangi cahaya lampu mobil. Ternyata handphone lowbat. Power bank tak terbawa, dan charger mobil tak berfungsi, sementara jalan banyak percabangan.

Mau bertanya ke penduduk desa tapi tak ada orang ataupun rumah. Aku berpikiran untuk kembali ke desa terakhir dimana masih terdapat listrik namun seingatku sudah cukup jauh. Namun mengingat kondisi jalannya dan hari semakin gelap…Arghhhh lengkap sudah penderitaanku.. Akhirnya aku memutuskan untuk melanjutkan perjalanan mengandalkan insting dan perasaan. Semoga secepatnya bisa menemukan rumah yang ada listriknya dan aku bisa menumpang charge handphone. Dalam kegelapan malam, aku merasa seperti berada di ‘in the middle of nowhere’.

Berselang 20 menit kemudian, dari kejauhan aku melihat setitik cahaya. Arghhh.. sebuah desa namun hampir semua rumah tertutup. Aku tetap menyetir. Aku berpikir jika tak ada rumah yang terbuka maka aku akan berhenti di rumah terakhir lalu mengetuknya untuk bertanya atau numpang nge-charge handphone.  Untungnya tak lama kemudian ada sebuah warung kelontong dengan seorang bapak sedang duduk di atas bale bambu. Aku berhenti dan (pura-pura) membeli minuman botol (padahal di mobil banyak minuman).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun