[caption id="attachment_340009" align="aligncenter" width="576" caption="(Photo by Rahmat Hadi) Dermaga Hati di Ancol"][/caption]
Aku mengisi weekend terakhir di Jakarta bersama seorang teman di Ancol, Sabtu sore kemarin sebelum bertolak kembali ke Yangon Myanmar di mana aku akan bertugas hingga bulan Maret tahun depan.
Hujan deras baru saja berhenti saat kami mulai memasuki kawasan wisata Ancol. Meski awalnya kami berencana untuk hunting photo, cuaca mendung yang masih setia menggelayut di langit utara Jakarta itu membuat kami sedikit pesimis bisa mendapatkan foto yang bagus. Benar adanya, kami baru saja akan memulai perburuan di sisi dermaga pantai karnaval saat tiba-tiba hujan kembali turun. Segera kami kembali ke dalam mobil menunggu hujan reda.
[caption id="attachment_340010" align="aligncenter" width="576" caption="(Photo by Rahmat Hadi) Ancol selepas hujan sore"]
Beberapa menit berselang hujan reda, kami menyusuri jembatan kayu untuk masuk ke sebuah café di yang terletak di atas air yang dihubungkan dengan sebuah jembatan kayu yang cukup panjang. Mendung masih saja menggantung namun secercah harapan muncul di belahan langit bagian barat karena tampak ada celah tempat sinar matahari bisa mengintip dan memberikan seberkas cahaya senja yang akan memperindah suasana sore.
[caption id="attachment_340011" align="aligncenter" width="576" caption="(Photo by Rahmat Hadi) Dermaga Hati di Ancol"]
Sebelum tiba di café, mataku tertuju pada sebuah benda berbentuk hati yang terpasang di salah satu dinding pembatas jembatan dengan tulisan ‘Dermaga Hati’. Bukan hanya tanda berbentuk hati, beberapa buah gembok dan rantai yang terpasang mengingatkanku pada sebuah tempat di Paris yang pernah aku baca dalam sebuah artikel. Pont Des Arts atau Jembatan Cinta yang terbentang di atas Sungai Seine yang membelah Kota Paris nan romantis itu adalah tempat di mana ribuan pasangan kekasih menempelkan atau tepatnya mengunci sebuah gembok lalu melemparkan gemboknya ke dasar sungai yang terletak di samping Museum Louvre itu.
Tentu saja artinya bahwa cinta suci mereka sudah terkunci mati dan takkan terpisahkan karena kuncinya sudah hilang dan berada di dasar sungai. Ada-ada saja... padahal cinta itu sebuah komitmen dari hati bukan ditentukan oleh gembok yang tak terbuka dan akan berkarat. Oleh karenanya, aktivitas penggantungan gembok ini telah dihentikan oleh pemerintah Kota Paris karena pagar jembatan yang fungsi awalnya untuk keamanan pengguna telah berubah fungsi menjadi tempat ‘pembuktian’ cinta. Konon setiap satu sisi pagar jembatan bisa berisi gembok dengan berat 500 kg atau setengah ton! Semoga dermaga hati yang ada di Ancol tidak akan bernasib sama, apalagi dermaga hatinya ‘hanya’ terbuat dari kayu yang akan lapuk seiring waktu berjalan.
[caption id="attachment_340012" align="aligncenter" width="427" caption="(Photo by Rahmat Hadi) Dermaga Hati di Ancol"]
Dermaga hati di Ancol juga dijadikan spot atau background foto oleh beberapa pengunjung kemarin sore, baik pasangan kekasih maupun sekumpulan remaja yang melewatkan Sabtu sore di sana. Meski cuaca mendung dan masih ditemani rintik hujan, selalu ada harapan bahwa sebuah pemandangan senja yang indah akan tersajikan.
[caption id="attachment_340017" align="aligncenter" width="576" caption="(Photo by Rahmat Hadi) Pelangi di Ancol kemarin sore"]
Benar adanya. Sesaat sebelum matahari kembali ke peraduan sekelebat sinar keemasan mewarnai langit utara Jakarta. Bukan itu saja, di arah timur sebuah sinar warna-warni yang melengkung terlihat dengan jelas menambah indahnya suasana senja nan romantis itu. Yah, seberkas pelangi meski dengan lengkungan yang kurang sempurna menjadi kan senja di Sabtu sore kemarin terasa sangat indah. Sebuah senja yang akan mengantarkan kami melewati kebersamaan indah sebelum dipisah oleh rentang jarak dan waktu yang cukup lama. Sebuah kebersamaan yang akan selalu dikenang dan dirindukan di perantauan.