Kota Pontianak adalah Ibu Kota Kalimantan Barat yang bependuduk sekitar 653.000 jiwa ( BPS Kota Pontianak Juni 2016) Â dengan luas 107, 8 Km2 dengan kepadatan penduduk sekitar 6046 jiwa per kilometernya, untuk sarana transportasi dalam kota sebagian besar penduduk Kota Pontianak menggunakan kendaraan pribadi baik roda dua dan roda empat, hal ini dikarenakan minimnya sarana tranportasi umum di Kota Pontianak. Â Armada transportasi umum jumlahnya sangat sedikit dan tidak berkembang bahkan cenderung menurun jumlahnya.Â
Jika pada tahun1990 an sampai awal 2000 angkutan umum atau dikenal dengan oplet menjadi tranportasi andalan bagi karyawan, pelajar, pedagang dan ibu rumah tangga untuk pergi dari suatu tempat ke tempat lain, maka sejak sepuluh tahun terakhir atau tahun 2006 ke atas, peran oplet telah tergantikan oleh kendaraan pribadi, saya sendiri di era akhir tahun 90 an sampai awal tahun 2000 an adalah pengguna jasa oplet untuk mengantar pergi sekolah dari kelas 1 SMP sampai tamat SMA setelah beranjak kuliah saya tidak lagi menggunakan oplet dikarenakan mendapat fasilitas motor pribadi dari orang tua untuk beraktivitas. Teman -teman di kampus juga sebagian besar menggunakan kendaraan pribadi sangat jarang yang menggunakan angkutan umum hal ini dikarenakan mulai jarangnya angkutan umum yang beroperasi melewati daerah kampus di awal saya kuliah tahun 2002. Padahal jumlah mahasiswa di kampus saya dalam 1 angkatan sekitar 4000 mahasiswa, bisa dibayangkan penuhnya parkir kampus jika separuh dari jumlah mahasiswa membawa kendaraan pribadi.
Data angkutan dalam kota Pontianak 2009-2013, jumlah armada oplet yang aktif berjumlah 92 armada, sementara tidak aktif berjumlah 291 armada. Pada priode  Desember 2015 lebih parah lagi. Armada oplet yang aktif 42 armada dan yang tidak aktif 218 armada. Dari sisa armada inilah, para supir tak ada pilihan. Selain melayani penumpang tradisional. Seperti para ibu rumah tangga, lansia dan lainnya, yang kebetulan tidak ada sanak-keluarga yang bersedia mengantar dengan kendaraan sendiri, terpaksa menggunakan angkutan oplet.
Angka pertumbuhan kepemilikan motor di Pontianak cukup fantastis. Subdirektorat Registrasi dan Identifikasi Direktorat Lalu Lintas Polda Kalbar, menjelaskan, pada tahun 2010 lalu terdapat 47.888 sepeda motor baru di Pontianak. Tahun 2011 bertambah 69.794 sepeda motor baru, dan dari Januari hingga Juli 2012 sudah ada 36.418 sepeda motor baru. Sementara menurut Sekretaris Dinas Perhubungan, Komunikasi, Informatika Kota Pontianak, Zulkifli, jumlah sepeda motor di Kota Pontianak mencapai 225.838 unit pada akhir 2011 (kompas.com 2012). Â Â Tak jauh berbeda dengan motor, warga Pontianak juga meminati mobil. Saat mobil LCGC diluncurkan tahun lalu, warga antusias membelinya. Pada saat mulai dipasarkan pada September 2013, mobil merk Toyota Agya sudah dipesan sebanyak 247 unit (tempo.co, 2013).Â
Tingginya penggunaan kendaraan pribadi dan terpinggirkannya angkutan umum tampaknya tidak menarik perhatian Pemerintah Kota Pontianak. Mereka tidak membuat kebijakan strategis untuk meningkatkan kualitas layanan angkutan umum dan membangun sarana transportasi yang memadai.
Sebaliknya Kadispenda (Kepala Dinas Pendapatan Daerah) Kalimantan Barat, Joshua Makarius, malah berpendapat tingginya kepemilikan kendaraan pribadi di Kalimantan Barat sebagai tanda kemakmuran warga Kalimantan Barat. Dia juga berpendapat kondisi ini bagus untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kalimantan Barat lewat pajak kendaraan bermotor (pontianak.tribunnews.com 2012).Â
Tingginya kepemilikan kendaraan pribadi tidak dianggap sebagai masalah oleh pemerintah daerah Kalimantan Barat. Pemerintah tidak memandang masalah ini terjadi karena buruknya sarana transportasi publik yang ada. Sehingga warga berusaha memenuhi butuhan transportasinya sendiri dengan membeli kendaraan pribadi. Sebaliknya mereka mengganggap kondisi ini sebagai berkah bagi kas daerah. Pemerintah daerah hanya mengeruk uang dari pajak warga tanpa membangun sarana transportasi publik yang memadai untuk memenuhi kebutuhan transportasi warga.
Padahal idealnya kota yang maju dan berwawasan global dan ramah lingkungan  adalah kota yang memiliki tranportasi umum lebih banyak daripada kendaraan pribadi, saat saya pergi di beberapa kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Medan, Maksaar dan Surabaya angkutan umum masih mudah ditemui membantu masyarakat bertransportasi, padahal tingginya jumlah kendaraan pribadi dan menurunnya jumlah angkutan umum dapat berpotensi menyebabkan macet di jalan dalam jangka panjang, tingginya konsumsi bahan bakar dan meningkatnya polusi pencemaran udara akibat asap kendaraan bermotor, saya juga mendapati fakta angka penderita infeksi saluran pernafasan (ISPA) Penduduk Kota Pontianak cukup tinggi yang menandakan rendahnya kualitas udara di Kota Pontianak
Menurunnya jumlah angkutan umum akibat berkurangnya penumpang di Kota Pontianak juga sebenarnya disebabkan  kurangnya para pengusaha transportasi berinovasi, angkutan umum yang ada sebagian besar tua dan tidak terawat, sebagai konsumen tentunya masyarakat menginginkan tranportasi yang aman, nyaman dan murah selain dari segi efesiensi waktu, Jika pengusaha transportasi umum bisa mengeluarkan terobosan menyediakan tranportasi yang aman, nyaman dan efesien tentu masyarakat akan memilihnya. Sebagai konsumen masyarat tidak bisa dipersalahkan  karena memilih angkutan yang paling rasional dan efesien. Akan tetapi tampaknya perlu juga campur tangan pemerintah dalam mengelola dan mengatur agar angkutan umum tidak lumpuh dan mati suri. Karena kota yang tidak memiliki angkutan umum yang layak bagi masyarakat bisa dikatakan kota yang belum maju atau masih terbelakang dalam hal layanan transportasi publik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H