Mohon tunggu...
Rahmat Gilang
Rahmat Gilang Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Hobi menulis dan membaca mencerminkan kepribadian yang reflektif, analitis, dan penuh rasa ingin tahu. Mereka yang suka membaca cenderung memiliki wawasan luas, berpikir kritis, dan menikmati eksplorasi ide-ide baru. Sementara itu, menulis menunjukkan kreativitas, kemampuan mengekspresikan pikiran secara terstruktur, serta ketelitian dalam merangkai kata. Kedua hobi ini sering kali berjalan beriringan, memperkaya kemampuan intelektual dan imajinatif seseorang.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

"Manuver Politik di Balik Putusan MA: Ketentuan Syarat Usia Calon Kepala Daerah"

10 Oktober 2024   15:53 Diperbarui: 10 Oktober 2024   16:09 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Belakangan ini, terdapat isu yang ramai menarik perhatian publik terkait perubahan syarat usia calon kepala daerah yang diputuskan oleh Mahkamah Agung (MA). Putusan ini menjadi topik panas, terutama ketika dikaitkan dengan sejumlah tokoh politik muda, seperti Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Joko Widodo. Spekulasi berkembang bahwa ada upaya politik tertentu di balik perubahan ini, yang diduga untuk membuka jalan bagi figur-figur politik tertentu agar bisa maju dalam pemilihan kepala daerah.  Kaesang dan Pilkada 2024: Putusan MA soal syarat usia calon kepala daerah - Ada kepentingan politik demi muluskan Kaesang Pangarep? (BBC News Indonesia, n.d., 2024). 

 Artikel ini bertujuan untuk mengulas secara mendalam konteks hukum tata negara terkait dengan perubahan syarat usia calon kepala daerah, serta menyoroti kemungkinan adanya pengaruh politik dalam keputusan tersebut. Kami juga akan melihat dampak yang ditimbulkan dari perspektif teori hukum dan undang-undang yang berlaku.

1. Landasan Hukum Syarat Usia Calon Kepala Daerah

 Syarat usia bagi calon kepala daerah telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e, disebutkan bahwa batas minimal usia untuk calon gubernur dan wakil gubernur adalah 30 tahun, sementara untuk calon bupati, wali kota, serta wakilnya adalah 25 tahun (Puspitasari, D., n.d., 2024). 

Namun, baru-baru ini Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan putusan yang membuka kemungkinan perubahan pada syarat usia ini, yang memicu banyak perdebatan. Salah satu kontroversi utamanya adalah bahwa usia minimal kini dapat lebih fleksibel atau bahkan diatur oleh peraturan daerah (Perda), yang sebelumnya tidak memungkinkan (Liputan6.com, 2024). Hal ini ditafsirkan oleh beberapa pihak sebagai upaya untuk memberi ruang bagi calon-calon muda yang sebelumnya belum memenuhi kriteria usia yang ditetapkan.

2. Peran Mahkamah Agung dalam Tata Negara

 Sebagai lembaga peradilan tertinggi, Mahkamah Agung (MA) memiliki peran krusial dalam menjaga agar peraturan perundang-undangan di Indonesia tetap sejalan dengan UUD 1945. Dalam Pasal 24A UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung, MA memiliki kewenangan untuk menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang. Hal ini termasuk peraturan daerah yang mungkin dianggap bertentangan dengan konstitusi. Dalam kasus syarat usia calon kepala daerah, MA memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa peraturan yang ada sesuai dengan nilai-nilai konstitusi dan menjaga keseimbangan antara aturan hukum dan kepentingan publik. Namun, ada dugaan bahwa keputusan ini mungkin tidak sepenuhnya bebas dari kepentingan politik.

3. Teori Hukum Tata Negara dan Potensi Manuver Politik

 Dalam teori hukum tata negara, setiap keputusan hukum, termasuk yang diambil oleh Mahkamah Agung (MA), harus didasarkan pada aturan konstitusional dan prinsip-prinsip hukum yang berlaku. Namun, dalam praktiknya, sering kali ada pengaruh dari luar yang dikenal sebagai manuver politik, di mana keputusan hukum tidak murni didasari oleh pertimbangan yuridis, tetapi juga oleh kepentingan politik (Ernes, Y., n.d., 2024).

Dalam teori Hukum Positif yang dikemukakan oleh Hans Kelsen, hukum dipandang sebagai norma hierarkis di mana aturan yang lebih rendah harus mengikuti aturan yang lebih tinggi. Meskipun demikian, Kelsen juga menyadari bahwa dalam penerapan hukum, faktor non-hukum, seperti politik, dapat memengaruhi keputusan. Dalam konteks ini, dugaan adanya manuver politik di balik putusan Mahkamah Agung (MA) mengenai usia calon kepala daerah bisa saja muncul, terutama jika ada figur tertentu yang diuntungkan oleh perubahan tersebut.

 Selain itu, teori Legal Realism yang diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes menekankan bahwa hukum sering kali mencerminkan kepentingan sosial, politik, dan ekonomi. Dalam pandangan ini, keputusan hukum bukan hanya soal interpretasi aturan tertulis, tetapi juga tentang bagaimana berbagai kepentingan sosial dan politik mempengaruhinya. Dalam hal ini, perubahan syarat usia calon kepala daerah bisa jadi merupakan hasil dari tekanan politik untuk mengakomodasi figur tertentu yang dianggap strategis bagi kelompok elite. 

4. Analisis: Politik di Balik Putusan Mahkamah Agung (MA) 

  Banyak pengamat menduga bahwa keputusan Mahkamah Agung (MA) mengenai syarat usia calon kepala daerah bukanlah keputusan yang sepenuhnya bebas dari pengaruh politik. Ada spekulasi bahwa keputusan ini dimaksudkan untuk membuka jalan bagi calon-calon muda yang tidak memenuhi syarat usia berdasarkan aturan lama, seperti Kaesang Pangarep, yang baru-baru ini disebut-sebut akan memasuki ranah politik. Jika benar bahwa putusan ini dibuat untuk menguntungkan kandidat tertentu, maka ini menunjukkan bahwa hukum dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk kepentingan politik jangka pendek. Hal ini dapat berdampak pada kepercayaan publik terhadap lembaga hukum dan integritas proses demokrasi. Dalam konteks ini, penting untuk memahami bahwa hukum tidak selalu berjalan dalam ruang hampa. Keputusan hukum sering kali dipengaruhi oleh dinamika politik yang kompleks.

   5. Dampak Putusan terhadap Demokrasi dan Sistem Hukum 

Apabila dugaan adanya manuver politik di balik putusan Mahkamah Agung (MA) ini benar, maka hal ini berpotensi memberikan dampak negatif pada kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum dan proses demokrasi di Indonesia. Demokrasi yang sehat membutuhkan pemisahan yang jelas antara hukum dan politik. Keputusan yang menyangkut pemilu atau syarat-syarat calon kepala daerah seharusnya didasarkan pada prinsip-prinsip hukum yang adil dan objektif, bukan pada upaya melayani kepentingan elit politik tertentu.

   Namun, di sisi lain, beberapa pihak juga berpendapat bahwa keputusan ini membuka ruang bagi generasi muda untuk berpartisipasi dalam politik. Dalam pandangan mereka, aturan usia minimal yang terlalu tinggi bisa dianggap sebagai hambatan bagi anak muda yang ingin berkontribusi dan membawa perubahan positif dalam politik Indonesia.

Kesimpulan

 Perubahan syarat usia calon kepala daerah yang diputuskan oleh Mahkamah Agung (MA) telah menimbulkan kontroversi, baik di kalangan politisi maupun masyarakat luas. Meskipun keputusan ini dapat dilihat sebagai langkah untuk membuka partisipasi politik bagi kalangan muda, muncul pula kecurigaan bahwa hal ini dipengaruhi oleh manuver politik yang bertujuan menguntungkan figur-figur tertentu.

Dalam perspektif hukum tata negara, penting bagi setiap keputusan untuk tetap berpegang pada prinsip-prinsip keadilan dan konstitusionalisme. Hukum harus menjadi alat yang netral, yang menjaga keseimbangan antara kepentingan politik dan kebutuhan masyarakat, bukan sebagai alat untuk memperkuat agenda politik elit tertentu. Demokrasi yang sehat membutuhkan sistem hukum yang kuat dan independen dari pengaruh politik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun