Tepat pada tanggal 1 Juni 2019, Pancasila sebagai ideologi negara memasuki usia ke 74 tahun. Lalu, bagaimana eksistensi Pancasila hingga saat ini ? Pada awal dibentuknya Pancasila, dunia dihadapi oleh beragam ideologi lainnya seperti komunis dan sosialis yang berkembang pesat di Eropa Timur hingga memasuki wilayah Asia Tenggara seperti Vietnam dan Kamboja, bahkan hingga ke Indonesia.Â
Namun Soekarno tetap mempertahankan Pancasila karena dianggap yang paling tepat untuk diterapkan di Indonesia yang memiliki banyak keragaman suku dan budaya serta agama sehingga Pancasila menjadi dasar negara yang kuat untuk menerapkan demokrasi.
Di era saat ini, rasanya ideologi seperti komunis dan sosialis sudah lama ditinggalkan, bahkan negara seperti Uni Soviet yang menerapkan sosialis komunis sudah lenyap berganti dengan negara baru bernama Rusia yang sudah tidak lagi menggunakan ideologi tersebut.
 Saat ini Venezuela sebagai negara dengan ideologi sosialis komunis pun dihadapi oleh berbagai problematika. Kita tau dewasa ini Venezuela dihadapkan dengan krisis moneter dan problematika lain higga menyebabkan kekacauan politik negara tersebut.Â
Republik Rakyat China saat ini juga sudah tidak meng implementasikan secara penuh ideologi sosialis komunis mereka sejak reformasi ekonomi pada tahun 1978 dibawah kepemimpinan Deng Xiaoping yang tidak keberatan untuk menganut sistem kapitalis untuk membangun pertumbuhan ekonomi.
Namun, meskipun sosialis komunis bukan lagi merupakan ancaman yang absolut bagi Pancasila, muncul sebuah wacana baru bagi mereka penganut Islam garis keras yang menyebar virus  Eksperimen Revolusi Arab (Arab Spring) yang akhir akhir ini menjadi momok bagi Indonesia sendiri.Â
Arab Spring adalah sebuah percobaan untuk meruntuhkan sistem dan implementor sistem sebuah negara. Misi utama mereka adalah meruntuhkan sistem yang ada untuk kemudian menggantinya dengan sistem yang ideal menurut mereka (khilafah).
Eksperimen Revolusi Arab ini sudah dijalankan oleh beberapa kelompok islam garis keras dibeberapa negara Timur Tengah, kita dapat melihat contoh disini seperti Suriah, sejak Arab Spring dijalankan pada 2011 hingga sekarang negara tersebut porak poranda oleh perang saudara yang ditimbulkan oleh kekacauan politik negara tersebut. Saat ini kelompok-kelompok yang ingin menjalankan Arab Spring sudah bergerilya dan membangun jejaring dalam beberapa Ormas seperti HTI (Hizbut Tahrir Indonesia).Â
Meskipun sudah dibubarkan beberapa waktu lalu namun mereka masih saja berafiliasi dengan leluasa melalui sejumlah partai politik yang ada di Indonesia membangun jejaring dan menguasai tempat ibadah sebagai wadah mereka untuk menyebarkan doktrin-doktrin dan ideologi  mereka tentang ke khilafahan di indonesia. Pada tanggal 22 Mei 2019 lalu, kelompok ini mencoba melancarkan aksinya di Indonesia tentunya dengan kedok agama demi kepentingan kekuasaan mereka sebagaimana  pernah dilakukan di Suriah, dengan penggunaan Masjid sebagai markas keberangkatan demonstran.Â
Kedok agama selalu mereka gunakan seperti meneybarkan fitnah kepada pemerintahan yang dituduh kafir, anti islam dan telah mengkriminalisasi tokoh-tokoh ulama tertentu. Sebelumnya mereka juga telah meng-konsolidasikan jihad untuk melakukan bom bunuh diri seperti yang telah lama di lancarkan di Indonesia melalui serangkaian penyerangan bom bunuh diri yang pernah terjadi. Kelompok islam garis keras ini anti-demokrasi.Â
Tetapi, mereka yang anti-demokrasi melalui televisi media sosial dan sarana lainnya telah mengumbar dakwah yang terkadang melawan konstitusi. Bahkan, gerakan People Power yang mereka lancarkan belakangan ini merupakan suatu implementasi berdemokrasi, dimana mendapatkan hak untuk bebas berpendapat.Â