Oleh : Muhammad Arisy Karomy
Niat ingsun tabarrukan wa ta'dziman (apresiasi) terhadap Masyayikh Sidoarjo melalui penelusuran kitab-kitab karya Masyayikh Muallif Sidoarjo. 20 Juni 2020 silaturahmi ke KH. Ali Bashori bin KH Ma'shum Ahmad bin KH Ahmad Asy'ari bin KH Abu Mansur bin KH Muhayyin Shono Buduran. Lanjut Ziarah makam Mbah Muhayyin di dalam komplek markas ksatrian TNI. Dulu makam ini menyatu dengan masjid dan Pondok Pesantren Shono yang terkenal dengan tashrifan Shono Buduran.
Pendiri pesantren adalah Mbah Muhayyin bersama 2 putra beliau Mbah Abu Mansur dan Mbah Zarkasi. Mbah Zarkasi memiliki cucu KH Ali Mas'ud Pagerwojo bin Mbah Said bin Mbah Zarkasi. Banyak sumber yang mengatakan bahwa Mbah Ali Mas'ud Pagerwojo lahir di pesantren Shono Buduran. Mbah Sa'id juga dimakamkan di pemakaman sesepuh Ulama Sono.
Jepang datang menggusur pesantren Shono untuk dijadikan markas tentara. Santri dan pengasuh tercerai berai. Keluarga pengasuh mengungsi ke Jember. Sayangnya markas itu diambil alih oleh TKR/TNI hingga sekarang. Zaman orde baru makam sesepuh ulama sono tertutup terlarang dikunjungi. Beberapa kali upaya pengembalian lahan pesantren.Ā
Puncaknya zaman Gus Dur menjabat presiden, keluarga pesantren, KH Ma'shum dan para pendamping dipanggil Mabes TNI. Hasilnya tetap nihil dalam hal pengembalian aset lahan. Berhasil soal status makam. Sekarang makam terbuka bisa diziarahi masyarakat. Bahkan tahun lalu tepatnya 4 Maret 2019 bertepatan 27 Jumadil akhir 1440 H, KH Ma'shum wafat dimakamkan di makam sesepuh ulama Sono bersama Mbah Muhayyin, Mbah Abu Mansur, Mbah Zarkasi dan lain-lain. Alhamdulillah.
Tentang kitab tashrifan Sono
Banyak yang menerima informasi, termasuk saya awalnya bahwa Kitab Tasrifan Sono disusun oleh Ulama Sono. Tanpa tahu nama penyusun. Hingga sekarang nama penyusun masih misterius. Bahkan bagi kalangan dzurriyah Ulama Sono.
Menurut KH. Ali Bashori bin Ma'shum, Kitab Tashrifan Sono dibawa oleh Mbah Abu Mansur dari Pesantren Kalangbret Tulungagung. Keberadaan pesantren Ā sekarang ini tinggal sejarah. Mbah Abu Mansur mengajarkan kitab ini hingga populer dan menarik minat para santri luar Sono bahkan luar Sidoarjo. Beberapa Ulama besar seperti: Mbah Abdul Karim Lirboyo, Mbah Hasyim Asy'ari Jombang, Mbah Wahid Hasyim, Mbah Ma'shum Ali Kwaron Jombang, KH Masykur Malang Menteri Agama RI, KH Khozin Mansur Putat Tanggulangin Ā dan lain-lain dikabarkan belajar ilmu shorof di pesantren Sono. Kitab Tashrifan Sono kemudian disempurnakan oleh K.H. Ma'shum Ali menantu Hadlratusyeikh Hasyim Asy'ari.Ā
Menurut keterangan dari KH Kholilurrahman Jetis, Amtsilatuttashrifiyah atau Tashrifan Jombang belum selesai disusun KH Ma'shum Ali. Beliau wafat sebelum merampungkannya. Kitab tersebut kemudian dilanjutkan Bu Nyai Khoiriyah Ma'shum binti Hasyim Asy'ari. Penyempurnaan itu dimulai dari tashrif lughowi yang terpisah dengan tashrif ishtilahi.
Sementara dalam Tashrifan Sono, sistematikanya di selang seling antara istilahi dan lughowi. Contoh per bab juga hanya satu. Jadi lebih ringkas. Satu wazan diikuti langsung satu mauzun plus ma'na dan shighot tanpa bina' sebagaimana Tashrifan Jombang. Tashrifan Sono lebih ringkas juga karena tidak menyebut Masdar mim.
KH. Ali Bashori juga menceritakan bahwa Kitab Tashrifan Sono ini oleh KH Ma'shum tidak disebut sebagai pelajaran ulama dan santri Sono, melainkan amalan santri dan ulama Sono Buduran.