Mohon tunggu...
Rahmat Asmayadi
Rahmat Asmayadi Mohon Tunggu... Guru - Pendaki ⛰

Pengajar💡 yang suka ngeblog✏, jejaring sosial, bola⚽, jalan-jalan, hobi dengan gadget dan teknologi📲~

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cara Pergimu yang Salah, Terlalu Egois, Enggan Memikirlan Hati yang Tengah Teriris Tragis

19 September 2019   16:50 Diperbarui: 19 September 2019   21:22 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ah sudah, aku sudah sangat merelakanmu~

Jika harus ku ceritakan, kau bukan wanita romantis; jarang sekali bersikap manis. Namun, kau pandai merangkai kata yang selalu membuatku luluh. Semarah apapun, sekesal apapun, selalu; kau selalu berhasil membuatku tersenyum kembali. Ah, dulu rasanya bahagia sekali. Awal mengenalmu; saat itu hatiku sedang patah; terluka parah; berdarah-darah karena cinta yang salah. Kau datang membawa kenyamanan berbeda. Akupun jatuh dalam pelukanmu. Hingga beberapa tahun lamanya kita bersama. Namun, yang kurasa kita tak pernah benar-benar bersama, hanya aku dan bayanganmu.

Kau ingat? Kau pernah menjanjikan bahagia yang tanpa tangis, namun kau malah membuatku menangis semalam suntuk. Kau juga berjanji takkan menyakitiku, nyatanya kau menyakiti bahkan merusak hatiku. Apa harus ku ceritakan ulang? Apa harus ku jelaskan pada semua orang? Apa harus ku beberkan keburukanmu? Sayangnya, aku tak sejahat itu. Aku tak diajarkan berbuat sekejam itu oleh Ibuku.

Beruntung sekali dirimu. Berbanggalah, aku tak seperti kebanyakan lelaki diluar sana. Aku tak pernah menuntut apapun, aku tak pernah meminta ini itu, aku masih bisa menerima walau aku tak pernah jadi prioritasmu. Aku hanya meminta waktumu sebentar, tak lebih. Ah tapi, kau selalu sibuk dengan duniamu. Kau selalu asik dengan teman-temanmu. Aku hanya figuranmu, dibutuhkan ketika kejenuhanmu datang.

Bukan, aku bukan terlambat menyadari, bukan tak mengetahui apa-apa. Aku tahu segalanya, sungguh. Hanya saja, aku berpura-pura semuanya baik-baik saja. Aku berpura-pura tak terjadi apa-apa. Bodohnya, aku bertahan dengan keadaan gila itu selama empat bulan lamanya. Harusnya, saat ku sadar kau mulai berubah, aku bergegas menguatkan hati. Harusnya saat kau mulai menghilang, aku bersiap untuk mundur. Salahku, mengunci mulut tanpa berani bertanya apapun. Hingga akhirnya, aku menyakiti diriku sendiri.

Aku belum menyiapkan hatiku, tiba-tiba kau datang dan pergi, kau berlari tanpa memberi aba-aba, kau pergi tanpa mengucap pamit. Ku pikir, kau perempuan dewasa. Nyatanya, kau tak lebih baik dari bocah ingusan. Benar kata orang, umur bukan lah patokan dewasa. Aku tertawa mengingatnya. Begini, aku membersamaimu selama dua tahun memangnya tak menghabiskan waktuku? Memangnya tak menguras tenagaku? Kau pikir, aku selalu baik-baik saja? Kau salah besar jika selama kurun waktu dua tahun tersebut, menganggap aku dan semuanya baik-baik saja? Kau pikir, yang kau berikan kebahagiaan saja? Lalu, saat kau tak menyadari memberi luka, kau tak ingat? Haha.

Manusia lucu! Topengmu banyak, berganti setiap hari. Aku bodoh tak menyadari apapun. Ya, aku tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan lelaki perebut itu. Dia keren, mungkin sempurna untukmu. Dan aku, kalah telak olehnya, tak apa. Dan dik, apakah itu yang kau sebut cinta? Ketika kau masih denganku, namun kau tertawa dengan lelaki lain. Semuanya berubah, kamu; sikapmu. Hey, aku tak sebodoh itu mengartikan sikapmu yang mendadak berubah. Harusnya jika kau menemukan cinta yang baru; jika kau mendapatkan kenyamanan yang baru; jika memang denganku tak kunjung kau temukan bahagia; harusnya bicara saja sejujurnya.

Katakan saja kau tak mencintaiku lagi; katakan saja tak ada rasa sayang lagi; katakan saja kau bosan dan jenuh bersamaku. Perlu kau tahu, aku takkan memaksamu untuk terus bersamaku jika pada kenyataannya kau tak bahagia. Aku tak sejahat yang kau pikirkan. Apa kau tak ingat? Dulu kita,  tepatnya kau pernah berkata 'tak ada yang harus ditutupi, terbuka saja semuanya' kenyataannya kau tak pernah menepati apa yang kau ucapkan.

Perlu kau sadari, yang dimulai dengan cara terbaik saja tak selalu berakhir baik, apalagi yang dimulai dengan cara tak baik, mungkin saja akan berakhir jauh tidak baik.
Aku tak menyalahkan kau mencintai lelaki lain itu. Hanya saja, cara pergimu yang salah. Kau terlalu egois; tak mau memikirkan hati orang lain. Kau serakah; kau dengannya, namun denganku kau enggan melepaskan, enggan menyudahi hubungan. Kau sebut kau wanita? Ah sudah, aku sudah sangat merelakanmu. Pergi saja, aku muak dengan wanita brengsek sepertimu. Perlu kau sadari, yang dimulai dengan cara terbaik saja tak selalu berakhir baik, apalagi yang dimulai dengan cara tak baik, mungkin saja akan berakhir jauh tidak baik. Aku tak mendoakan yang buruk, namun itulah kehidupan. Apa yang kau tanam, itulah yang akan kau tuai. Jadi, selamat menuai apa yang kau tanam selama ini. Semoga panen yang kau dapat melimpah, mungkin beberapa tahun kedepan akan sangat melimpah. Aku hanya akan menyaksikan dari kejauhan; tertawa terbahak; dan berkata:

Selamat, karma memang tak pernah salah tempat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun