Mohon tunggu...
Rahmad Arbadilah Damanik
Rahmad Arbadilah Damanik Mohon Tunggu... Aktor - Penulis Lepas

Communication Student - Riau University

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Manusia Dikendalikan Layaknya Boneka Bertali

12 Maret 2022   20:57 Diperbarui: 12 Maret 2022   21:20 887
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Kita diperintah, pikiran-pikiran kita dicetak, selera-selera kita dibentuk, gagasan-gagasan kita dimodelkan, sebagian besar oleh orang-orang yang tak pernah kita kenali." quotes Edward Bernays tersebut mungkin cocok dijadikan sebagai pembuka tulisan opini ini.

Secara tidak sadar, kebanyakan dari hidup manusia dikendalikan oleh sesuatu. Sesuatu tersebut bergantung pada kondisi yang di jalani oleh masing-masing individu. Kalau didalam buku "Propaganda Opini Masyarakat" karya Edward Bernays, lebih memaparkan bagaimana manusia menjadi sasaran propaganda oleh shadow leader. Siapa mereka? Katakanlah mungkin dari praktisi humas, aktor politik, tokoh agama, sebuah sistem atau yang lainnya.

Tulisan ini tidaklah membahas buku tersebut dan tidak pula menyinggung buku Filosofi Teras yang mengajarkan kita untuk fokus akan apa yang bisa kita kendalikan dalam hidup. Tulisan ini juga tidak dari referensi manapun, hanya murni lahir dari cocoklogi penulis mengenai ilustrasi boneka bertali yang dikendalikan oleh seseorang.

Sesuatu pengendali dalam hidup kita mungkin bisa di cermati dari hal yang lebih sederhana lagi. Hal yang dikendalikan dari diri kita bisa saja mempengaruhi pikiran atau perbuatan. Ada beberapa contoh kasus, yang bisa jadi menandakan bahwa manusia itu sejatinya dikendalikan. Pertama, seseorang pegawai yang dipaksa lembur dan melakukan banyak hal. Pegawai akan mendapatkan sanksi apabila tidak menyelesaikan segala tugas tersebut. Pegawai akan berpikir bahwa apabila dipecat, sulit baginya mencari pekerjaan lagi atau kalaulah ia menyelesaikan tugas tersebut, mungkin ada bonus/karirnya akan lebih baik lagi. Pegawai bisa juga mempertaruhkan kesehatannya karena memaksa bekerja diluar batas wajar. Padahal mudah bagi perusahaan tersebut mencari pegawai yang baru. Disini kita melihat bahwa sang pengendali pegawai tersebut adalah bosnya.

Contoh kasus kedua, para tentara IS*S yang rela meledakkan diri untuk mendapatkan (yang katanya) syurga. Mereka berani melakukan itu karena keyakinan yang mereka anggap sebagai sebuah kebenaran mutlak. Dari sini kita melihat bahwa yang mengendalikan mereka adalah doktrin sesat. Kemudian kasus ketiga adalah individu yang mencari informasi yang kemudian mempercainya melalui media online yang bisa saja mengandung unsur hoax, menganggap media sosial adalah  satu-satunya sarana hiburan, tidak mau ketinggalan apapun dari sosial media, merasa panik apabila tidak membawa smartphone, sedih dan hampa tanpa bermain game/media sosial dalam sehari, dll. Itu semua masuk kedalam kategori Nomophobia dan Fear of Missing Out. Pengendali orang tersebut adalah media sosial dan smartphone.

Contoh kasus lain adalah seseorang yang suka membandingkan diri dengan orang lain, korupsi meskipun berkecukupan, merasa selalu benar dan tidak mau mendengarkan orang lain, tidak mau berusaha dan berubah menjadi lebih baik, menuruti hawa nafsu untuk melakukan tindakan yang keji, berdosa dan melakukan hal terlarang dalam agama atau norma lainnya. Kasus ini lebih menarik, karena yang mengendalikan hal itu berasal dari diri manusia itu sendiri. Dikendalikan oleh hal seperti rasa malas, ego, pesimis, ketamakan, hawa nafsu, dll. Itu tadi mungkin hanya beberapa contoh kasus, dan mungkin masih banyak lagi contoh kasus yang menggambarkan bahwa manusia berada dalam kendali.

Maka demikian, selanjutnya yang seyogyanya dipahami adalah bahwa kita harus berusaha sadar akan apa atau siapa yang mengendalikan kita. Karena bisa saja kendali tersebut berbahaya/buruk bagi kita. Tak perlu jauh-jauh dalam melihat kasus yang menggambarkan adanya pengendalian. seperti mengatakan bahwa presiden J adalah bonekanya si M, atau negara I katanya dikendalikan oleh negara A, adanya kendali elite global di dunia ini, dll. Tidak masalah apabila hal tersebut coba seseorang analisis kemudian menemukan data/fakta yang menurutnya relevan dengan asumsinya. Namun kembali ke hal yang lebih sederhana lagi, bahwa manusia terkadang ibarat boneka bertali, yang tentunya ada aktor penggerak dibaliknya. Dan kita sebisa mungkin berusaha melepas segala tali kendali buruk dalam diri kita. Pada beberapa hal yang sedang dijalani, coba tanyakan, "apakah aku sedang berada dalam kedali buruk?" 

Sulit untuk memastikan bahwa kita sadar dalam kendali buruk sebelum kita mengesampingkan pertimbangan perasaan nyaman, senang, pembenaran dan tidak mau mencari tau. Dalam beberapa kasus tersebut, bisa dilihat bahwa tentara IS*S merasa yakin dengan doktrin tersebut yang berasal dari penafsiran kitab suci yang keliru. Dalam hal hawa nafsu, penting mengenali sebab dan akibat dari perbuatan dosa, atau mencari infomasi mengenai mental health. Kemudian mengenai kecanduan terhadap media sosial, game dan smartphone yang coba di analisis berdasarkan kondisi masing-masing kita. Ketika kita merasa bahwa kita banyak menghabiskan waktu untuk itu, tidak produktif atau sampai lupa ibadah, maka kita harus mencari tahu apakah hal tersebut ternyata buruk dan masuk dalam ranah kecanduan. Apabila iya, bukan berarti kita meninggalkan seluruh aktivitas tersebut, namun seperti yang di tekankan tadi bahwa yang harus dilepas adalah kendali buruknya.

Yang menjadi masalah adalah apabila kita nyaman dengan kendali, tidak mau tau, dan selalu melakukan pembenaran. Contohnya menganggap bahwa bermain media sosial seharian setiap hari sebagai hiburan itu lebih baik dari tindakan mencuri. Tapi sejatinya hal tersebut mencuri waktu kita untuk tidak pernah lepas bermain medsos dan mengorbankan waktu yang seharusnya bisa dipakai untuk belajar, bekerja, atau hal bermanfaat lainnya. Hiburan mungkin sekedarnya, bukan berlebihan. Seringkali kasus-kasus seperti itu dibenarkan apabila individu tersebut tidak mencari tahu dan menganalisa kondisinya saat ini terhadap pengambilan keputusan dalam mengontrol kendali tersebut.

Sampai saat ini mungkin kita masih berada dalam kendali apapun itu yang mungkin belum kita kenali/sadari. Semoga kita bisa melepas segala kendali buruk yang mempengaruhi pola pikir, jiwa, ataupun perbuatan kita.

(RAD) 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun