Mohon tunggu...
Rahmad Alam
Rahmad Alam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa psikologi UST, suka menulis dan rebahan.

Seorang mahasiswa fakultas psikologi universitas sarjanawiyata tamansiswa yogyakarta yang punya prinsip bahwa pemikiran harus disebarkan kepada orang lain dan tidak boleh disimpan sendiri walaupun pemikiran itu goblok dan naif sekalipun.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Resensi Buku "Lari Dari Kebebasan" Karya Erich Fromm

18 Juni 2023   08:25 Diperbarui: 18 Juni 2023   08:28 842
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cover buku. Sumber: Dokumen pribadi

  • Judul Buku: Lari Dari Kebebasan
  • Penerbit: IRCiSoD
  • Penulis: Erich Fromm
  • Penerjemah: Noa Dhegaska
  • ISBN: 978-623-7378-19-8
  • Jumlah Halaman: 326
  • Harga: Rp. 80.000

Mengapa banyak orang lari dari kebebasan sesungguhnya? Sebenarnya bagaimana psikologi memandang arti sebuah kebebasan?

Dalam buku ini kita akan melihat kebebasan sebagai sebuah atribut psikologi yang menurut Erich Fromm, sang penulis buku ini sebagai sesuatu yang dihindari. Mengapa hal tersebut terjadi? Simak terus resensi buku ini.

Sebelum membahas lebih lanjut alangkah kita tahu terlebih dahulu siapa penulis buku ini. Erich Fromm (1900-1980) merupakan seorang psikoanalisis, sosiologis, dan sosial-demokrat berkebangsaan Jerman-Amerika. Karya-karyanya yang sudah saya baca seperti Akar Kekerasan, Marx's Concept of Man, dan Perang Dalam Diri Manusia.

Dalam buku ini berisi 8 bab yang akan saya rangkum menjadi tiga bahasan utama yakni, Kebebasan Sebagai Masalah Psikologis, Mekanisme Pelarian Diri, dan Kebebasan dengan Spontanitas. Berikut beberapa penjelasan dari tiga hal tersebut:

Kebebasan Sebagai Masalah Psikologis

Baca Juga: Resensi Buku: Perang Dalam Diri Manusia Karya Erich Fromm

Setiap masa dalam sejarah manusia diwarnai dengan perjuangan pada kebebasan. Walaupun pada akhirnya perjuangan tersebut membuat si pejuang kebebasan malah berpihak ke musuh-musuh kebebasan setelah dimenangkannya peperangan, perjuangan atas nama kebebasan masih dapat dipercaya banyak orang.

Pada buku ini kita dijelaskan bahwa setiap kebebasan terkadang memberi seseorang rasa keterasingan sehingga dia perlu untuk mengaitkan dirinya dengan otoritas baru. Kesendirian, keterasingan dan rasa tidak aman inilah mengapa membuat banyak orang memilih tunduk pada ideologi diktatorial seperti Fasisme.

Pokok utama pembahasan buku ini sebenarnya berpusat pada kebebasan seseorang yang telah dia raih setelah lepas dari ikatan manusia dan alam yang pada akhirnya membawa dia kepada dua pilihan, menyatukan diri pada dunia dengan spontanitas cinta dan produktivitas kerja atau pilihan yang terakhir yaitu lari dari kebebasan sembari melekatkan diri pada otoritas tertentu dan menghancurkan integritas individunya.

"Kebebasan membawa seseorang kepada individualisme dan keterasingan, karenanya banyak orang lari dari kebebasan."

Mekanisme Pelarian Diri

Pelarian diri terhadap kebebasan ini adalah imbas dari ketidakmampuan seseorang untuk mengetahui "kebebasan untuk apa" dan hanya tahu "kebebasan dari apa". 

Oleh karena itu, terbentuklah suatu perilaku neurotik yang merupakan bentuk dari mekanisme pelarian diri. Terdapat tiga mekanisme pelarian diri tersebut yaitu Otoritarianisme, Tendensi Destruktif, dan Ketundukan Otomat.

  • Otoritarianisme

Otoritarianisme membuat seseorang menyerahkan kemerdekaan individunya demi menyatu kepada kekuatan besar di luar diri yang tidak dimilikinya. Mekanisme ini berpusat pada perilaku Sado-masokisme sosial dimana orang yang mengikuti kekuatan otoriter memelihara rasa inferioritas diri.

  • Tendensi Destruktif

Pada mekanisme pelarian selanjutnya terdapat suatu kecenderungan untuk melakukan perilaku merusak jika kebebasan yang dimilikinya mengarahkan pada keterasingan. Berbeda dengan otoritarianisme yang didasari sado-masokisme, tendensi destruktif didasari agresivitas guna mengeliminasi objek tertentu.

  • Ketundukan Otomat

Mekanisme pelarian yang terakhir ini sangat sering dijumpai pada banyak orang yaitu ketundukan pada standar normal masyarakat, budaya, dan norma-norma yang ada. Pada ketundukan otomat, seseorang akan mengubah jati dirinya sama seperti orang lain. Hal ini membuat keunikan individunya hilang dan dia tidak tahu siapa dirinya.

Ketiga mekanisme tersebut berasal dari pelarian pada kebebasan yang individualistis dan terasing. Lalu sebenarnya bagaimana kebebasan yang semestinya benar secara psikologis menurut Erich Fromm? Simak ulasannya lebih lanjut.

Baca Juga: Resensi Buku: Gagasan Tentang Manusia Karya Erich Fromm

Kebebasan dengan Spontanitas

Ilusi dari individualitas membawa kita pada penekanan dan pengekspresian berlebihan pada emosi yang akhirnya kita tidak bisa merasakan emosi dan rasa aman. 

Pada proses berpikir juga dilakukan represi akan pemikiran orisinal oleh ilusi fakta, informasi, dan relativisme kebenaran. Kebebasan manusia modern ada pada keinginan yang dia rasa tahu tapi sebenarnya dia tidak tahu dan tidak bisa memilikinya.

Hal-hal yang telah kita bahas sebelumnya adalah dampak dari kebebasan negatif yang hanya didasari oleh "bebas dari", namun sebenarnya ada kebebasan positif dimana terdapat aktivitas spontan dari kepribadian yang utuh dan terintegrasi. Kebebasan dimana orang menampakkan individualitasnya sekaligus melebur ke dalam dunia dalam suatu produktifitas, tanpa keterasingan.

Kebebasan sejati ada pada perilaku spontanitas dari kepribadian yang alami atas dasar afirmasi cinta pada dunia, dan karena itu dia tidak merasa terisolasi dan melebur menjadi satu dengan dunia.

Baca juga: Resensi Buku: Akar Kekerasan Karya Erich Fromm

Buku berjudul Lari Dari Kebebasan memang memberi sebuah wawasan baru akan arti sebuah kebebasan. Erich Fromm membawa kita pada realitas dunia modern yang banyak mengagungkan kebebasan tapi nyatanya malah menjadi budak bagi sebuah kekuasaan anonim yang membuat seseorang tidak merasakan kebebasannya dan malah terisolasi.

Buku ini cocok buat kamu yang ingin tahu kebebasan dalam pandangan psikologis khususnya dari pemikiran Erich Fromm. Namun perlu diingat buku ini masih sangat kental dengan bahasa-bahasa berat ala psikologi dan tulisan ilmiah. Tapi jika kamu nyaman dengan hal itu, buku ini bisa jadi rekomendasi bacaan kamu selanjutnya,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun