Pada hari minggu sore tepatnya setelah waktu Magrib jam 17.46 WIB, saya melihat story WA teman-teman saya yang memberi tahu adanya tawuran disekitar Jalan Tamansiswa.Â
Saya yang saat itu sedang bersama teman-teman mengerjakan tugas dan belajar karena esok senin akan menghadapi UAS hanya merespon sedikit tentang adanya kerusuhan tersebut dan hanya saling mengingatkan untuk menghindari area tersebut jika hendak pulang.
Walaupun agak dekat dengan kos saya, beruntungnya kericuhan itu tidak merambat sampai ke tempat saya. Setelah ditelusuri lebih lanjut, ternyata kekisruhan tersebut terjadi karena konflik antara suatu perguruan silat dengan sebuah supporter sepak bola di Jogja.
Beberapa masa oknum dari perguruan silat tertentu berkonvoi masuk ke Jogja untuk mendatangi kelompok supporter sepak bola tertentu di Jogja. Kabarnya hal ini perkara balas dendam salah satu anggota perguruan silat tersebut dianiaya oleh oknum supporter.
Namun kericuhan ini ternyata menjadi sangat perhatian saya dan mungkin juga banyak orang ketika para pericuh juga merusak Museum Tamansiswa Dewantara Kirti Griya.Â
Sebagai Dewantara muda, awalnya saya marah atas hal ini tapi saya akan membalas hal itu dengan respon yang lebih savage lagi sesuai ajaran Tamansiswa.
Sekilas Tentang Kerusakan yang Terjadi di Museum Tamansiswa
Saya mendengar kabar rusaknya museum ini malah setelah sehari terjadinya bentrokan ini. Saat melihat video di tiktok, tertegunlah saya ketika Museum kebanggaan kampus kami menjadi imbas dari perilaku anarkis beberapa pihak tertentu. Museum ini dimasuki banyak para perusuh ketika bentrokan ini terjadi.
Kerusakan paling terlihat ada pada pintu belakang serta papan nama dan pot-pot yang hancur berserakan dimana-mana. Meja dan kursi peninggalan Ki Hadjar juga tidak luput menjadi korban para pericuh.Â
Meja dan kursi dari Bapak Pendidikan ini terkena lemparan benda-benda keras dan sempat dinaiki masa yang masuk.