Tarif cukai rokok tahun 2023 hingga tahun 2024 telah mengalami kenaikan sebesar 10 persen seperti dilansir dari Kompas.com pada kamis kemarin (10/11/2022).Â
Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan menjelaskan juga hal ini untuk menurunkan konsumsi perokok khususnya anak pada usia 10-18 tahun.
Namun sepertinya saya agak kurang setuju jika kenaikan cukai untuk menekan konsumsi para perokok. Saya bukan seorang perokok namun saya menganggap ada dorongan psikologis yang ada pada seseorang untuk merokok yang tidak dapat begitu saja dibatasi dengan kenaikan harga.
Saya akan mengulas sedikit mengenai dorongan psikologi pada seseorang yang merokok dan mengapa sangat sulit untuk membatasi para perokok dengan harga yang naik.
Merupakan Dorongan Infantil dari Fase Oral
Sebetulnya saya sudah pernah membahas tentang masalah perkembangan psikoseksual dari Sigmun Freud yang menyebabkan seseorang merokok pada artikel saya sebelumnya yang berjudul "Merokok Perilaku Bawaan Masa Kecil", namun mari kita ulas lagi perihal masalah kanak-kanak yang menyebabkan merokok ini.
Pada teori perkembangan psikoseksual terdapat fase oral yang terjadi dari usia 0-2 tahun dimana anak memiliki suatu area peredaan tegangan pada mulutnya.Â
Jika bayi terlalu banyak diberikan makan atau terlalu sedikit membuat pada masa dewasanya dia akan menghasilkan suatu perilaku konsumsi yang didominasi melalui mulut.
Peredaan tegangan dari mulut saat dewasa bisa kita lihat dari konsumsi rokok dan juga mungkin minuman keras yang tentunya dinikmati lewat mulut.Â
Jadi mungkin sedikit sulit jika kita melihat latarbelakang psikologis dari perokok ini jika solusi pembatasannya hanya penaikan bea cukai-nya.