Mohon tunggu...
Rahmad Alam
Rahmad Alam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa psikologi UST, suka menulis dan rebahan.

Seorang mahasiswa fakultas psikologi universitas sarjanawiyata tamansiswa yogyakarta yang punya prinsip bahwa pemikiran harus disebarkan kepada orang lain dan tidak boleh disimpan sendiri walaupun pemikiran itu goblok dan naif sekalipun.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Modernisme yang Memaksa Kita Menjadi Serakah dan Konsumtif

18 Agustus 2022   11:43 Diperbarui: 18 Agustus 2022   11:49 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber: pixabay.com 

Kebutuhan baru yang lain misalnya hiburan yang kian hari membuat setiap orang khususnya remaja menjadi kecanduan misalnya K-Pop dan juga anime yang membuat setiap orang rela menghambur-hamburkan uang demi mendapatkan barang-barang yang berkaitan dengan hiburan mereka itu.

Imajinasi dan fantasi manusia masa depan yang tidak wajar dan manusiawi jadi bahan bakar bagi kebutuhan-kebutuhan sintetis ini untuk terus mengeruk esensi kemanusiaan setiap orang dan menggantinya dengan fetisisme akan benda dan konsumerisme. Setiap orang yang tidak konsumtif dan tidak memiliki kebutuhan-kebutuhan baru ini akan dikatakan kolot dan dianggap aneh.

Pemaksaan Sosial dari Pemasaran yang Tak Kenal Ruang dan Waktu

Bagaimana hal ini bisa terjadi?, mengapa kian lama kita harus dipaksa membeli kebutuhan-kebutuhan buatan ini dan jadi konsumtif dan serakah?. 

Ini bisa kita runut dari banyaknya strategi pemasaran yang menyita indra kita. Pengenalan barang dagangan bukan hanya terjadi di pasar saja tapi di semua tempat dimana modernisme berada.

Masifnya pemasaran dan pengiklanan ini membuat indra kita terpenjara dan mungkin kita memang jika tidak berminat pada barang tersebut akan mengabaikan hal tersebut namun yang tidak disadari adalah bahwa iklan atau strategi pemasaran itu akan diingat oleh alam bawah sadar kita dan kian lama membentuk sebuah kebutuhan baru yang tidak kita sadari.

Beberapa strategi pemasaran sudah banyak menggunakan jebakan psikologis demi menggaet rasa konsumerisme pelanggannya. Dari permainan angka diskon yang dibuat seolah-olah turun dari harga asli hingga rentetan produk yang dijual terpisah guna melengkapi kegunaan produk yang lainnya, contohnya seperti beberapa gadget yang menjual atribut pendampingnya.

Yang lebih buruk lagi adalah ketika pemasaran sudah tertanam ke dalam jiwa sosial masyarakat, jika seseorang dilihat punya wibawa dan peringkat sosial tinggi jika punya suatu barang.

 Atau jika benda itu diwajibkan dimiliki oleh setiap orang oleh dunia sosial karena tidak memilikinya membuat seseorang menjadi aneh dan kolot di mata masyarakat.

Kecanduan kepada barang adalah sebuah kebaikan bagi penjual sehingga mereka dapat menaikkan harga barang tersebut sedikit demi sedikit jika barang itu laku keras di masyarakat dan menimbulkan sifat konsumerisme. 

Teknik pemasaran yang menggunakan jebakan psikologis bukanlah menjual barang tapi "memaksa" secara halus para pembeli yang mereka sendiri tidak sadari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun