Masa-masa pandemi ini yang banyak tempat diberi pembatasan wilayah dan Social Distancing membuat beberapa tempat rekreasi berkurang. Ditambah banyak pekerjaan yang menjadi Online membuat kita terus memantau gadget kita, hal ini membuat saya ingin mencari solusi pemecah penat dengan mencoba beberapa game online.
Salah satunya yaitu mencoba memasang game Mobile Legend di smartphone kentang saya ini. Sebetulnya saya tidak terlalu suka bermain game terutama game bertemakan MOBA, namun karena penasaran dan ingin mencoba hal baru maka saya beranikan diri saya untuk menekan tombol download bersebelahan dengan gambar logo Mobile Legends di Playstore tersebut.
Entah mengapa ada firasat buruk dalam pikiran saya yang mungkin berasal dari pengalaman teman-teman saya yang sering "misuh" kala bermain game ini.Â
Gambar logo Mobile legends yang bermaskot mbak Miya seolah-olah melirik saya dan berkata "kau salah pilih game boi", seraya memperingatkan saya dari dunia Lands of Dawn-nya.
Tapi tidak apalah menurut saya ini pengalaman baru jika bertemu beberapa player toksik yang bermain bersama kita.Â
Saya juga mungkin mendapat pandangan baru mengenai beberapa orang yang toksik ini. Hal yang saya luput adalah saya tidak memperhatikan jumlah player toksik di Mobile Legends itu mendominasi.
Lalu berjalanlah gameplay saya yang kian saya menaiki tangga tier atas kian banyak saya temui player yang saya kategorikan sebagai player toksik.
 Saya sekarang berada di tier Epic yang banyak orang bilang bahwa di tier ini merupakan "sarangnya" para player toksik.Â
Dan benar saja, banyak match yang kadang membuat saya tidak bisa memecah penat malah membuat penat saya makin menumpuk.Â
Berikut ini saya rangkum beberapa perilaku toksik yang saya dapati kala bermain game Mobile Legends.