Di dalam sebuah sekolah SD di tengah kota yang telah berusia tua itu. lorong-lorong di lobi sekolah tampak lenggang.tembok yang kusam dan cat yang luntur bak lukisan di dinding gua bersejarah  menandakan umur sekolah tersebut.Â
Ada dua belas kelas di sekolah tersebut, dua ruangan kelas per tingkat kelas. Di dalam kelas nampak kondisi kelas yang masih bisa beroperasi walaupun agak sedikit kotor karena sudah jarang dibersihkan oleh murid-murid nya.Â
Disana tergantung papan tulis tua penuh coretan yang menghela napas karena kelelahan dan juga sedih.
Sudah sepuluh tahun sejak ia datang ke sekolah ini. Ia masih ingat saat diturunkan dari truk bersama teman teman nya yang lain seperti bangku dan meja.Â
Perasaan mabuk karena terguncang-guncang di dalam truk dari pabrik tempat nya dibuat hingga saat itu di depan sekolah yang baru di bangun terbayarkan, batin nya senang dikarenakan dirinya akan dibuat sebagai media manusia untuk menuntut ilmu di negara yang sedang berkembang ini.Â
Dirinya pasti akan menjadi suatu sarana dan bukti sejarah para anak manusia ini menjadi orang yang hebat karena ilmu yang ditorehkan di badan nya.
Ia ingat saat hari pertama ia bertemu dengan murid murid di sekolah itu. Sontak para murid langsung mencorat-coret dirinya dengan gambar yang tidak jelas.Â
Tak apa batin nya, anak-anak manusia ini sedang menuangkan imajinasi nya dan mungkin saja dari anak-anak ini di masa depan kelak menjadi insinyur atau pelukis terkenal.
 Pembelajaran di hari pertama itu sangat menyenangkan, para anak manusia itu belajar berhitung, bernyanyi, dan lainnya. Dua tahun berselang, anak-anak yang mencorat-coret dirinya mulai berkurang.Â
Mereka beberapa anak laki-laki mengobrol tentang suatu tempat yang bernama "warnet", karena disana mereka dapat memainkan permainan bernama "game" yang katanya amat sangat seru.